Derita Siswa SMPN 2 Tanggulangin, Sidoarjo

Siswa kelas 7 dan 8 SMPN 2 Tanggulangin terpaksa belajar di mushola karena genangan banjir masuk kelasnya.

Satu Bulan Banjir Tak Surut, Terpaksa Proses Belajar Mengajar di Mushola
Kab Sidoarjo, Bhirawa
Entah sampai kapan derita siswa SMPN 2 Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo ini akan berakhir. Sudah satu bulan lebih sekolah mereka kebanjiran, dan hingga kini masih belum ada tanda-tanda untuk surut. Di tengah ketidaknyamanan itu, sebagian siswa terpaksa harus melakukan proses belajar mengajar di mushola. Sedangkan siswa kelas 9 persiapan menghadapi ujian nasional (UN).
Mendapat musibah ini, baik guru dan murid hanya bisa bersabar sembari menunggu aksi nyata dari pemerintah untuk mengatasi banjir ini. Mereka tetap semangat datang ke sekolah untuk mengikuti proses belajar mengajar. Mereka juga berdoa agar tetap diberikan kesehatan agar tak mudah terserang penyakit.
“Meski sekolah kami dalam kondisi banjir, tapi persiapan untuk menghadapi ujian nasional (UN) bagi siswa kelas 9 tetap berjalan dengan baik dan kami siap. Kelas 9 kita taruh belajar di ruang kelas yang lebih tinggi, sehingga masih bisa berjalan seperti biasa,” kata Kepala SMPN 2 Tanggulangin, Al Hadi, sambil menunjukkan ruang-ruang kelas di sekolahnya yang banjir tergenang air hujan, Rabu (12/2).
Khusus untuk persiapan UN, kata Al Hadi, belum sepenuhnya mengganggu karena ruang komputer untuk pelaksanaan UN berada di ruang kelas atas, sehingga bebes banjir. Namun bagi kelas 7 dan 8, yang ruangannya dipakai kelas 9, harus mengalah pindah belajar sementara di tempat yang tidak tergenang air. Salah satunya di Mushola sekolah. Disana siswa yang memakai untuk belajar harus bergantian.
Akibat banjir di SMPN 2 Tanggulangin yang berada di Desa Kedungbanteng tersebut, kata Al Hadi, disana ada 3 ruang kelas yang selama ini banjirnya tidak surut-surut. Dan 4 ruang kelas yang banjirnya kadang surut tapi kadang banjir kembali saat hujan.
“Untung saja siswa kami tidak sampai ada yang menderita gatal-gatal selama ini. Mereka saat di kelas terpaksa pakai sandal karet. Kalau pakai sepatu jelas akan rusak,” kata Al Hadi yang mengaku baru 1 tahun ini dipromosikan menjadi Kepala Sekolah itu.
Karena banjir hampir sebulan di sekolah tersebut, ia mengaku hampir tiap malam datang ke sekolahan mengecek perkembangan genangan banjir. Ditanya apakah tidak tidur? Ia hanya tertawa dan berharap tetap diberikan kesehatan.
Dalam sebulan banjir ini, menurut pria yang tinggal di kelurahan Jetis Kec Sidoarjo itu, paling parah pada Senin 3 Pebruari lalu. Genangan air paling tinggi, di halaman tengah sekolah itu mencapai setengah meter.
Dirinya mengatakan banjir di sekolahan tersebut hampir terjadi tiap tahun. Namun banjir pada tahun 2020 ini yang dianggap yang paling parah. Karena hampir sebulan tidak juga surut-surut. Menurut analisanya, genangan banjir tersebut airnya berasal dari luar kompleks sekolahan. Karena halaman sekolahan sudah dibendung, tetapi air dari luar tetap saja masuk.
Dirinya menduga, air dari luar sekolah itu, dikarenakan di sekitarnya tidak ada lagi lahan resapan air saat hujan. Misalnya saja, di belakang sekolah yang tadinya berupa hamparan sawah, kini sedikit demi sedikit mulai berubah fungsi menjadi tanah yang dikapling kemudian dibangun rumah-rumah warga.
“Di belakang sekolah sebenarnya masih ada tanah resapan, tapi luasannya berkurang, akhirnya air ke kompleks sekolah dan membuat airnya tidak surut-surut,” komentar mantan guru di SMPN 3 Taman itu.
Untuk mengurangi genangan air sementara waktu di sekolahan tersebut, kemarin BPBD Sidoarjo mengerahkan 3 unit mobil Damkar untuk menyedot genangan air. Kemudian dibuang ke sungai yang jauh dari sekolahan tersebut.
Kepala BPBD Sidoarjo, Dwijo Prawiro, di lokasi mengatakan mobil Damkar yang dikerahkan tersebut sebagai upaya jangka pendek mengurangi genangan banjir. Menurut Dwijo, tiap wilayah memang harus ada resapan air. Ia yang memonitor di lokasi memang melihat ada aliran air dari luar sekolah yang masuk ke sekolah tersebut.
“Soal resapan air itu, nanti akan kita sampaikan ke Bappeda dan OPD terkait. Sebab kalau memang ada perubahan tata ruang, harus ada izinnya dan harus disediakan fasum resapan air,” komentarnya. [Ali Kusyanto]

Tags: