Dewan Dukung Pusat Pengelolaan Limbah B3 oleh BUMD Jatim

Gedung DPRD Jatim

DPRD Jatim, bhirawa
Gubernur Jatim Soekarwo meminta pusat pengelolaan sampah regional terpadu yang akan segera dibangun oleh Pemprov Jatim di Dawarblandong Mojokerto nantinya dikelola oleh salah satu BUMD milik Pemprov Jatim. Sebab jika dikerjasamakan dengan pihak ketiga khususnya swasta, maka yang akan mendapat keuntungan besar bukanlah masyarakat.
”Kalau dikerjasamakan dengan pihak ketiga (swasta) saya tidak setuju karena mereka juga akan hutang ke bank untuk modal selanjutnya mereka yang akan mengeruk keuntungan besar. Kalau sama-sama hutang, ya sebaiknya diserahkan ke BUMD saja,” ujar orang nomor satu di Jatim saat dikonfirmasi MingguRabu (8/8).
Menurut Pakde Karwo sapaan akrab Soekarwo, ijin operasional dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk lahan pusat pengelolaan sampah regional sudah turun tapi berharap hanya seluas 5 hektar saja. “5 hektar yang sudah mendapat ijin itu akan segera dibangun rumah dan tempat bekerja. Sedangkan untuk keseluruhan lahan yang sudah dibeli Pemprov akan dibangun full pada 2019 mendatang,” jelasnya.
Pusat pengelolaan sampah regional di Jatim itu, lanjut Pakde Karwo akan difokuskan untuk pengelolaan limbah bahan berbahaya beracun (B3). Mengingat, hingga saat ini Jatim belum memiliki pusat pengelolaan limbah B3 padahal produksi limbah B3 Jatim menempati terbesar kedua se Indonesia.
“Tahun lalu Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jatim sudah dialokasikan anggaran sekitar 50 miliar untuk pengadaan lahan proyek pusat penggelolaan limbah B3. BUMD Jatim yang sudah mengajukan diri untuk ikut mengelola ada dua yaitu PT JGU dan PT PWU,” ungkap Gubernur Jatim Soekarwo.
Terpisah, anggota Komisi D DPRD Jatim Aliyadi mengatakan bahwa produksi sampah di Jatim mencapai 626 juta ton per-tahun. Sedangkan khusus untuk limbah B3 hampir 170 juta ton per-tahun. Berdasar kenyataan ini, politisi asal FPKB mendesak supaya Pemprov Jatim segera mewujudkan pengolahan sampah regional terpadu.
“Jatim telah memiliki Perda tentang Pengelolaan Sampah Regional Terpadu, tetapi belum efektif. Karena itu DPRD Jatim merekomendasikan, untuk segera menyelesaikan revisi Perda tersebut, yang telah terjadwal dalam Badan Legislasi daerah,” pinta Aliyadi.
Fakta tentang potensi sampah di Jatim, tambah Aliyadi cukup miris. Mengingat Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) baru terbangun sebanyak 18 unit IPAL komunal dari 74 kluster. Bahkan beberapa rumah sakit milik Pemda serta RS BLUD milik Pemprov Jatim juga belum memiliki IPAL. Padahal tupoksi program DLH merupakan aksi penyelamatan aset sumberdaya alam dan manusia.
“Untuk masa depan, lazimnya memperoleh prioritas terutama kebutuhan riil sarana dan prasarana lingkungan hidup terdapat beberapa program yang patut dimulai, dan telah menjadi kebutuhan daerah adalah laboratorium deteksi B3,” tambah politisi asli Madura.
Saat ini limbah sampah di Jatim tercatat sebanyak 32 ribu meter kubik per-bulan, termasuk di dalamnya limbah B3 sehingga Jatim merupakan provinsi terbesar kedua penghasil limbah B3 setelah Jabar. “Berdasarkan perhitungan keuntungan usaha, pengoperasian pusat limbah dan sampah, merupakan bisnis yang sangat menguntungkan karena itu kami mendukung jika ditangani oleh BUMD Jatim,” tambah Aliyadi. [cty]

Tags: