Dewan Surabaya Kurang Apresiasi Penutupan Dolly

DPRD Surabaya,Bhirawa
Penutupan lokalisasi Tambak Asri, Klakah Rejo yang masih menyisakan masalah sosial masyarakat membuat kalangan DPRD Surabaya kurang mengapresiasi penutupan Dolly dan Jarak pada 19 Juni mendatang. Mestinya, lokalisasi ditutup tidak menimbulkan masalah baru, seperti munculnya rumah prostitusi dengan modus baru.
Ketua Komisi D DPRD Surabaya Baktiono mengatakan Pemkot Surabaya harus total menutup lokalisasi Dolly dan Jarak. Tidak hanya mampu memberengus sarang maksiat yang konon terbesar se Asia Tenggara itu, semua program pasca ditutup harus direalisasikan. Seperti janji akan menjadikan eks Dolly dan Jarak sebagai sentra usaha.
“Kalau masih akan dan akan tentu saja itu akan menimbulkan masalah yang panjang,” tuturnya, Selasa (6/5).
Politisi asal Fraksi PDI Perjuangan ini menghimbau agar Walikota Surabaya Tri Rismaharini belajar dari kasus penutupan lokalisasi sebelumnya. Dia mencontohkan lokalisasi Kremil dan Tambak Asri. Sebelum ditutup, Walikota menjanjikan akan menjadikan pasar dan rumah kreatif. Nyatanya, hingga saat ini janji itu tidak ditepati.
Tentu saja tidak terealisasinya janji itu aka membawa efek negatif. Selain warga kecewa dan tidak percaya lagi dengan Pemkot, warga sekitar lokalisasi lainnya akan belajar dari kasus tersebut. Wajar saja, warga sekitar Dolly dan Jarak sudah memberikan perlawanan yang cukup intens meski akan ditutup pada 19 Juni mendatang.
“Mestinya Walikota itu ingat jasmerah (jangan melupakan sejarah), belajar sama Walikota sebelumnya (Bambang DH),” ujarnya.
Menurutnya, Bambag DH kala menjadi walikota ingin merelokasi para pedagang kaki lima (PKL), dia membuat sentra PKL terlebih dulu. Dengan strategi menyiapkan tempat, praktis PKL tidak memberikan perlawanan. Meskipun ada penolakan, itupun dengan mudah diselesaikan dengan baik.
“Mau menggusur rumah stren kali, Bambang DH disediakan dulu rusun (rumah susun), dilakukan studi kelayakan, diundag pakar semua, mereka (warga) diajak bicara,” terangnya.
Karena itu, penutupan Dolly dan Jarak, lanjut Baktiono, sebagai kebijakan pribadi dari Walikota Surabaya Tri Rismaharini. Sebab, dia tidak mengindahkan efek sosial ekonomi yang akan diderita warga setempat. Mereka banyak meggantungkan hidup pada perputaran ekonomi di lokalisasi.
“PSK nya itu gampang, mereka rata-rata warga luar kota, disangoni dipulangkan selesai, tapi persiapan bagaimana nasib warga yang disana (warga sekitar Dolly dan Jarak) itu perlu, mereka semuanya warga Surabaya,” tegasnya.
Penutupan lokalisasi yang setegah-setengah bisa memicu tumbuhnya prostitusi dengan modus baru. Seperti kos-kosan, rumah musik, dan lainnya seperti yang terjadi pasca penutupan Kremil, Sememi dan lainnya. Karena itu, Pemkot harus memikirkan ulang rencana penutupan Dolly dan Jarak. Hal ini untuk menghindari menjamurnya prostitusi dengan modus baru. [gat]

Tags: