Desa Jatiduwur dan Bedander dalam Kisah Kerajaan Majapahit

Sungai Brantas di Desa Jatiduwur, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang yang diduga kuat Raja Jayanegara dan rombongan Pasukan Bhayangkara menyeberang sungai ini mengunakan perahu ke arah utara menuju Bedander, Kabuh, Jombang. [arif yulianto]

Aksi Intelijen Patih Gajah Mada Selamatkan Majapahit dari Pemberontakan Ra Kuti
Kab Jombang, Bhirawa
Desa Jatiduwur, Kecamatan Kesamben dan Dusun Bedander, Desa Sumber Gondang, Kecamatan Kabuh, Kabupaten Jombang dikenal sebagai daerah-daerah yang sarat dengan sejarah penyelamatan kekuasaan Majapahit dari pemberontakan. Tepatnya, saat terjadi pemberontakan Ra Kuti pada 1319 yang berhasil ‘memaksa’ Raja Majapahit saat itu, Jayanegara, meninggalkan Kedaton Majapahit di Antawulan (Trowulan, Mojokerto saat ini), untuk kemudian melakukan pengungsian dan bersembunyi.
Adalah Gajah Mada, seorang Bhayangkara Majapahit bersama beberapa anggota pasukan Bhayangkara lainnya, kemudian berhasil melarikan Raja Jayanegara keluar dari Kedaton Majapahit. Pada situasi yang sangat genting pada pemerintahan Majapahit itu, posisi Gajah Mada menjadi sangat vital pada keberlangsungan kekuasaan Kerajaan Majapahit selanjutnya. Keamanan dan nyawa Raja Jayanegara saat itu, bisa dikatakan berada di tangan Gajah Mada.
Gajah Mada-lah yang pada kisah ini diceritakan berhasil menyelamatkan nyawa Raja Jayanegara, yang otomatis berhasil menyelamatkan kekuasaan Kerajaan Majapahit dari tangan pemberontak Ra Kuti. Lewat kemampuan dan trik intelijen yang dilakukan Gajah Mada, ‘step by step’, Jayanegara bisa mengungsi dan bersembunyi, sembari kemudian Gajah Mada melakukan aksi intelijennnya untuk memperoleh data nyata di Kedaton Majapahit dan kemudian menumpas pemberontak Ra Kuti dengan hasil gemilang. Dan akhirnya, tahta kerajaan Majapahit pun bisa dikembalikan kepada Raja Jayanegara dari tangan pemberontak Ra Kuti.
Setelah keluar dari Kedaton Majapahit di Trowulan, rombongan ‘pengungsi’ dan pengawal raja yang berjumlah sekitar 17 orang itu kemudian berjalan di tengah malam menuju arah utara Kedaton. Hingga kemudian di tepi selatan Kali Brantas, tibalah rombongan kecil ini di sebuah desa bernama Jatiduwur (Desa Jatiduwur sekarang masuk di wilayah Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang).
Di desa itu, Gajah Mada menyembunyikan rajanya untuk sementara waktu dengan dibantu seorang tokoh lokal bernama Ki Ageng Jatiduwur. Tokoh ini merupakan kepala desa setempat kala itu. Atas bantuan Ki Ageng Jatiduwur, rombongan itu kemudian berhasil menyeberang Kali Brantas dengan perahu menuju daerah utara Kali Brantas. “Ki Ageng Jatiduwur ini orang kepercayaan Singosari,” kata sejarawan Jombang, Dian Sukarno.
Dari cerita pelarian Jayanegara ke utara Kali Brantas inilah kemudian muncul dugaan dan spekulasi bahwa, Gajah Mada berasal dari utara Kali Brantas, tepatnya diduga kuat berasal dari daerah Modo, Lamongan. Situasi psikologis saat itu yang memunculkan spekulasi ini.
Dengan kata lain, dengan kondisi terjepit, pastilah Gajah Mada akan membawa lari Jayanegara ke daerah yang benar-benar dikenal oleh Gajah Mada. Dan tak lain, daerah itu yakni daerah utara Brantas. Ditambah lagi adanya situs dan cerita rakyat tentang sejarah Gajah Mada semasa kecil di daerah Modo, Lamongan yang makin menguatkan bahwa Gajah Mada berasal dari daerah Modo, Lamongan.
Ternyata, daerah yang menjadi pilihan Gajah Mada untuk menyembunyikan Jayanegara yakni daerah yang dinamakan Bedander. Kini, daerah Bedander ini masuk pada wilayah Desa Sumber Gondang, Kecamatan Kabuh, Kabupaten Jombang.
Mengapa Gajah Mada memilih Bedander sebagai tempat penyelamatan Jayanegara, tak lain yakni, di desa ini Gajah Mada memiliki seorang guru sakti mandraguna yang bernama Ki Blander. Tokoh ini juga merupakan seorang lurah setempat saat itu. Dikisahkan, jauh sebelumnya ketika Joko Modo (Gajah Mada kecil) akan mencari pekerjaan ke Kedaton Majapahit, ia terlebih dahulu singgah untuk beberapa waktu di Desa Bedander sembari menimba ilmu kepada Ki Blander.
Dengan kesaktiannya, Ki Blander kemudian membuat pagar kasat mata yang disebut dengan Pager Banon. Diduga kuat, Raja Jayanegara disembunyikan di sebuah rumah di kawasan Pager Banon ini oleh Ki Blander. Pernah ditemukan benda kuno berbentuk giritan pintu terbuat dari batu di kawasan ini. Diduga kuat, benda itu merupakan giritan pintu rumah Ki Blander.
Seorang bekel anggota Bhayangkara yang disebut Pengalasan, meminta izin Gajah Mada untuk menemui keluarganya di Trowulan. Mencium gelagat negatif Pengalasan ditambah lagi saat itu masih pada situasi pengungsian dan persembunyian, Gajah Mada tidak mau ambil resiko. Kekhawatiran akan bocornya lokasi persembunyian Jayanegara kepada kelompok Ra Kuti, membuat Gajah Mada membunuh Pengalasan itu dengan sebilah keris.
Hingga saat ini, warga Desa Bedander masih menjalankan adat berjalan mengelilingi Pager Banon bagi pasangan pengantin warga setempat yang akan melangsungkan pernikahan. Adat ini disebut untuk menghindari karma dari peristiwa terbunuhnya Pengalasan oleh Gajah Mada.
Pada tulisan kali ini, diceritakan aksi intelijen yang dilakukan Gajah Mada untuk mengetahui kondisi di sekitar Kedaton Majapahit di Trowulan usai pengungsian Raja Jayanegara. Setelah meminta izin kepada Jayanegara, Gajah Mada pun pergi ke Trowulan untuk menemui para loyalis Jayanegara. Untuk menguji kesetiaan mereka kepada Jayanegara, Gajah Mada menceritakan bahwa Jayanegara telah meninggal terbunuh oleh pemberontak.
Sontak mereka pun merasa sedih. Dengan begitu, Gajah Mada mengetahui bahwa sebenarnya masih banyak orang yang loyal kepada Raja Jayanegara. Di Trowulan, Gajah Mada secara diam-diam juga menemui pasukan-pasukan yang berpotensi masih setia kepada Jayanegara, seperti Kesatuan Jalayudha dan Jalapati.
“Dua batalyon tempur ini kemudian bisa didekati oleh Gajah Mada, melalui bantuan Punala Tanding dan senior-senior militer Majapahit,” ucap Dian Sukarno.
Sementara, Kesatuan Jala Naranggana yang juga merupakan salah satu kesatuan tempur Majapahit, sudah dikuasai oleh Ra Kuti. Kerajaan Majapahit sendiri kata Dian Sukarno, memiliki 3 pasukan tempur dan pasukan penyisir. Majapahit sendiri lebih mengenal pasukan maritim, sehingga penamaan ketiga kesatuan tempur yang dimilikinya diawali dengan kata Jala yang berarti laut atau lautan.
Selain memiliki 3 kesatuan tempur dan pasukan penyisir, Majapahit juga memiliki pasukan pengawal raja yang disebut dengan Bhayangkari. Pasukan ini bertanggung jawab penuh atas keselamatan raja. Pasukan ini bisa disebut ‘Paspampres’nya Majapahit. Untuk menjadi pasukan Bhayangkara pun disaring sedemikian rupa.
“Pasukan pengawal raja ini memiliki bela diri yang dinamakan Sundang Majapahit yang itu dikembangkan dari Sundang Singosari ciptaan dari Mahesa Anabrang. Kemampuan 1 prajurit ini setara dengan 40 atau 100 orang prajurit biasa,” jelas Dian Sukarno.
Pada akhir cerita di tulisan ini dikisahkan, Gajah Mada kemudian berhasil menumpas pemberontakan Ra Kuti. Tentunya, selain karena kemampuan pada akses jaringan dan kemampuan intelijen yang dimiliki Gajah Mada yang kemudian bisa memenangkan ‘situasi’ ini, keberhasilan Gajah Mada mendekati 2 kesatuan tempur Majapahit yakni, Jalayudha dan Jalapati juga diduga berperan atas keberhasilan Gajah Mada menumpas Ra Kuti dan mengembalikan stabilitas pemerintahan Majapahit. Penumpasan pemberontakan Ra Kuti oleh Gajah Mada ini juga dilakukan setelah mendapat izin dari petinggi Majapahit lainnya.
Setelah berhasil menumpas pemberontakan Ra Kuti, Gajah Mada kemudian membawa kembali Raja Jayanegara ke Kedaton Majapahit di Trowulan untuk kemudian bertahta kembali sebagai Raja Majapahit. [arif yulianto]

Tags: