Di Biro Hukum, Himawan Dikeluhkan Anak Buah

Pemprov, Bhirawa
Tidak ada asap jika tidak ada api. Pepatah tersebut layak ditujukan kepada Kepala Biro Hukum Setdaprov Jatim Dr Himawan Estu Subagijo SH, MHum yang kali ini mendapat sorotan dari banyak pihak.
Betapa tidak, selama dia menjabat Kepala Biro Hukum sejak 16 Januari 2014, anak buahnya banyak yang mengeluhkan perangainya yang dianggap kurang bagus untuk seorang pejabat eselon II. Himawan Estu dituding sering meminta-minta sesuatu kepada anak buahnya di luar fasilitas yang seharusnya.
Sumber di internal Biro Hukum Setdaprov Jatim mengaku mantan dosen Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu pernah meminta dibelikan gadget terbaru berupa ipad. Mendapat perintah seperti itu, tentu saja diabaikan oleh anak buahnya, karena sudah di luar tanggung jawab Biro Hukum.
Tak hanya itu, Himawan Estu juga pernah meminta fasilitas tiket pesawat untuk anak dan istrinya dengan tujuan ke Jakarta. “Dengan terpaksa permintaan ini kami penuhi. Karena yang minta adalah Kepala Biro Setdaprov Jatim,” ungkap sumber yang mewanti-wanti namanya jangan sampai disebutkan, Senin (10/3).
Sumber tersebut mengatakan, baru kali ini ada seorang Kepala Biro yang berani meminta fasilitas untuk kepentingan pribadinya. Tanpa bermaksud mau membanding-bandingkan Kepala Biro Hukum sebelumnya, sumber yang sudah bertahun-tahun mengabdi di Biro Hukum itu sangat menyayangkan sikap Himawan Estu.
Tak hanya itu, selama menjabat sebagai Kepala Biro Hukum, Himawan Estu juga pernah mendapat teguran Gubernur Jatim Dr H Soekarwo SH, MHum. Bahkan masalah terakhir yang menyangkut polemik pemilihan Wakil Wali Kota Surabaya, dia dianggap berlebihan dan akhirnya mendapat teguran keras dari Gubernur Jatim.
Sekdaprov Jatim Dr H Akhmad Sukardi MM saat membuka Diklat PIM di Badan Pendidikan dan Pelatihan (Badiklat) Provinsi Jatim sempat menyinggung soal adanya surat kaleng yang menyudutkan Himawan Estu. Menurut Sukardi, jika ada karyawan yang tidak puas dengan keputusan pimpinannya lebih baik menghadap langsung dan disampaikan ke pimpinan.
“Kalau ada karyawan yang tidak puas, tidak usah membuat surat kaleng, tapi langsung disampaikan ke pimpinan. Sebab mengirim surat kaleng itu hal yang tidak penting malah bisa membuat fitnah,” katanya.
Seperti diberitakan Bhirawa Senin kemarin, pelantikan Kabiro Hukum Setdaprov Jatim Dr Himawan Estu Subagijo SH, MHum dipersoalkan. Di lingkungannya Unair, Himawan dikenal memiliki track record buruk. Karena reputasinya ini dia dipecat dari Unair.
Sementara itu dikonfirmasi mengenai masalah adanya surat kaleng tersebut, Himawan Estu tidak mau berkomentar banyak. Dia hanya mengatakan semua isi surat tersebut bagian masa lalunya dan dia ingin membuka lembaran baru.
“Sudahlah, saya mau bekerja saja yang benar. Mungkin itu lebih baik untuk menjawab apakah saya punya kompetensi atas jabatan ini. Saya mohon jangan diperpanjang lagi, biarkan saya bisa bekerja dengan baik,” jelasnya dalam pesan singkat yang dikirimkan melalui ponselnya.

Cukup dari Unair
Sementara itu Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) Koesrianti membenarkan kasus Himawan Estu pernah mencuat pada 2003 lalu yang diduga telah menghamili salah seorang mahasiswinya. Namun demikian, sanksi berat telah diberikan oleh pihak Unair hingga dia kehilangan jabatannya sebagai dosen.
Menurut Koesrianto, Himawan yang sebelumnya menjabat sebagai dosen di Departemen Hukum Tata Negara itu cukup potensial di bidangnya. Sayang, hal ini harus berakhir karena persoalan pribadi yang berakhir dengan sanksi diminta untuk mengundurkan diri.
“Saya memang mendengar adanya kasus itu. Tapi saat itu saya belum menjadi wakil dekan dan masih studi di Sidney hingga  2006,” tutur dia.
Jika saat ini dia telah duduk sebagai Kepala Biro Hukum Setdaprov Jatim, secara kapasitas memang mumpuni. Hal itu terlepas dari masa lalunya yang kelam, karena bisa jadi saat berpindah dari Unair ke Pemprov Jatim dia dinilai baik kinerjanya. “Saya kira Gubernur Jatim yang memilih Himawan cukup objektif. Yah, kita lihat saja apakah dia (Himmawan) nantinya bisa memegang amanah ini,” tutur dia.
Dalam kasus amoral yang sempat mencederai nama lembaga Unair ini, Koesrianti tak ingin memberatkan kesalahan hanya pada Himawan. Sebab menurut cerita, mahasiswi yang diduga telah dihamili tersebut bukan atas dasar paksaan. “Dia mahasiswi Fakultas Hukum juga memang. Mestinya kalau dia mau kan bisa menolak,” tutur dia.
Koesrianti mengaku cukup kenal dengan Himawan sejak dia menjadi mahasiswa. Menurut dia, sanksi yang telah diberikan untuk Himawan dinilai cukup dari Unair. Sebab, kasus tersebut terjadi dan mencuat dari Unair. “Rasanya tidak adil kalau masa lalu seseorang terus dilekatkan. Dia memang pernah melakukan kesalahan, tapi dia juga pernah disanksi berat,” ungkap dia.
Diberhentikan menjadi dosen menurutnya sudah menjadi sanksi yang berat. Bukan karena kehilangan pekerjaan, melainkan citra dirinya yang semestinya bisa mendidik dan mengayomi mahasiswa ternyata gagal. [iib.tam]