Dewan Sumenep Didemo Nelayan Tiga Kecamatan

Sedikitnya 150 nelayan Sumenep dari berbagai wilayah pesisir di Desa Lobuk, Kecamatan Bluto, Desa Saronggi, Kecamatan Saronggi dan Desa Padike, Kecamatan/Kepulauan Talango serta Pulau Giligentinga mendatangi kantor DPRD setempat. sul/bhirawa/bhirawa]

Sedikitnya 150 nelayan Sumenep dari berbagai wilayah pesisir di Desa Lobuk, Kecamatan Bluto, Desa Saronggi, Kecamatan Saronggi dan Desa Padike, Kecamatan/Kepulauan Talango serta Pulau Giligentinga mendatangi kantor DPRD setempat. sul/bhirawa/bhirawa]

Sumenep, Bhirawa
Sedikitnya 150 nelayan Sumenep dari berbagai wilayah pesisir di Desa Lobuk, Kecamatan Bluto, Desa Saronggi, Kecamatan Saronggi dan Desa Padike, Kecamatan/Kepulauan Talango serta Pulau Giligentinga mendatangi kantor DPRD setempat.
Mereka menolak Peraturan Menteri Perhubungan RI Nomor 82 2014 tentang tata cara penerbitan surat persetujuan berlayar. Pasal 5 berbunyi, surat persetujuan berlayar berlaku 24 jam dari waktu diterbitkan dan hanya dapat digunakan untuk satu kali pelayaran.
Selain berorasi, mereka membawa sejumlah poster yang bertuliskan ‘Pasal 5 surat persetujuan berlayar berlaku 24 jam kami tolak’, ‘Kami bukan pencuri, kami hanya nelayan yang mencari nafkah’ dan ‘Jangan tindas rakyat nelayan’. “Aturan tersebut sangat memberatkan bagi nelayan Sumenep, karena Sumenep ini memiliki banyak pulau dan kesulitan melakukan perijinan setiap hari,” kata Edi Junaidi, korlap aksi, Senin (20/4).
Edi memaparkan, jika nelayan setiap hari harus minta ijin ke Sahbandar, dipastikan para nelayan hanya sibuk mengurus ijin, tidak bisa bekerja mencari nafkah. Meski pun bagi nelayan yang berada diwilayah daratan tetap memberatkan. “Dengan tegas kami menolak aturan itu karena, sebagai nelayan dituntut untuk menyambung hidup dengan penghasilan dari menangkap ikan dilaut,” tuturnya.
Ia meminta anggota dewan menyampaikan aspirasi tersebut ke pusat agar regulasi tersebut dikaji ulang karena tidak sesuai dengan kondisi nelayan di Sumenep. “Kami minta DPRD Sumenep bisa membantu nelayan di Sumenep, jangan korbankan kami karena nelayan merupakan satu-satunya pekerjaan kami untuk menyambung hidup,” tuturnya.
Sementara itu, sejumlah anggota DPRD setempat menemui nelayan di pintu masuk kantor dewan setempat. Salah satu anggota dewan yang menemuinya yakni Azet Rahman, Dwita Andiani, Ruki Abdullah,  dan Sukri. “Hari ini juga kami akan panggil kepala Dinas Perhubungan untuk mempertanyakan regulasi tersebut,” jelas Dwita Andriani, wakil Komisi III, DPRD Sumenep.
Ita sapaan akrab Dwita Andriani menyampaikan, akan mengkoordinasikan persoalan tersebut dengan DPRD Propinsi Jatim dan DPR RI, karena regulasi tersebut merupakan hasil produk DPR RI. “Kami juga akan mengkoordinasikan persoalan ini dengan DPRD Jatim dan Pusat,” terang Ita.
Setelah ditemui, para nelayan langsung membubarkan diri secara tertib dengan pengamanan dari aparat Kepolisian Resor (Polres) Sumenep. [sul]

Tags: