Dewan Sidoarjo Nilai BRT Terus Merugi

Suasana-BRT-yang-sedang-menaikan-dan-menurunkan-penumpang-di-Halte-Larangan. [achmad-suprayogibhirawa].

Suasana-BRT-yang-sedang-menaikan-dan-menurunkan-penumpang-di-Halte-Larangan. [achmad-suprayogibhirawa].

Sidoarjo, Bhirawa
Setelah dievaluasi secara internal sementara oleh Dinas Perhubungan Pemkab Sidoarjo, keberadaan BRT (Bus Rapid Transit) atau Bus Trans Sidoarjo yang sudah dilaunching pada 21 September 2015 lalu, ternyata hasilnya belum maksimal, masih terus merugi belum sesuai pada kondisi yang ditargetkan. Beberapa anggota dewan juga menyatakan kalau Dishub Sidoarjo kurang koordinasi dengan Dishub Jawa Timur.
Hal tersebut ditegaskan oleh anggota DPRD Sidoarjo dari Komis C Aditya Nindiyatman, Selasa (5/1) kemarin.  Selain itu, soal pengoperasian BRT Sidoarjo, Aditya menyatakan kurangnya sosialisasi Dishub kepada masyarakat. Sehingga, sampai saat ini masyarakat masih terlihat pasif untuk menggunakan BRT. “Meskipun terlihat ada penumpang, namun tidak terlihat seperti halnya bus Trans Jakarta yang terlihat begitu efektif dan warganya sangat antusias,” katanya.
Politisi PKS ini juga menegaskan kalau masyarakat khususnya Sidoarjo, kini masih menggunakan transportasi pribadi daripada harus beralih ke BRT. Dishub harus segera berupa untuk mengubah pola pikir masyarakat, agar bisa menggunakan BRT Sidoarjo.
“Kami menilai kerja Dishub belum maksimal. Kenyataannya BRT hanya beroperasi di Sidoarjo saja, tidak bisa masuk ke kota Surabaya. Sehingga minat masyarakat untuk menggunakan jasa BRT masih kurang,” tegasnya.
Terpisah, anggota Komisi C DPRD Sidoarjo, Dhamroni Chludori mengatakan belum maksimalnya target pendapatan yang diharapkan dari BRT tersebut perlu ditelaah terlebih dahulu, apa kendalanya, apakah karena memang rutenya.
“Sementara Pemkab Sidoarjo sendiri sangat ‘pakewuh’ dengan diluncurkan BRT itu, pemerintah ingin memberikan moda pelayanan untuk masyarakat yang terbaik. Belum lagi, masalah protes dari sopir-sopir angkot yang merasa terganggu, merasa terkurangi pendapatnnya,” tegas Dhamroni.
Ditambahkan Dhamroni, rute awalnya saja sudah terganggu, makanya perlu adanya skema yang baik, agar keberadaan BRT tidak menambah kemacetan. “Kita lihat dari haltenya sendiri masih kurang memadai, tidak standar, halte bus, masih banyak yang ditrotoar. Mestinya harus menjorok kedalam agar tidak mengganggu lalulintas jalan, sehingga ada ruang untuk menurunkan dan menaikan penumpang,” jelasnya.
Sebelumnya, Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Darat dari Dishub Sidoarjo, Edy  Setyono, saat dimintai keterangan kemarin juga mengatakan mengaku kalau kondisi BTR yang terus merugi itu sudah dilakukan evaluasi dari internal Dishub Sidoarjo.
“Nantinya kami juga akan melakukan secara lengkap, juga melibatkan eksternal dengan pihak terkait agar hasilnya bisa diketahui secara terbuka dan transparan,” ujarnya.
Menurutnya, dari 10 bus yang sudah berjalan itu, untuk biasa operasionalnya masih mendapatkan Subsidi dari pihak PO Damri selaku otoritas trayek. Kondisi penumpangnya setiap hari baru bisa mencapai 15 hingga 20 penumpang saja. “Jika penumpangnya setiap hari sudah mencapai 40 hingga 50 orang per bus, per hari, maka BRT sudah bisa mandiri,” katanya.
Biaya transportasi untuk bahan bakar saja sekitar Rp4,8 juta, belum termasuk gaji sopir dan yang lainnya. Sementara pendapatan perharinya hanya sekitar Rp2,4 juta. Dengan kondisi seperti ini, untuk biaya operasional masih terus mendapatkan subsidi dari PO Damri. “Makanya kami belum bisa mengambilkan dari anggaran APBD, yang bisa mestinya dari APBD Provinsi Jatim, yakni Dishub Prov Jatim karena pihak PO Damri juga berada di wilayah Provinsi Jatim,” jelas Edi. [ach]

Rate this article!
Tags: