Dermaga Semut Alternatif Pengembangan Potensi Ujung-Kamal

Foto: ilustrasi

Surabaya, Bhirawa
Pesimisme terhadap masa depan Dermaga Ujung – Kamal pasca digratiskannya tol Suramadu cukup tinggi. Padahal, potensi yang bisa dikembangkan sebenarnya masih cukup tinggi tanpa harus membiarkan dermaga tersebut gulung tikar.
Pembina DPD Asosiasi Pelabuhan Rakyat (Pelra) Jatim Ali Yusa menjelaskan konektivitas antara Madura dengan Pulau Jawa tetap bisa dioptimalkan menggunakan infrastruktur laut. Ketika Jembatan Suramadu digratiskan, masyarakat tetap bisa memanfaatkan moda transportasi laut sebagai alternatif jalur darat. Bahkan lebih efisien. Sebab, konektivitas antara Madura dengan Jawa tidak hanya sebatas Kamal dengan Surabaya. Melainkan juga dapat menghubungkan antara Madura dengan Gresik, Lamongan dan Bojonegoro.
“Selama ini dermaga itu hanya menghubungkan Surabaya dengan Kamal, Bangkalan. Tetapi dengan membangun dermaga semut di Kamal dan Soca, konektivitas itu bisa menghubungkan empat kabupaten/kota sekaligus di Pulau Jawa,” ungkap Yusa saat dikonfirmasi, Selasa (13/11).
Menurut dia, Dermaga Ujung – Kamal sejauh ini sudah tidak berfungsi dengan optimal. Bahkan di Kamal, dermaga tersebut telah digunakan scrub kapal untuk diambil besi tuanya. “Ini juga cukup berbahaya dalam hal pencemaran lingkungan,” tambah dia.
Di sisi lain, penggunaan infrastruktur kapal ferry juga tidak efisien. Sebab, jika dibandingkan antara Ternate dan Sofifi, ibukota Maluku Utara yang jaraknya sekitar 60 – 70 mil hanya membutuhkan waktu tempuh waktu 30 menit. Infrastruktur yang digunakan adalah dermaga semut. Sementara antara Dermaga Ujung dan Kamal jaraknya hanya sekitar 3,5 mil. Namun, waktu tempuh yang diperlukan mencapai 45 menit.
“Karena kecepatan kapal ferry itu tidak sampai 5 knot. Itu menjadi faktor orang enggan menggunakan moda transportasi laut. Di sisi lain, indeks kepuasan juga menurun terhadap penggunaan kapal ferry ini,” tutur Ali Yusa.
Dengan menggunakan armada semut, kecepatan laju bisa mencapai 20 – 40 knot. Dengan jarak waktu ditempuh lebih cepat dan operasional lebih murah, armada ini dapat menjadi alternatif ketika kapal ferry tidak lagi menarik minat masyarakat. “Di samping itu, armada semut juga bisa menggunakan konversi gas elpiji,” ungkap dia.
Dengan menggunakan armada semut, konektivitas Madura dengan empat daerah di Pulau Jawa dapat ditempuh hanya dalam waktu 5 – 15 menit. Waktu ini jauh lebih efisien daripada menggunakan jalur darat dari Gresik ke Bangkalan melalui jalur darat. “Di samping efisien dari segi waktu dan biaya, beban jalan juga akan terkurangi karena adanya jalur laut sebagai alternatif,” ungkap dia.
Lebih lanjut Yusa mengungkapkan, investasi untuk dermaga semut sangat murah. Untuk membangun, biaya yang dibutuhkan tidak sampai Rp 1 miliar per titik. Nilai investasi ini tidak sampai 25 persen dari investasi yang dikeluarkan untuk dermaga ferry yang mencapai angka di kisaran Rp 2 – 5 miliar. Sementara untuk infrastrukturnya, masyarakat dapat ikut membangun armada semut yang nilainya hanya sekitar Rp 200 – 300 juta. Angka tersebut sudah mendapat armada semut yang ideal dengan panjang sekitar 20 meter.
“Kita memang memiliki kendala di bibir pantai. Tetapi hal itu masih bisa disiasati dengan dermaga apung. Kalau mau menggunakan anggaran besar memang harus menggunakan pengerukan. Tapi yang paling cocok di Jatim adalah dermaga apung,” tutur Yusa.
Sebelumnya, Gubernur Jatim Dr H Soekarwo mengungkapkan, Suramadu telah menjadi tanggung jawab APBN oleh BBPJN (Balai Besar Pelaksana Jalan Nasional). Sementara untuk Dermaga Ujung – Kamal, Pakde Karwo memastikan akan terjadi perubahan. “Karena setiap ada perubahan terhadap sesuatu akan memberi perubahan terhadap yang lain,” ungkap dia.
Jembatan Suramadu, tutur dia, telah dibuat menjadi empat lajur dan paling kiri untuk motor. “Karena itu, otomatis tugas BPWS juga selesai dengan sendirinya. Pemerintah tidak akan memberikan subsidi untuk penyeberangan menggunakan kapal ferry,” pungkas Pakde Karwo. [tam]

Tags: