Dewan Surabaya Laporkan RS Soewandi

3-Rafai ayah dari Imam Makin (2 th) saat dirawat di RSUD Dr Soewandi pada bulan Desember 2014 lalu. Gegeh BagusSurabaya, Bhirawa
Pelayanan RS Soewandie kembali disoal masyarakat. Merasa pelayanan yang diberikan rumah sakit milik Pemkot Surabaya ini tidak layak hingga menyebabkan anaknya meninggal dunia, Ahmad Rifai melaporkannya ke DPRD Surabaya . Anaknya yang bernama Imam Makin (2 th) meninggal dunia setelah mendapatkan perawatan di RSUD Soewandie.
Menurut Ahmad , kejadiannya dimulai Imam Makin (almarhum) didiagnosa dokter terkena sakit Tipes pada 13 Desember 2014 oleh pihak IGD Soewandi. Setelah itu dokter Radix, salah satu dokter di sana,  mendiagnosa dan divonis sakit paru-paru kotor.
Rifai mengungkapkan, bahwa selama ini problematika yang kerap terjadi pada masyarakat pada saat berobat ke RS, dikarenakan faktor Perbedaan penanganan bagi pasien umum dan pemegang BPJS.
Hal itu terlihat pada saat dirinya sedang membeli (Menebus) obat di Apotik RS. Pihaknya yang sudah sering melakukan pendampingan terhadap pasien miskin pemegang kartu BPJS seringkali kurang mendapat perhatian serius dari pihak RS.
Sehingga pada saat mendaftarkan anaknya yang sedang sakit, terpaksa mendaftar sebagai pasien umum, padahal dirinya pemegang kartu BPJS kelas 1.
” Berdasarkan pengalaman yang terjadi, saya tidak mau hal ini terjadi pada anak saya (Imam Makin), Padahal saya pemegang kartu BPJS kelas 1. Sehingga saya langsung mendaftar sebagai pasien umum agar segera ditangani dan mendapatkan pelayanan yang baik serta fasilitas kamar Inap,” kata Rifai pada Bhirawa, Rabu (11/2).
Perbedaan penanganan itu terlihat pada saat dirinya menebus obat di IGD RS DR Soewandi. Diceritakan Rafai, Setelah mendaftar anaknya sebagai pasien umum, Dokter beserta perawat yang berada di ruang IGD langsung memeriksa anaknya dan memberikan resep agar segera membelinya di apotik depan IGD RSUD.
Sesampainya di apotik yakni pada pukul 18.30 Wib dirinya antri bersama keluarga pasien lainnya. Pada saat bersamaan, salah satu keluarga pasien lainnya sempat bertanya pada dia.
“Pakai apa mas?,” seketika itu juga dia menjawab bahwa dirinya memakai umum. Tapi, dirinya sempat kaget lantaran bapak tadi menyarankan agar dirinya membeli obat di apotik luar rumah sakit saja supaya lebih cepat dengan alasan bapak tadi (Pemegang BPJS) sudah menunggu sejak pukul 15.00 Wib belum mendapatkan obat. Namun dirinya bersikeras membeli obat di apotik tersebut.
“Selang beberapa menit saya tunggu,  ternyata saya dipanggil duluan oleh petugas apotik. Lalu saya bayar obat itu sekitar Rp. 270.000. Disini kan aneh, saya yg datang belakangan ternyata lebih didahulukan petugas ketimbang bapak tadi yang menggunakan BPJS,” ceritanya.
Sudah jelas bahwa petugas medis tidak melaksanakan hak-hak pasien dalam memperoleh akses sumber daya dibidang kesehatan serta memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau sebagaimana tertuang dalam UU. RI No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan.
Lalu, dengan alasan pasien umum, Setelah menyerahkan obat tersebut. Dokter yang tidak diketahui namanya tersebut (tidak pakai tanda pengenal) menyarankan agar anaknya harus di rawat inap karena kondisinya yang parah.
Diketahui, kamar kelas 3 seharga Rp. 40.000 perhari. Namun saat ditanya penyakitnya, si dokter tadi bergegas akan mengambil sampel darah kemudian di lab kan untuk mengetahui penyakit yang diderita anaknya. Ditengah-tengah penggantian infus, secara tidak sengaja dokter melihat dan menanyakan kartu BPJS yang di pegangnya.
“Lho, bapak punya BPJS ya, kenapa pakai umum?” Tanya si dokter. Lantas, dokter tadi menyarankan agar memakai BPJS saja, namun uang yang sudah dikeluarkan tidak bisa dikembalikan. Alasannya, sudah sesuai aturan di RS tersebut.
” Sambil menyodorkan secarik kertas, si dokter tadi bilang, ini pak bawa ke loket pendaftaran dan disertai foto copy sebanyak mungkin KSK dan Kartu BPJS karena nanti dibutuhkan, setelah dari petugas loket bawa kemari lagi kertasnya,” ujar Rifai menirukan dokter tersebut.
Saat ini langkah Rifai sudah melayangkan surat ke DPRD Surabaya tepatnya di Komisi D. dari surat tersebut dengan lampiran lengkap mulai kronologi, foto dan video yang terlampir. ” Surat sudah masuk di Komisi D siang tadi, tinggal menunggu tanggapan Komisi D lebih lanjut,” tambahnya. (geh)

Keterangan Foto : Rafai-ayah-dari-Imam-Makin-2-th-saat-dirawat-di-RSUD-Dr-Soewandi-pada-bulan-Desember-2014-lalu.-[Gegeh-Bagus/bhirawa].

Rate this article!
Tags: