Dewan Jatim Perkuat Fungsi Legislasi

Karikatur DewanDPRD Jatim, Bhirawa
Masih adanya sikap arogansi yang ditunjukan oleh kepala daerah (eksekutif) terkait pengesahan Raperda sangat disesalkan oleh legislatif. Karenanya dalam diskusi yang akan membahas UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda) diharapkan mampu memperkuat kinerja dan fungsi anggota dewan khususnya masalah legislasi.
Ketua Komisi A DPRD Jatim, Freddy Poernomo mengaku jika dalam UU 23/2014 banyak sekali pasal-pasal yang harus dibahas khususnya dalam kedudukan anggota dewan sebagai penyelenggara negara namun di sisi lain sebagai unsur.
Selain itu, dalam UU tersebut disebutkan jika posisi DPRD sejajar dengan kepala daerah, tapi kenyataannya Ketua DPRD Jatim misalnya ternyata sejajar dengan Sekdaprov. Dengan begitu fungsi dewan dipastikan tidak dapat berjalan secara optimal.
“Hal-hal inilah yang nantinya akan menjadi pembahasan dalam seminar yang akan mendatangkan mendagri. Ini karena banyak hal yang krusial yang harus mendapatkan penjelasan secara detail. Apalagi dalam UU 23/2014 ada beberapa pasal yang berseberangan dengan UUD 1945,”tegas politisi dari Partai Golkar, Senin (2/2) yang rencananya dalam seminar tersebut mengundang Ketua Komisi A Provinsi se-Indonesia, ketua Komisi A kab/kota se-Jatim dan Ketua DPRD kab/kota se-Jatim.
Sementara itu, Anggota Komisi A DPRD Jatim yang lain, Miftahul Ulum menegaskan dalam seminar tersebut diharapkan ada sebuah solusi yang sering menjadi batu sandungan ketika dewan melakukan pembahasan terkait perda. Mengingat terkadang dewan sudah susah membahas sebuah perdan tiba-tiba saat dilakukan penandatanganan persetujuan eksekutif dalam hal ini bupati/walikota menolak memberikan persetujuan dengan alasan ada pasal yang tidak sesuai
“Coba bayangkan berapa anggaran dan waktu yang terbuang sia-sia hanya gara-gara bupati/walikota tidak memberikan persetujuan atas raperda yang telah dibahas oleh dewan selama berbulan-bulan hingga disetujui di internal dewan lewat proses paripurna hanya gara-gara ada pasal yang ditolak oleh kepala daerah.
Seperti yang terjadi di Jember dimana ada dua Raperda yang ditolak bupati karena yang bersangkutan tidak berkenan, dan jadilah rakyat dan dewan yang dirugikan,”tegas politisi asal PKB.
Karenanya, dengan seminar yang mengundang Mendagri diharapkan ada sebuah kesamaan persepsi dalam melihat UU 23/2014. Selain memanfaatkan belum keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) atas UU 23/2014 yang nantinya akan merinci secara detail tentang UU tersebut. [cty]

Rate this article!
Tags: