Dewan Sidoarjo Anggap BRT Terkesan Dipaksakan

Bus Trans Sidoarjo  (1)Sidoarjo, Bhirawa
Melihat kondisi BRT (Bus Rapid Transit) atau Bus Trans Sidoarjo yang telah dievaluasi sementara terus merugi. Menurut salah satu anggota dewan Sidoarjo perlu dipertanyakan kejelasannya dan lagi pelaksanaan BRT sejak awal sudah kurang bagus persiapannya, terlalu dipaksakan.
Hal itu ditegaskan anggota Komisi C DPRD Sidoarjo, Muh Nizah SH Rabu (6/1) kemarin saat ditemui sebelum mengikuti acara Paripurna. Ia mengungkapkan kalau BRT itu sejak awal terlalu dipaksakan, padahal di wilayah Surabaya ditolak, di Gresik juga ditolak, mengapa di Sidoarjo mau menerima bantuan bus sebanyak 30 unit itu. Akhirnya, ujung-ujungnya seperti ini merugi terus.
”Kalau sudah merugi terus seperti ini, bagaimana pendanaan yang sudah dikeluarkan itu, baik dana dari provinsi maupun dana dari Sidoarjo sendiri. Begitu juga dalam pembangunan halte-halte sebanyak 16 tempat itu juga banyak yang menggunakan spadan jalan, atau di trotoar yang semestinya dipakai untuk pengguna jalan kaki. Dengan adanya halte yang seperti itu, akhirnya juga sangat mengganggu para pejalan kaki. Mereka para pengguna trotoar harus turun ke jalan, kalau sudah seperti itu akhirnya mengganggu kendaraan yang lewat,” jelas Nizah.
Maka, tegas Nizah,  saya sebaiknya cepat-cepat dievaluasi karena kondisinya sudah merugi terus. Setelah dievaluasi terus dicarikan jalan keluarnya, bagaimana baiknya BRT ini kedepan. “Kalau begini terus kondisinya Pemkab Sidoarjo akan terus merugi, daripada seperti itu lebih baik uangnya bisa digunakan untuk kepentingan yang lain,” tegas Nizar politisi dari Partai Golkar.
Perlu diketahui pihak Dishub Sidoarjo telah melakukan evaluasi secara intern, hasilnya terus merugi. Nantinya juga akan dilakukan evaluasi secara lengkap, melibatkan eksternal, dengan pihak terkait agar hasilnya bisa diketahui secara terbuka dan transparan.
Sementara itu, Kabid Sarpras Dishub Sidoarjo, Edi Setyono menjelaskan, dari 10 bus yang sudah berjalan ini, untuk biasa operasionalnya masih mendapatkan Subsidi dari pihak PO Damri selaku otoritas trayek. Masih belum mandiri, karena kondisi penumpangnya setiap hari baru bisa mencapai 15 hingga 20 penumpang saja. Jika penumpangnya setiap hari sudah mencapai 40 hingga 50 orang per bus, per hari, maka BRT sudah bisa mandiri.
Biaya transportasi untuk bahan bakar saja sekitar Rp4,8 juta, belum termasuk gaji sopir dan yang lainnya. Sementara pendapatan perharinya hanya sekitar Rp2,4 juta. Dengan kondisi seperti ini, untuk biaya operasional masih terus mendapatkan subsidi dari PO Damri Jatim. [ach]

Tags: