Dewan Pers Menolak RKUHP Kebebasan Pers

M Nuh.

Surabaya, Bhirawa
Ketua Dewan Pers, Prof Moh Nuh menolak dengan tegas rancangan kitab undang-undang hukum pidana (RKUHP) terkait dengan kebebasan pers. Hal itu diungkapkan Prof Nuh dalam menyikapi pasal-pasal dalam RKUHP, yang dinilainya sebagai pasal karet.
Salah satunya ia menyoroti soal pasal penghinaan terhadap presiden. Menurutnya jika aturan itu di baca secara kalimat ini memiliki kerawanan. Sebab, ada sekitar 10 pasal yang dinilai nya terkait dengan pemberitaan dan sanksi.
“Membedakan antara kritik dan penghinaan itu kan repot. Lah, yang pasal karet atau cenderung diterjemahkan sesuai keinginan, baik di asosiasi jurnalistik maupun dewan pers sudah sepakat yang punya potensi untuk mengekang kita tegas menolak,” ungkap dia, Sabtu (28/9).
Mantan Mendikbud itu juga mengatakan, jika dilihat dari proses pembuatan undang-undang anatara pemerintah dan DPR RI sudah setuju. “Ini tinggal di dok aja. Tapi teman-teman masih mengingatkan untuk ditinjau ulang,” papar dia.
Ia juga menyebut perancangan KUHP terlalu naïf karena dalam perancangannya tidak memikirkan tantangan di jamannya. Pasalnya, dalam membuat undang-undang bukan hanya sekedar masa kini. Melainkan juga kemampuan dalam mengantisipasi persoalan kedepan.
“Kalau KUHP jamannya agraria, society, masyarakat bertani. Wajar kalau masyarkat ngurusi bebek (peternakan). Tapi jika sekarang jamannya revolusi industri 4.0 ya ndak nyambung lagi,” ujar dia.
Sementara itu, disinggung terkait kekerasan terhadap wartawan yang melibatkan oknum kepolisian, Prof Nuh menuturkan jika dalam waktu dekat pihaknya akan bertemu dengan Kapolri untuk mendiskusikan terkait persoalan peliputan jurnalistik dan undang-undang pers. Kendati begitu, pihaknya juga bverupaya dalam mendorong para jurnalis dalam meningkatkan kompetensi jurnalistiknya.
“Kerjasama dengan polri untuk saling memahami urusan rakyat selama ini sudah ada. Tapi harus di update dan diperkuat. Sehingga kasus (kekerasan) yang terjadi dengan kawan-kawan jurnalis, seharusnya tidak perlu terjadi dan jangan terjadi. Dan tidak boleh terulang,” tegas Prof Nuh.
Menurut Prof Nuh, kekerasan terhadap jurnalis harusnya tidak boleh terjadi. Sebab, kebebasan berpendapat dan kebebasan kemerdekaan pers menjadi pengontrol dalam negara demokrasi. “Karena demokrasi tanpa cek dan balancesis akan bergeser ke otoriter,” urainya. [ina]

Tags: