Dewan Sidak Pabrik KTM, Antisipasi Pendirian Pabrik Gula Rafinasi

Rombongan Komisi B DPRD Jatim saat sidak di PT Kebun Tebu Mas (KTM)  di Lamongan, Selasa (17/3). Perusahaan ini disebut-sebut memproduksi gula rafinasi, karena itu DPRD Jatim datang untuk memastikannya.

Rombongan Komisi B DPRD Jatim saat sidak di PT Kebun Tebu Mas (KTM) di Lamongan, Selasa (17/3). Perusahaan ini disebut-sebut memproduksi gula rafinasi, karena itu DPRD Jatim datang untuk memastikannya.

DPRD Jatim, Bhirawa
Serangan gula rafinasi yang bertubi-tubi membuat nasib petani tebu di Jatim semakin hancur. Tidak terserapnya gula lokal hingga mencapai 850 ribu ton di sejumlah gudang milik PTPN menambah kondisi pergulaan di Jatim semakin tidak jelas. Karena itu dengan  berdirinya pabrik gula baru PT KTM (Kebun Tebu Mas) di Kab Lamongan diharapkan mampu membawa angin segar terhadap produk gula di Jatim. Bukan malah sebaliknya, makin menghancurkan petani tebu Jatim.
Anggota Komisi B DPRD Jatim Agus Maimuna menegaskan sidak ini dilakukan karena beredar rumor berdirinya PT KTM untuk memproduksi gula rafinasi.  Selain itu dikhawatirkan pabrik ini tidak menggunakan tebu rakyat, namun menggunakan bahan impor row sugar.
“Sidak ini untuk mencari jawaban atas berbagai kekhawatiran itu. Karena Komisi B DPRD Jatim tidak ingin petani tebu di Jatim semakin hancur ekonominya, akibat serbuan gula rafinasi,” ujar politisi dari Fraksi PAN ini, Selasa (17/3).
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi B DPRD Jatim Khabil Mubarok menuturkan dari hasil sidak ini juga ingin diketahui apakah PT KTM sudah mengantongi Izin Usaha Perkebunan (IUP).  Jika izinnya belum ada  akan menjadi persoalan di belakang hari, justru  di saat pabrik ini sudah beroperasi.
“Berdirinya pabrik gula ini disebut 90 persen saham lokal, sedangkan 10 persen PMA atau pemodal asing dari Inggris. Namun kita belum mengetahui secara detil, apa kondisinya seperti itu. Dikhawatirkan fakta sebenarnya malah sebaliknya, dan ini perlu dicermati. Karena jika sebaliknya, dikhawatirkan pabrik gula ini akan mengutamakan impor untuk bahan produksinya, bukan menggunakan tebu petani. Ini yang benar-benar harus dicermati dan dipastikan agar tidak memunculkan gejolak nantinya,” tegas politisi dari Fraksi PKB ini.
Kepala Dinas Perkebunan Jatim Syamsul Arifin menambahkan, pihaknya bersama Komisi B DPRD Jatim akan mengevaluasi secara detil terkait pabrik gula KTM, terutama menyangkut penghitungan pembelian tebu petani. Mengingat pabrik KTM menggunakan sistem beli putus yang tidak menghitung ampas maupun tetes tebunya. Sedangkan selama ini PTPN XI dan XII memasukkan itu sebagai hitungan. “Rencananya dalam waktu dekat ini, kami akan hearing dengan Komisi B terkait permasalahan ini sebelum pemerintah menetapkan Harga Pokok Pemerintah (HPP) gula pada April ini,”lanjutnya.
Syamsul menegaskan, evaluasi ini harus dilakukan karena Pemprov jatim ingin adanya pabrik gula baru ini  bisa membangkitkan kembali ekonomi petani tebu di Jatim, bukan malah petani kembali menjadi korban.
Sementara itu  Operation Director PT KTM Sj Agus Susanto  menyatakan dibangunnya pabrik gula ini akan menyerap tebu petani tidak hanya dari Lamongan, tapi juga dari luar Lamongan yaitu Tuban dan Bojonegoro, Madiun dan wilayah lain di Jatim. Gula tersebut untuk memenuhi kebutuhan nasional yang masih ada kekurangan. Sedang untuk gula rafinasi pihaknya berkomitmen untuk memenuhi kebutuhan perusahaan makanan dan minuman.
“Saya pastikan gula rafinasi hasil pabrik ini tidak akan merembes ke pasar, sedangkan terkait dengan izin  sebagian sudah tuntas, mulai dari pusat, provinsi sampai kabupaten/kota, tapi memang ada sebagian yang masih dalam proses,” tegasnya.
Bagaimana soal dengan keinginan Komisi B dalam pembelian tebu petani, menurut Agus Susanto pihaknya masih menghitung. “Yang pasti petani jangan sampai merugi. Bagaimana kami untung petani juga untung,”tambahnya. [cty]

Tags: