Desa Kedungsumur Paling Tertinggal di Kabupaten Probolinggo

Keadaan desa Kedungsumur desa paling tertinggal di kabupaten Probolinggo.

Kab.Probolinggo, Bhirawa
Dari 325 desa yang tersebar di 24 kecamatan Kabupaten Probolinggo, ada satu desa yang masuk kategori desa sangat tertinggal, yakni Desa Kedungsumur kecamatan Pakuniran. Kepala Desa Kedungsumur Hasyim mengaku, tidak heran jika desanya masuk desa sangat tertinggal.
Menurutnya Sejauh ini desanya juga belum mendapat pasokan listrik dari PLN. Namun, sejak pihaknya menjabat pada 2014, sejumlah pembangunan di desanya berjalan lancar. “Wajar desa sangat tertinggal, karena listrik tidak ada,” ujarnya, Senin (5/3).
Hasyim mengungkapkan, desanya dihuni oleh sekitar 1.165 jiwa yang terbagi dalam 416 kepala keluarga (KK). Dari ratusan KK itu, sebagian besar atau sekitar 229 KK masuk kategori keluarga miskin.
Sebagian besar warganya mengandalkan mata pencarian dari ladang. Itu pun ladang yang mereka kelola bukan milik pribadi, melainkan milik Perhutani. “Paling banyak warga saya tidak punya sawah. Karena di desa, sawahnya hanya 51 hektare. Selebihnya masuk tanah hutan,” jelasnya.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Probolinggo Heri Sulistyanto membenarkan ada satu desa di Kabupaten Probolingo yang masuk kategori sangat tertinggal. Menurutnya, data itu dikeluarkan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi RI.
Namun, Heri mengaku, tidak mengetahui secara pasti mekanisme penilaiannya. “Mungkin salah satu indikatornya dari kriteria sarana prasana yang ada dan jangkauan letak geografisnya. Saya juga belum tahu pasti mekanisme penilaiannya,” katanya.
Heri berharap, dengan adanya Dana Desa bisa menaikkan satu desa yang sangat tertinggal ini menjadi lebih baik. Mengingat, data kriteria desa mandiri atau maju, berkembang, tertinggal, dan sangat tertinggal itu merupakan data tahun kemarin.
Ia berjanji akan terus mengawal Desa Kedungsumur. Selain memaksimalkan penggunaan dana desa, juga akan dicarikan terobosan.
Salah satunya menggandeng organisasi perangkat daerah terkait yang memiliki program untuk diarahkan ke Desa Kedungsumur. Sehingga, pihaknya bisa bersama-sama membantu desa ini menaikkan statusnya.
“Memang desa itu listriknya masih memakai mikrohidro. Mikrohido itu pun dari CSR (Corporate social responsibility) dan dari program PNPM desa. Kalau desa membutuhkan, memanfaatkan dana desa untuk membangun sumber energi listrik itu,” paparnya.
Lebih lanjut Hasyim mengatakan desa Kedungsumur, sejak dulu hingga sekarang belum pernah tersentuh aliran listrik dari PLN. Jika ditempuh perjalanan dari pusat Kota Kraksaan, ke Desa yang terlektak di kaki Gunung Argopuro ini, berjarak sekitar 21 kilometer.
Sekitar 2 kilometer dari Desa ini, akses jalannyapun cukup sulit. Setidaknya harus memilih jalan dan berjalan lamban meski menggunakan kendaraan roda dua karena jalannya yang sudah rusak. Desa Kedungsumur, yang mempunyai 5 Dusun
Sejak zaman dulu, warga hanya memanfaatkan lampu tempel tradisional berbahan sumbu dan minyak tanah.warga sedikit lega dan bisa menikmati terang ketika malam hari berkat adanya alat Mikrohidro atau kincir air. Warga merasakannya sejak tahun 2009 lalu hingga sekarang. Namun, karena Watt dari alat tersebut terbatas, warga hanya bisa menggunakan kekuatan ala itu sekedarnya, jelasmya.
Lima Dusun tersebut mempunyai 26 unit Mikrohidro. Per unit Mikrohidro mempunyai Watt bervariasi, ada yang memiliki 3000 Watt, dan 5000 Watt. Yang 3000 Watt mampu mengaliri listrik sebanyak 10 kepala keluarga (KK), sedangkan yang 5000 Watt mampu mengaliri 15 KK. Mikrohidro atau Kincir air tersebut disebar di di beberapa anak sungai dari aliran sungai Gunung Argopuro, ungkapnya.
Namun, setiap memasuki musim hujan, warga mulai resah dan khawatir, seperti memasuki musim hujan tahun ini. Pasalnya, jika musim hujan tiba, alat Mikrohidro yang berada di sungai dengan memanfaatkan aliran air untuk memutar kipas alat itu, sering kali sebagian rusak parah karena dinamo kemasukan air, dan sebagian terbawa arus air atau banjir.
Dari keterangan warga yang dihimpun, jika Kincir air itu sudah terbawa banjir saat musm hujan, maka seluruh warga harus menikmati gelap gulita di pemukimannya, dan meraka harus kembali menggunakan lampu jtradisional dari minyak tanah, sampai ada Kincir air baru atau setelah diperbaiki untuk Kincir iar yang rusak, tandasnya.
Tidak hanya itu, jika alat tersebut terbawa banjir atau rusak saat musim hujan, sistem perekonomian warga serta belajar mengajar di sekolah di Desa tersebut terhambat. Karena, hasil aliran listrik dari Kincir air itu, oleh warga bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari, seperti memasak dengan magic com, lampu, dan televisi, serta kebutuhan elektronik di sekolah, tambahnya.(Wiwit Agus Pribadi/bhirawa)

Tags: