Desa Sukapura Didroping 20 Ribu Bibit Kopi

Kebun kopi organik di Kabupaten Probolinggo terus dikembangkan. [wiwit agus pribadi]

Diharapkan Menjadi Sentra Penghasil Kopi di Kabupaten Probolinggo
Probolinggo, Bhirawa
Kopi menjadi salah satu komoditi yang harus dikembangkan, sebab kebutuhan masyaraka akan tanaman coffea sangat tinggi. Terlebih saat ini perkembangan bisnis minuman dengan bahan dasar kopi cukup menggeliat diseluruh Indonesia. Bahkan saat ini beberapa daerah di Jatim terus mengembangkan tanaman ini dengan citarasa khas daerah tersebut.
Melihat peluang itulah dua Desa di Kabupaten Probolinggo didroping 20 ribu bibit kopi dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jatim. Bantuan bibit kopi arabika di dua desa Kecamatan Sukapura, diharapkan Sukapura menjadi sentra penghasil kopi di Kabupaten Probolinggo.
Sebanyak 20 ribu bibit kopi itu didroping ke dua kelompok tani (Poktan) di Desa Pakel dan Sapikerep, Kecamatan Sukapura. Bibit itu nantinya akan ditanam di pekarangan warga hingga lahan Perhutani yang sebelumnya sudah melakukan kerjasama.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Probolinggo, Nanang Trihanjoko, mengatakan, sebenarnya proses untuk pemberian bibit kopi arabika sendiri dilakukan oleh Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jatim. “Semua proses droping dilakukan Pemprov. Kami hanya ketempatan saja,” katanya, Kamis (7/1).
Termasuk pemilihan Poktan yang mendapat bantuan, kata Nanang, ditentukan oleh Pemprov Jatim. “Yang pasti sebelum dilakukan pemilihan sudah ada pertimbangan sendiri. Entah itu potensi daerah dan lain sebagainya,” ujarnya.
Nanang mengaku, droping bibit kopi arabika ini justru menambah asas manfaat terhadap warga di dua desa tersebut. Salah satunya akan menambah penghasilan mereka beberapa tahun mendatang. “Ya paling tidak mereka juga mendapat tambahan pemasukan dari kopi arabika itu,” tuturnya.
Sebanyak 20 ribu bibit kopi arabika, dikatakan Nanang, akan ditanam di pekarangan warga hingga lahan Perhutani yang sebelumnya sudah melakukan kerjasama. Harapannya, nantinya dua desa itu menjadi sentral penghasil kopi di Kabuapten Probolinggo. “Sebelumnya sudah ada tanaman kopi, tapi tidak banyak. Nanti, bisa dua desa itu jadi sentral kopi,” harapnya.
Mulai dari pegunungan Argopuro dan Lemongan di wilayah timur, sampai pegunungan Bromo Tengger di wilayah barat. Kecamatan Sumber menjadi penghasil kopi paling banyak dibandingkan tujuh kecamatan lain. Pada tahun 2017, Sumber menghasilkan 1071 ton kopi. Terdiri dari 79 ton kopi Arabika, dan 992 ton kopi Robusta.
Disusul Kecamatan Tiris, yang menghasilkan 630 ton kopi. Semuanya kopi Robusta. Kemudian Kecamatan Krucil sebanyak 424 ton. Terdiri dari 57 ton Arabika, dan 367 ton Robusta. Di Kecamatan Krucil, juga terdapat kebun kopi organik seluas 37,02 hektar. Letaknya di Desa Watupanjang.
Penghasil kopi berikutnya, ada Kecamatan Lumbang sebesar 52 ton. Terdiri dari 48 ton kopi Arabika, dan 4 ton kopi Robusta. Lalu Kecamatan Pakuniran sebanyak 28 ton kopi Robusta. Sukapura, 11 ton. Terdiri dari 2 ton Arabika, dan 9 ton Robusta. Dua kecamatan penghasil kopi terakhir, adalah Kecamatan Gading, 10 ton Robusta. Serta Kecamatan Kotaanyar, 1 ton kopi Robusta, lanjutnya.
Urusan kualitas, kopi Kabupaten Probolinggo tak kalah saling dari yang lain. Tahun lalu, kopi Robusta Krucil menjadi yang terbaik dalam Festival Kopi Nusantara 3 Bondowoso di kelas Specialty Coffe. Kebun kopi ini, dikelola kelompok tani (Poktan). Namanya, Poktan Rejeki 17. Poktan ini, sebelumnya terpilih sebagai salah satu pelaksana pilot project pada Program Desa Pertanian Organik, yang menjadi salah satu agenda dalam program Nawacita Presiden Joko Widodo (Jokowi), ungkapnya.
Penerapan pola organik pada kebun kopi ini, telah dimulai sejak empat tahun terakhir, dan sudah beberapa kali panen. Tak heran bila kebun kopi arabica ini menjadi buah bibir para pecinta kopi. Untuk itu Tim Pengembangan Produk Unggulan Daerah Kopi Rakyat Kabupaten Probolinggo, berkunjung ke kebun ini. Tim beranggotakan unsur eksekutif, legislatif dan Perhutani KPH Probolinggo.
Kunjungan ini, sebagai support Pemkab Probolinggo terhadap usaha yang dirintis masyarakat lokal di ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut (mdpl) tersebut. Apalagi, kebun ini tengah menjalani proses untuk mengantongi sertifikat kebun organik. Sebagai proses akhir, Agustus nanti, kebun ini Lembaga Sertifikasi Organik (LSO Is Col) yang telah ditunjuk oleh Kementerian Pertanian (Kementan) RI, dijadwalkan akan inspeksi dan menguji kebun ini, tandasnya.
Setelah melihat kondisi kebun, tim berbincang dengan Poktan Rejeki 17. Bersama hidangan kopi organik yang disajikan hangat, tim mendengar aspirasi mereka. “Kopi Arabika Krucil ini ibarat emas hitam yang langka dan selalu menjadi incaran para pengusaha dan tengkulak luar daerah. Potensi ini akan berkembang kalau semua dinas terkait guyub dan memberikan perhatian,” kata Ketua Tim, Wahid Nurrahman.
Wahid berharap setelah mendengar aspirasi dari poktan Rejeki 17 dan melihat langsung segala kondisi yang ada di desa Watupanjang, tim mampu merumuskan suatu solusi dan kebijakan terhadap segala kesulitan yang masih dimiliki. “Baik infrastruktur maupun pengembangan dan modifikasi produknya,” kata pria yang juga Wakil Ketua DPRD Kabupaten Probolinggo ini.
Ia menyatakan, jika komoditi kopi organik ini diperlakukan dengan baik, kopi Arabika Krucil akan menjadi produk unggulan Kabupaten Probolinggo dan tentu saja akan berdampak positif bagi kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Probolinggo, tanaman Kopi Arabica sepanjang tahun 2015 seluas 1.187,49 hektar dengan produksi sebesar 97,61 ton. Sedangkan untuk Kopi Robusta, seluas 3.039,85 hektar dengan produksi sebesar 1.204,63 ton.
Kopi Arabica paling banyak ditanam di Kecamatan Sumber seluas 559,64 hektar, disusul Sukapura seluas 436,20 hektar, Krucil seluas 175 hektar, Lumbang seluas 12,65 hektar, dan Kecamatan Tiris seluas 4 hektar. Adapun Kopi Robusta, paling banyak ditanam di Kecamatan Tiris seluas 1.400 hektar, disusul Krucil seluas 1.184 hektar, Sumber seluas 229,53 hektar, dan Kecamatan Pakuniran seluas 127,07 hektar. Namun untuk yang menggunakan pola organik, masih di Desa Watupanjang, Kecamatan Krucil. Luasnya, 37,02 hektar.
Sementara itu, dukungan juga diutarakan Administratur/Kepala Kesatuan Pemangkuan Hutan (KKPH) Probolinggo, Tubagus Aep Saipudin, yang tergabung dalam tim khusus ini. Ia sangat mengapresiasi kemajuan sumber daya masyarakat desa Watupanjang, yang telah berhasil mengembangkan kopi organik di tengah ramainya permintaan kopi berkualitas. Baik pasar lokal maupun Internasional.
“Saya pikir ini merupakan langkah besar kita dalam mengembalikan reputasi kecamatan Krucil yang dulu pernah menjadi salah satu sentra penghasil kopi terbaik di Indonesia, sekaligus sebagai pendongkrak perekonomian rakyat,” tambah Tubagus. [wiwit agus pribadi]

Tags: