Dewan dan Rumah Sakit Kompak Serang BPJS

Suasana Kantor Pelayanan BPJS Kesehatan.

Suasana Kantor Pelayanan BPJS Kesehatan.

DPRD Jatim, Bhirawa
Pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) terus disorot oleh DPRD Jatim. Mulai soal kepesertaan, tunggakan hingga pengadaan obat. Alhasil, saat dilakukan hearing dengan Komisi A DPRD Jatim bersama BPJS Jatim di Gedung DPRD Jatim, Rabu (22/6) kemarin berlangsung sengit. Bahkan banyak pihak rumah sakit pemerintah melakukan protes terkait dengan pelayanan BPJS yang cenderung merugikan pihak rumah sakit.
Anggota Komisi E DPRD Jatim dr Benyamin Kristanto  mempertanyakan soal uang tunggakan RS Syaiful Anwar Malang yang mencapai Rp 77 miliar pada 2015. Jika ini tidak segera diselesaikan dikhawatirkan menganggu cashflow rumak sakit. Termasuk soal penghapusan Perda Jamkesda, padahal di satu sisi masih banyak warga yang tidak mampu tidak di-backup oleh BPJS.  “Bagaimana tunggakan yang ada sampai sebesar itu. Kalau ini dibiarkan tentunya akan menganggu pelayanan rumah sakit kepada pasien termasuk cashflow rumah sakit. Termasuk soal penghapusan Perda Jamkesda lebih baik dilakukan pelan-pelan setelah pelayanan BPJS benar-benar sudah tidak amburadul,”tegas politisi asal Gerindra ini, Rabu (22/6).
Demikian juga dengan anggota Komisi E yang lain dari FPDIP Gunawan. Menurutnya banyak masyarakat yang mengadukan soal kepesertaan BPJS mandiri yang diwajibkan bersama keluarga. Padahal banyak pasien adalah buruh tani yang tentunya penghasilannya minim untuk membiayai BPJS mandiri. Artinya tak mungkin bagi dia untuk mendaftarkan seluruh keluarganya. ”Ini namanya pemaksaan. Kan niat didirikannya BPJS untuk membantu masyarakat untuk berobat murah, sementara yang miskin memperoleh pelayanan gratis dan semua ditanggung oleh pemerintah. Tapi kenyataannya yang terjadi BPJS seakan-akan sebagi institusi penghasil yang menarik dana dari masyarakat dengan seenaknya,”tegas pria asli Malang ini dengan nada intonasi tinggi.
Sementara itu anggota Komisi E DPRD Jatim M Ekhsan mempertanyakan soal sulitnya pasien yang akan berobat di malam hari di rumah sakit pemerintah dengan menggunakan kartu BPJS dengan alasan di jam itu sudah tidak ada pegawai dari BPJS. ”Terpaksa pasien disuruh pulang dan diminta berobat esok hari, karena tidak ada pegawai BPJS yang bisa melakukan validasi,”akunya.
Sementara dari pihak RS Syaiful Anwar yang diwakili oleh Wakil Direktur Sri Widayati mengakui jika tunggakan rumah sakit ke BPJS mencapai Rp 77 miliar. ”Namun saat ini sudah berkurang tinggal Rp 65 miliar. Molornya pelunasan ini karena proses validasi yang membutuhkan waktu yang cukup lama,”tegasnya dalam hearing.
Sementara dari pihak RS Soedono Madiun mengaku pelayanan pasien BPJS di tempatnya sangat amburadul, khususnya pada malam hari. ”Kalau di RS dr Soetomo bisa dilayani 24 jam, tapi di RS Soedono hanya sampai jam kerja saja. Ini kan namanya tidak adil,”tegas Siti, salah satu perwakilan dari RS Soedono.
Termasuk soal pengadaan obat. Ternyata satu bulan ini RS kehabisan stok obat BPJS.Akibatnya pihak rumah sakit dirugikan, karena ketika membeli obat lewat e-katalog harganya selangit. Dan yang paling mengenaskan ternyata BPJS tidak pernah mengakses e-katalog sehingga ada beberapa obat milik BPJS harganya cukup mahal dibanding yang ada di e-katalog. ”Terus bagaimana kerja BPJS ini,”aku Siti sewot.
Mendapat serangan seperti ini Kepala BPJS Perwakilan Jatim dr Mulyono gelagapan. Pihaknya berjanji akan melakukan evaluasi. Soal tunggakan sampai sebesar itu, karena pihak rumah sakit masih menggunakan sistem manual dalam melakukan perhitungan pelayanan BPJS. Sementara di beberapa rumah sakit milik pemerintah telah menggunakan IT. ”Karena masih menggunakan sistem manual, maka perhitungannya membutuhkan waktu lama.Persoalannya BPJS tidak mengurus satu rumah sakit, tapi ratusan rumah sakit baik milik pemerintah dan swasta dan dibutuhkan ekstra kehati-hatian,”lanjutnya.
Ditambahkannya, perhitungan perlu dilakukan secara hati-hati. Pasalnya,sempat timbul rumah sakit swasta yang menggunakan data fiktif. Di mana ada pasien BPJS yang melahirkan lewat bidan, tapi diklaim milik rumah sakit. ”Setelah dilakukan audit, ternyata rumah sakit tersebut menggunakan klaim fiktif, sehingga langsung kami coret dari kerjasama dengan BPJS,”papar Mulyono. [cty]

Tags: