Dewan Pendidikan Surabaya Bentuk Tim Independen

stop-pungliSurabaya, Bhirawa
Dewan Pendidikan Surabaya mulai bergerak menyikapi sejumlah persoalan pendidikan yang mencuat di Kota Pahlawan akhir-akhir ini. Langkah awal yang dilakukan ialah membentuk tim independen dari berbagai institusi terkait untuk memberi masukan kepada pemerintah baik eksekutif maupun legislatif.
Tim Independen itu terdiri dari akademisi dari Perguruan Tinggi Negeri (PTN), Komisi Pelayanan Publik (KPP) Jatim, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jatim dan Ombudsman RI (ORI) Jatim. Ketua Dewan Pendidikan Surabaya Martadi mengatakan, tim independen ini bersifat ad hoc, artinya tidak berfungsi selamanya.
“Ini inisiatif dari semua pihak yang tidak punya kepentingan apapun. Tujuannya membantu mengurai masalah pendidikan di Surabaya,” tutur Martadi usai menggelar rapat pembentukan tim independen di Kantor KPP Jatim, (12/1).
Usai berkumpul, tim independen ini akan mengajukan usul ke Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya supaya diperkenankan mendalami bahkan menginvestigasi lebih jauh akar masalah pendidikan yang muncul akhir-akhir ini. Khususnya terkait dugaan pungugtan liar (Pungli) yang akhir-akhir ini justru membuat resah seluruh sekolah di Surabaya.
“Jika wali kota mengizinkan, tim ini bisa langsung bekerja. Kalau tidak ya tidak masalah,” ujar Martadi.
Tidak hanya memberi masukan kepada Pemkot Surabaya, Martadi juga mengaku siap jika harus berhadapan dengan DPRD Surabaya dalam kapasitas memberi masukan. Sebab, cara menangani masalah pendidikan tidak bisa sembarangan. Perlu cara yang lebih edukatif agar tidak membuat kepala sekolah, guru dan siswa justru tidak nyaman seperti yang dilakukan DPRD Surabaya beberapa waktu terakhir.
“Kami hanya ingin mengkaji dan memberi masukan, bukan berbenturan. Silahkan DPRD tetap menjalankan fungsi pengawasan. Tapi jangan sampai membuat suasana sekolah tidak nyaman,” tegas dia.
Khusus terkait dugaan pungli, Martadi menegaskan, regulasi yang dibuat masih abu-abu. Dalam UU Sisidiknas tahun 2003 yang membolehkan adanya partisipasi masyarakat, sedangkan dalam Permendikbud nomor 60 tahun 2011 justru melarang. Selain itu, dalam Permendikbud 44/2013 terdapat klausul yang membolehkan sumbangan dari wali murid dan Perda Kota Surabaya nomor 16/2012 yang menjelaskan terkait pungutan dari peserta didik dan wali  murid yang berlaku secara perundang-undangan.
“Dari sini jelas ada ketidakkonsistenan aturan terkait pungutan dari masyarakat. Sehingga, ada ruang yang bisa dimanfaatkan oleh sekolah untuk melakukan praktik yang disebut pungli,” tutur Martadi.
Kemudian yang perlu dikaji ialah dari sisi pengawasan, peran komite sekolah, hingga kasus per kasus yang muncul ke permukaan. Martadi menganggap, jika pengawasan yang sudah dilakukan pengawas sekolah tentunya persoalan pungli bisa diantisipasi sejak awal.
“Bisa jadi pengawas sekolah yang belum optimal atau tidak memiliki kewenangan di dalamnya,” kata dia.
Martadi menegaskan, jika terdapat aturan khusus yang menjelaskan terkait pungutan ke wali murid, ini tentu akan lebih baik. Sekolah tidak perlu was-was. Namun yang harus dicermati bagaimana mekanismenya.
“Terus terang, sekolah sekarang itu resah. Boleh apa tidak ada pungutan ke wali murid. Kalau memang harus ada pungutan, ya sudah, dibuat saja aturannya,” kata dia.
Sebelumnya, Koordinator Pengawas Sekolah Surabaya Bambang Soegijanto mengaku tak dapat berbuat banyak mengatasi dugaan  pungli di Surabaya. Sebab, pengawas sekolah memiliki keterbatasan wewenang dalam mengawasi sekolah.
“Secara normatif, tugas kita mengawasi proses belajar mengajar dan manajerial kepala sekolah,” tutur Bambang.
Meski demikian, mantan Sekretaris Dindik Surabaya ini mengaku telah merapatkan barisan dengan seluruh pengawas di Surabaya untuk mengantisipasi hal itu terulang. Namun, lagi-lagi Bambang mengaku kesulitan jika sudah masuk ke ranah keuangan sekolah. Karena itu, pihaknya berharap ke depan inspektorat ikut andil dalam mengawasi keuangan sekolah. “Tugas kita hanya pembinaan sekolah. Jadi tidak bisa sampai masuk ke persoalan pungutan,” kata dia. [tam]

Tags: