Dewan Sidoarjo Desak RPH Taman Ditutup

Anggota Komisi C Dewan Gresik, Saiful Ma'ali.

Anggota Komisi C Dewan Gresik, Saiful Ma’ali.

Sidoarjo, Bhirawa
Tidak ada alasan untuk tak menutup RPH (Rumah Pemotongan Hewan) Taman (bukan RPH Ngelom, seperti berita dengan judul Distan Lempar Tanggung Jawab Soal RPH Ngelom). Dinas Pertanian dan Peternakan Sidoarjo harus bergerak menutup RPH liar itu sebelum dampak kerusakan lingkungan dari dampak pemotongan hewan makin meluas.
Komisi A DPRD Sidoarjo menyayangkan kenapa instansi terkait tutup mata terhadap pelanggaran ini, padahal RPH Taman itu telah nyata-nyata mencemari Sungai Buntung di Kec Taman dan Waru. Komisi A tak keberatan dan justru mendukung bila ada keinginan swasta membangun RPH. Tetapi siapkan dulu lahannya, termasuk instalasi pengolahan limbah, izin dilengkapi semua. Baru RPH dioperasikan setelah semua persyaratan dipenuhi.
Tetapi RPH Taman ini sama sekali tak menggubris semua persyaratan, selama dua bulan ini memotong 17 hingga 20 ekor sapi per hari dan membuang jeroan dan darah ke Sungai Buntung.
”Solusinya Cuma satu, RPH Taman ini harus tutup. Dinas Pertanian dan Peternakan harus cepat menyelesaikan masalah ini,” kata anggota Komisi C, Saiful Ma’ali.
Bermula dari penutupan RPH Ngelom, Kec Taman, setelah didemo masyarakat sekitar akibat polusinya sekitar tiga bulan lalu. Namun ketenangan warga tak berlangsung lama. Pasca penutupan para jagal RPH Ngelom bergeser di Desa Taman, Kec Taman, yang tak jauh dari lokasi Ngelom, dengan membuka usaha sama. Kali ini membuka usaha jagal sapi di sebuah lahan kosong milik warga.
Bahkan lebih ganas lagi, kotoran sapi berupa jeroan dan darah yang dikeluarkan itu langsung dijeburkan ke Sungai buntung. Padahal tiap harinya 17 ekor sapi disembelih. Mengingat aktifitasnya dilakukan tengah malam hingga dini hari, maka sulit dideteksi warga. Namun anggota Komisi A DPRD Sidoarjo pernah menyanggong hilir mudiknya mobil pick up pengangkut sapi yang masuk ke rumah jagal itu.
”Kalau melihat ke sana siang hari memang tak terlihat aktivitas apapun, tetapi coba tengah malam,” ujarnya.
Dinas Pertanian dan Peternakan, menurut Saiful, tidak bisa bertindak dengan alasan itu bukan kewenangannya. Lalu kewenangan apa yang dimiliki sehingga ada pencemaran seperti itu dibiarkan ada bisnis yang mencemari sungai yang bekerja tanpa izin.
Komisi C sudah menjadwalkan pada 2 Februari mendatang akan mengundang Dinas Pertanian dan Peternakan, BPPT, serta pihak terkait untuk membicarakan persoalan in. Intinya pengusaha yang mau membuka usaha supaya mengikuti aturan main, yakni mengikuti prosedur. ”Silahkan saja membuka usaha tetapi jangan merugikan masyarakat luas,” ujarnya. [hds]

Tags: