Desa Pujiharjo Tak Ada Alat Pendeteksi Bencana

Kondisi Desa Pujiharjo, Kec Tirtoyudo, Kab Malang, pasca diterjang banjir bandang dan tanah longsor.

Kondisi Desa Pujiharjo, Kec Tirtoyudo, Kab Malang, pasca diterjang banjir bandang dan tanah longsor.

Kab Malang, Bhirawa
Kabupaten Malang merupakan salah satu daerah di Jawa Timur yang daerah rawan bencana alam. Terbukti, Minggu lalu, di wilayah Desa Pujiharjo, Kecamatan Tirtoyudo, Kabupaten Malang, selama tiga bulan terakhir ini dua kali diterjang banjir dan tanah longsor.
“Meski wilayah Malang Selatan langganan banjir dan tanah longsor, namun hingga kini belum terpasang alat pendeteksi dini,” kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho, Rabu (21/9) kemarin. Sesuai data, sejak bulan Juli hingga September 2016 ini saja, sudah dua kali desa tersebut diterjang banjir dan tanah longsor. Menurut Sutopo, meski tidak semua kawasan rawan bencana diberi alat pendeteksi, tapi minimal kawasan yang langganan banjir dan tanah longsor harus ada alat pendeteksi dini. Sehingga sebelum banjir menerjang pemukiman penduduk, warga terlebih dahulu bisa diungsikan ke tempat yang aman. Karena jika kawasan yang rawan bencana alam semua dipasang alat pendeteksi,  lanjut dia, hal itu terkendala minimnya anggaran.
“Alat pendeteksi tidak hanya untuk mengantisipasi terjadinya gelombang tsunami saja, namun itu juga harus dipasang di kawasan langganan banjir dan tanah longsor,” ujarnya.
Menurut Sutopo, untuk memenuhi kebutuhan sistem peringatan dini bencana banjir dan tanah longsor membutuhkan biaya yang sangat besar. Dan jika hanya mengandalkan kesemuanya dari pemerintah pusat, maka jumlah dan sebaran yang dapat dibangun terbatas. Apalagi, daerah rawan banjir dan tanah longsor  di Indonesia itu sangat luas. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan alat pendeteksi, pemerintah daerah bisa menganggarkan sendiri tiap tahun.
“Kabupaten Malang sering terjadi banjir dan tanah longsor, maka harus ada upaya mitigasi untuk mengatasi bencana tersebut. Sehingga kami sarankan agar Pemkab Malang dan dunia usaha menyediakan anggaran untuk membangun sistem peringatan dini agar bisa mendeteksi awal akan terjadinya banjir dan tanah longsor,” terang Sutopo.
Dalam kesempatan itu, ia juga mengatakan, untuk mengantisipasi bencana banjir dan tanah longsor yang kerap terjadi di Indonesia, maka BNPB  membangun 72 unit sistem peringatan dini banjir dan tanah longsor. Pemasangan sistem peringatan dini itu kita lakukan sejak tiga tahun lalu. Rinciannya, pada 2014 terpasang 20 unit, 2015 terpasang 35 unit, pada 2016 terpasang 17 unit alat pendeteksi. Sementara pemasangan alat tersebut tidak dilakukan sendiri, tapi dirinya bekerja sama dengan Universitas Gajah Mada (UGM) Jogjakarta.
Ditambahkan, pesangan pendeteksi banjir dan tanah longsor, sebagian besar dipasang di wilayah Jawa yang memiliki risiko tinggi bencana banjir dan tanah longsor. Seperti di Kabupaten Banjarnegara, Magelang. Selain itu, Kulon Progo, Banyumas, Cianjur, Bandung Barat, Trenggalek, Sukabumi, Bogor, Sumedang, Wonosobo dan Garut.
“Alat pendeteksi itu juga kita pasang di daerah lain di Luar Jawa. Contohnya, di Kabupaten Nabire, Aceh Besar, Buru, Lombok, Bantaeng, Sikka, Kerinci, Agam, Kota Manado dan beberapa daerah yang lainnya,” ungkap Sutopo. [cyn]

Tags: