Dewan Bondowos Minta Gerakan Tape Manis Transparan dan Diaudit

Kotak amal Gerakan Bondowoso Bersedekah yang direncanakan akan digunakan untuk membantu orang miskin yang kesulitan dana berobat dan pendidikan. [Ihsan Kholil/Bhirawa]

DPRD Bondowoso, Bhirawa
Gerakan Tape Manis (Tanggap dan Peduli Masyarakat Miskin) menyebarkan kotak amal bertuliskan Gerakan Bondowoso Bersedekah yang dipasang dan diletakkan di sejumlah kantor-kantor Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan kantor Pemerintah Daerah (Pemda) Bondowoso.

Kotak amal itu sengaja dipasang dan diletakkan oleh tim Tape Manis Bondowoso untuk menghimpun sedekah dari Aparatur Sipil Negara (ASN) di kantor OPD, Pemda Bondowoso, dan di beberapa kantor Kecamatan, yang direncanakan akan digunakan untuk membantu orang miskin yang kesulitan dana berobat dan pendidikan.

Adanya kotak amal Gerakan Bondowoso Bersedekah itu dibenarkan oleh Wakil Bupati Bondowoso Irwan Bachtiar Rahmat, saat menghadiri acara Pemusnahan Barang Bukti (BB) hasil Operasi (OPS) cipta kondisi tahun 2020 di Polres Bondowoso beberapa waktu lalu.

Irwan Bachtiar mengatakan, Bondowoso Bersedekah itu sebenarnya untuk memecahkan permasalahan yang selama ini terjadi di Bondowoso. Dimana banyaknya warga yang ekonominya dibawah rata-rata, sehingga Program Tape Manis diperuntukkan membantu warga kurang mampu untuk pembiayaan pada bidang kesehatan dan pendidikan.

“Banyak warga miskin kita, masyarakat miskin Bondowoso yang ada permasalahan di bidang kesehatan, pendidikan dan sebagainya. Sedangkan anggaran dana di kita kan terbatas,” ujarnya.

Irwan menjelaskan, adanya Bondowoso bersedekah untuk membantu masyarakat miskin yang membutuhkan dana secara darurat, sementara jika menunggu anggaran dimungkinkan tidak bisa memberikan pertolongan pada masyarakat.

Irwan menuturkan, adanya kotak amal Gerakan Bondowoso Bersedekah sifatnya tidak memaksa dan tidak menginstruksikan kepada ASN untuk memotong gaji.

“Gerakan Bondowoso Bersedekah itu istilahnya suka rela. Bukan hanya ASN, masyarakart pun boleh berpartisipasi melalui Bondowoso Bersedekah untuk membantu saudara-saudaranya yang tertimpa masalah, utamanya bagi warga miskin,” ungkapnya.

Ditanya wartawan soal aturan tentang boleh tidaknya pemerintah meminta bantuan sedekah pada masyarakat untuk membantu masyarakat miskin, Irwan mengaku, bahwa Gerakan Bondowoso Bersedekah merupakan kolaborasi konsep Pentahelix.

Kata dia, tidak semua pelaksanaan itu bersumber dari APBD, bisa juga berpartisipasi melalui forum CSR dan sebagainya. “Yang terpenting sasaranya tepat dan pengelolaanya transparan, dan bisa diaudit,” ujarnya.

Pihaknya mengaku, terkait dana yang terkumpul untuk dapat digunakan masih mau melihat regulasinya, setelah mendapatkan masukan dari Ketua DPRD.

“Kami masih mau melihat dasar hukumnya. Sebenarnya tempo hari sudah ada, seperti orang miskin yang harus dirujuk ke Surabaya, transportnya dan uang makanya kita tanggung,” pungkasnya.

Sementara itu, DPRD Bondowoso A. Mansur, Wakil Ketua Komisi II menilai penarikan dana dari masyarakat yang dilakukan oleh Pemda tanpa ada persetujuan dari pihaknya yakni melalui Peraturan Daerah (Perda) pajak atau retribusi adalah bentuk Pungutan Liar (Pungli).

“Apapun alasannya, penarikan dana dari masyarakat yang dilakukan oleh pemerintah tanpa ada persetujuan dari DPRD melalui Perda, baik pajak atau retribusi, itu namanya Pungutan Liar (Pungli),” jelasnya, Sabtu (2/1).

Mansur mengingatkan, konon katanya dengan jargon “Tanpa Korupsi, Tanpa Pungli, Tanpa Jual Beli Jabatan”, namun prakteknya di lapangan adanya penarikan kotak amal Gerakan Bondowoso Bersedekah itu terkesan indikasi Pungli.

“Perlu diingat yaa, setiap pendapatan yang dikelola pemerintah yang dihasilkan harus masuk pendapatan daerah, jadi harus dilaporkan menjadi Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), itu bagian pendapatan sudah tahu aturannya,” ujarnya.

Mansur mengatakan, setiap pendapatan, apalagi yang dipergunakan untuk kepentingan umum harus dipertanggung jawabkan. “Pemasangan kotak amal di kantor-kantor OPD, Pemda, Kecamatan ini kan pas sama halnya pemerintah punya program, tapi uangnya dimintakan ke masyarakat, padahal setiap kegiatan sudah ada di ÀPBD” terangnya.

Anggota DPRD fraksi PKB ini menyarankan, dimana sebelum program tersebut diluncurkan, harus dikaji terlebih dahulu. Menurutnya, kalau model program ini diketahui kabupaten lain, jelas akan ditertawakan.

“Pertanyaannya, uang yang dibuat kotak itu dari mana?. Bisa dikalikan kalau satu kotak harganya 500 ribu sekian itu sudah berapa yang digunakan. Kalau usul saya biar tidak terjadi hal-hal yang kurang baik, kotaknya ditarik dulu, kalau sudah punya dasar yang kuat silahkan,” sarannya.

Mansur mengutarakan, bahwa sejak reformasi bahkan mungkin pada masa Orde Baru, baru sekarang ini Pemerintah Daerah menginstruksikan untuk mengisi kotak amal seikhlasnya.

“Kita ini saling mengingatkan, bahwa itu ilegal semestinya numpang pada Perda baznas,” tutur Ketua MPC Pemuda Pancasila Bondowoso ini.

Lanjut kata dia, bukankah kewajiban pemerintah untuk mensejahterakan rakyatnya melalui APBD, tanpa menghimpun dana sedekah atau kotak amal.

“Kalau bicara Dewan Riset Daerah (DRD) mereka sudah banyak pengalaman dan paham hukum. Pikiran nakal saya, saat ini mereka tidak diajak rembuk,” tutupnya. [san]

Tags: