Dewan Prihatin Belasan Kades Diduga Korupsi Terlibat Kasus Peyimpangan ADD/DD

nggota-Komisi-B-DPRD-Kab-Malang-H-Hadi-Mustofa.

nggota-Komisi-B-DPRD-Kab-Malang-H-Hadi-Mustofa.

Kab Malang, Bhirawa
Dugaan adanya penyimpanan anggaran Dana Desa (ADD) bersumber dari APBD dan Dana Desa (DD) bersumber dari APBN yang dilakukan beberapa Kepala Desa (Kades) yang tersebar di Kabupaten Malang,  Minggu (10/4) kemarin menjadi perhatian serius dari Anggota Komisi B DPRD Kabupaten Malang.
Anggota Komisi B DPRD Kabupaten Malang, H Hadi Mustofa, mengaku prihatin melihat kasus tersebut. “Sudah ada 11 kades yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian,” tutur Hadi.
Dengan adanya kasus dugaan korupsi ADD/DD tersebut, tegas dia, maka dirinya meminta kepada Pemkab Malang agar membentuk tenaga pendamping desa, yang bertujuan untuk membantu memberikan pemahaman, serta mengawasi aliran dana yang dikucurkan kepada masing-masing desa. “Jika tidak ada tenaga pendamping, kita khawatirkan akan banyak kades tersandung masalah kasus korupsi,” ujarnya.
Karena, masih banyak sebagian besar kades tidak paham terkait membuat perencanaan, Rancangan Anggaran Belanja (RAB), dan penggunaan anggaran. Dan agar kades tidak banyak tersandung dugaan korupsi, maka harus ada pendamping desa yang pro aktif.
“Sebab, bisa saja sebagian para kades tidak mampu mengelola anggaran secara benar. Namun, jika ada kades yang paham tentang pengelolaan ADD/DD, tapi ada niat untuk korupsi, tentunya itu yang menjadi perhatian kita,” ujarnya.
Karena itu pihaknya, mengharapkan agar Pemkab Malang secara intens juga memberikan pemahaman terkait program kerja aparat desa dalam memanfaatkan ADD/DD, baik yang bersumber dari APBD maupun APBN.
“Dan Pemkab sendiri juga harus ikut bertanggungjawab dalam memberikan pelatihan, agar pemanfaatan anggaran tepat sasaran dan tidak disalahgunakan,” tegas dia.
Menurut Mustofa, sebelas kades yang kini dijadikan tersangka oleh Polres Malang, kemungkinan ada kesalahan administrasi. Dan kemungkinan juga payung hukum dalam pemanfaatan dana tersebut tidak jelas. Selain itu, dengan banyaknya anggaran desa yang diglontorkan oleh pemerintah, membuat kepala desa dan aparatnya panik.
“Sebab, selama ini anggaran yang dikucurkan melalui APBD terbatas, dan tiba-tiba ada kucuran dana dari pusat dengan jumlah besar, kadesnya panik. Sehingga mereka bingung untuk membuat program pembangunan desa. Dan apalagi kades tidak dibekali bagaimana mengelola anggaran yang benar,” ucapnya.
Secara terpisah, Kasat Reskrim Polres Malang, AKP Adam Purbantoro membenarkan, jika pihaknya telah menangani kasus dugaan korupsi 11 kepala desa atas tuduhan tindak pidana korupsi ADD/DD. Sedangkan dari 11 kades tersebut sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Sementara, kasus korupsi ini terungkap setelah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jawa Timur (Jatim) melakukan ekpose beberapa waktu lalu.
“Tidak hanya 11 kades yang diduga terlibat korupsi, ada tiga kades lagi yang direkomendasi BPKP terlibat kasus yang sama,” terangnya.
Menurut Adam, ada dua perkara yang sudah di ekspose BPKP adalah dugaan korupsi ADD di Desa Druju, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, dan Desa Sukoraharjo, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang. Sedangkan dua kades itu sama-sama diduga menggelapkan dana ADD tahun 2013 dan 2014. Dan selain dua perkara tersebut, Polres Malang juga masih mengajukan ekspose satu perkara tersisa. Yaitu dugaan korupsi Dana Bantuan Keuangan  Desa  tahun 2013 dari Provinsi Jatim.
“Namun,  belum dipastikan, kapan ekspose susulan ini bisa dilaksanakan. Dan hingga saat ini belum diketahui berapa kerugian negara yang ditimbulkan dari tindakan dugaan kasus korupsi yang melibatkan para kades di wilayah Kabupaten Malang ini,” pungkas Adam.  [cyn]

Tags: