Dewan Jatim Tolak Pengadaan Baju Batik

model-baju-batik-modern-wanita-2013DPRD Jatim, Bhirawa 
Rencana pengadaan baju batik yang digagas oleh Pimpinan DPRD Jatim dipastikan sulit terealisasi. Ini karena sejumlah anggota dewan menolak dilakukan pengadaan, dan justru mendukung setiap anggota dewan menggunakan baju batik yang dimilikinya.
Anggota Fraksi Gerindra Jatim, Banyamin Kristanto mengaku daripada uang APBD Jatim dihambur-hamburkan hanya untuk pengadaan baju batik yang tidak lebih mendesak, lebih baik digunakan untuk kepentingan rakyat Jatim seperti pengentasan kemiskinan atau
penyelesaian disapritas wilayah.
”Saya kira masalah baju batik tidak terlalu urgent. Untuk itu tidak perlu dilakukan pengadaan. Apalagi saya jamin setiap masyarakat Indonesia, khususnya anggota dewan memiliki baju batik, meski harganya tidak mahal,”tambah mantan Dirut RS Williamboth, Rabu (17/9).
Menurutnya  dirinya malu jika ada pengadaan dan baju batik anggota DPRD Jatim diseragamkan. Hal ini tak lebih seperti siswa, yang baju sekolahnya diseragamkan. ”Bahkan saya melihat seperti penerima tamu seperti kondangan,”lanjutnya.
Sementara, Anggota Fraksi Demokrat Jatim, Samwil menegaskan, menjaga kearifan lokal tidak harus dengan pengadaan seragam. Sebab, hal itu justru akan memunculkan kesan negatif bagi anggota dewan.
“Pakai batik tidak masalah. Tetapi tidak perlu diseragamkan. Toh, setiap anggota pasti sudah punya batik. Kalau bisa beli sendiri, kenapa harus pengadaan?Karena itu, rencana ini harus ditinjau lagi.Azaz manfaat harus dikedepankan,”tegas pria asal Bawean ini.
Dia khawatir, program pengadaan ini hanya dimanfaatkan sebagian orang untuk mencari keuntungan saja. Dalihnya untuk menjaga kearifan lokal. “Saya tidak menuduh. Tetapi, bisa saja seperti itu. Misalnya mereka yang selama ini bergelut dengan usaha itu,”tukasnya.
Penolakan serupa juga disampaikan anggota dewan lainnya. Mereka menganggap, jatah pakain sipil harian dan pakaian sipil resmi lengkap sudah  cukup. Sehingga tidak perlu ada pengadaan baru lagi. “Kalau sampai ada pengadaan, itu namanya pemborosan,”tutur Achmad Heri, anggota FNasDem.
Ketua Panitia Khusus (Pansus) Tata Terib (Tatib) DPRD Fredi Poernomo mengatakan, jadi atau tidaknya aturan tentang pakaian batik untuk anggota DPRD bergantung pada keputusan paripurna.
“Terserah paripurna nanti. Kalau memang tidak sepakat ya tidak apa-apa. Yang pasti, semangat kami hanya ingin melestarikan batik,”katanya.
Fredy menjelaskan, meski dimasukkan di dalam tatib, bukan berarti akan ada penyeragaman untuk jenis batik yang akan dipakai. Semua terserah pilihan anggota dewan masing-masing. “Anggota dari Bojonegoro silahkan pakai batik Bojonegoro. Begitu juga yang berasal dari Madura dan dan Tuban. Tidak harus seragam. Yang penting batik,’tegasnya. [cty]

Tags: