Derita bagi Perajin Tradisional, Berharap Kondisi Tak Makin Terpuruk

Perajin mainan tradisional Desa Sonebekel Kecamatan Tanjunganom masih bertahan di tengah himpitan mainan impor.

Perajin mainan tradisional Desa Sonebekel Kecamatan Tanjunganom masih bertahan di tengah himpitan mainan impor.

Banjir Mainan Impor Tiongkok
Nganjuk, Bhirawa
Mainan tradisional semakin dilupakan, seiring dengan terpuruknya nasib para perajin mainan yang puluhan tahun silam sempat mengenyam masa keemasan. Gasing, baling-baling bambu, pistol kayu pernah menjadi mainan setiap anak era 70an hingga 80an. Namun, kini serangan mainan impor dari Tiongkok (China) seakan menenggelamkan mainan tradisional.
Mainan gasing, mainan anak-anak yang terbuat dari kayu dan diputar dengan menggunakan tali dulu pernah jaya di masanya. Baik untuk diadu maupun sekadar diputar kencang di tanah lapang. Mainan ini nampaknya hampir punah karena kalah bersaing dengan mainan yang dibuat pabrik dan juga gadget yang saat ini marak dimainkan anak-anak.
Mungkin Sugeng Hariyanto (40) warga Desa Sonebekel Kecamatan Tanjunganom, adalah satu-satunya perajin gasing yang masih setia menggeluti usaha pembuatan gasing.  Bahkan dalam seminggu Sugeng bisa memproduksi hingga 3.000 gasing yang berukuran besar, sedang dan kecil.
Dengan bermodalkan dinamo bekas pompa air yang telah dimodifikasi sebagai mesin bubut dan kayu limbah yang telah dipotong sesuai ukuran gasing, dia masih setia membuat gasing pesanan.  Dalam pembuatannya memang diperlukan keahlian khusus, karena bentuk gasing harus seimbang agar dapat berputar sesuai dengan harapan. “Apabila dalam pembubutan tidak seimbang, maka gasingnya tidak dapat berputar sempurna” ungkap Sugeng Hariyanto saat ditemui Bhirawa di rumahnya kemarin.
Setiap minggu, Sugeng mengaku mampu menjual sebanyak 3.000 gasing ke pengepul. Untuk gasing ukuran besar harganya Rp 9.000,  Rp 7.500 untuk ukuran sedang, sementara untuk ukuran kecil dijual Rp 6.000. Sedangkan untuk baling- baling bambu Sugeng menjualnya dengan harga Rp 400 dan pistol mainan kayu tembakan dijual dengan harga Rp 500. “Saya selain membuat gasing, dengan dibantu kedua anak dan istri juga membuat baling-baling dari bambu dan pistol mainan kayu,” papar Sugeng.
Dari hasil kerajinannya, Sugeng dapat menyekolahkan anak-anaknya sekaligus untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya. Sugeng mengaku memproduksi gasing dan mainan anak-anak merupakan keterampilan warisan dari orangtuanya. Sugeng berharap selain dapat melestarikan mainan tradisional, minat anak-anak terhadap mainan lokal juga masih tinggi, sehingga kondisi tak kian terpuruk dan masih dapat membantu pemasaran maupun permodalan. [Ristika]

Tags: