Dewan Pers Sebut Hoax Banyak Diproduksi Media Terkini

Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo menjelaskan tentang bahayanya berita hoax di Hotel Utami, Kamis (19/10).

Surabaya, Bhirawa
Hoax atau informasi maupun berita palsu melalui media sosial (medsos) dan media online kian menjamur dewasa ini. Hal itu diakui oleh Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo yang mengakui sering menjumpai dan menangani pemberitaan atau informasi hoax yang berasal dari media sosial dan media online.
“Hoax banyak diproduksi oleh media-media saat ini. Bahkan kita tahu ada bisnis kebencian juga di dalamnya, seperti yang dilakukan kelompok Saracen,” kata Yosep saat berada di Hotel Utami Sidoarjo, Kamis (19/10).
Ia menjelaskan, baru-baru ini Dewan Pers menerima pengaduan dari Kepala KSP (Kantor Staf Presiden) Teten Masduki. Pengaduan ini terkait pemberitaan yang menyatakan Teten Masduki menerima uang sebesar Rp 200 miliar dengan tujuan untuk mengerjai Panglima TNI. Setelah melakukan kroscek terhadap kantor media pemberita hal ini, ternyata kantor media itu hanyalah rumah kosong di kawasan Depok.
Perihal kasus ini, pria yang akrab dipanggil Stanley ini mengaku, Dewan Pers akan memproses kasus tersebut. Tapi dengan merekomendasikan agar kasus ini ditangani oleh penyidik polisi, bukan di Dewan Pers. Atas peristiwa tersebut, Stanley ‘menabuh’ genderang perang terhadap pemberitaan maupun informasi yang bersifat hoax.
“Terhadap informasi maupun berita hoax ini, mari kita perangi bersama. Karena masalah hoax ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tapi di seluruh dunia. Makanya kita perlu tingkatkan kompetensi bagi setiap wartawan,” tegasnya.
Stanley menambahkan, beberapa waktu lalu dirinya diundang untuk menjadi observer pada pertemuan Dewan Pers seluruh Eropa. Terkait hoax, lanjut Stanley, negara dunia juga mengeluhkan persoalan yang sama. Di Jerman, Georgia, Rusia, bahkan di Catalunya Spanyol, persoalan yang dihadapi juga sama dengan ide referendum setempat.
Karena itu, Stanley mengaku, pers harus merebut kepercayaan publik yang selama ini hilang, pasca Pilpres 2014 dan Pilkada 2017 di DKI Jakarta. Saat itu pers kehilangan kepercayaan dari publik. Dan publik lebih mempercayai berita-berita yang berada di medsos. “Tugas kita bersama adalah mengembalikan kepercayaan publik terhadap pers. Salah satunya dengan memerangi adanya hoax,” pintanya. [bed]

Tags: