Dialog Interaktif Alumni Lemhannas, Usulan Kadindik Jatim Direspon Mendikbud

Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jatim Wahid Wahyudi Ketua IKAL Lemhannas Jatim Rachmad Harsono dan Mendikbud Nadhiem Makarim saat berdialog interaktif secara daring yang digelar Alumni Lemhannas Provinsi Jatim, Jumat (2/10)

Surabaya, Bhirawa
Kegelisahan Dinas Pendidikan Jatim terkait kebijakan alokasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan pendidikan kesetaraan akhirnya mendapat jawabannya. Hal ini terungkap, ketika dalam dialog interaktif yang digelar Ikalan Keluarga Alumni Lemhannas (IKAL) Provinsi Jatim, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jatim Dr Wahid Wahyudi kembali mengajukan usulan yang berbau protes langsung di hadapan Mendikbud Nadhiem Makarim terkait dana BOS dan pendidikan Kesetaraan.

Menurut Kadindik Jatim, kebijakan terkait alokasi dana BOS yang berlaku selama ini dinilai tidak memihak keberadaan sekolah-sekolah dengan jumlah siswa yang sedikit. Sementara terkait, sekolah kesetaraan, Wahid Wahyudi berharap ada kebijakan khusus terhadap penyelenggaraan pendidikan kesetaraan yang banyak dilakukan Pondok Pesantren.

“Jawa Timur banyak memiliki pondok pesantren yang menghasilkan para santri yang memiliki kompetensi yang tidak kalah dengan yang diselenggarakan sekolah formal. Hanya karena sertifikatnya dikeluarkan pondok, sehingga tidak diakui sebagai sertifikat yang resmi,” jelas Wahid.

Untuk itu Wahid berharap pemerintah membuat terobosan dalam melihat keberadaan pendidikan kesetaraan yang masih belum banyak diakui eksistensinya.

Merespon usulan Kadindik Jatim, Mendikbud Nadhimen Makarim mengungkap bahwa Kemendikbud telah menyiapkan kebijakan baru di tahun depan.

“Sekaligus saya sampaikan kabar gembira, bahwa tahun 2021 mendatang, kita akan ubah kebijakan alokasi BOS yang tidak adil ini. Bagi sekolah sekolah kecil akan kita tingkatkan jumlah dana BOSnya. Selama ini perhitungan dana BOS terlalu sederhana yakni jumlah siswa dikalikan nilai uang, ini akan kita ubah,” jelas Mas Nadhiem.

Sementara terkait pendidikan kesetaraan, apa yang diusulkan oleh Kadindik Jatim sesuai dengan kebijakan yang akan diambilnya.

“Jadi kelulusan siswa nanti tidak lagi lewat ujian nasioanl tetapi melalui assessment siswa,” jelas Nadhiem. Dengan demikian, seorang siswa harus menunjukkan kompetensi dasarnya.

“Jadi siswa tidak lagi perlu bimbel – bimbelan (Bimbingan belajar, red). Cukup konsentrasi pada kompetensi yang dimiliki,” tegas Mendikbud.

Selain Kadindik Jatim yang mengajukan usulan, Ketua Dewan Pendidikan Jatim Prof Achmad Muzaky pun ikut memberikan masukan terhadap mas Menteri terkait beberapa kebijakan yang diambil khususnya terkait dengan situasi pandemi saat ini.

Sementara itu ketua IKAL Jatim Rachmat Harsono yang juga ikut dalam dialog interaktif tersebut menagih terobosan-terobosan yang dilakukan Mendikbud dalam mencetak generasi muda yang berwawasan kebangsaan dan bermental pejuang.

Dalam pandangan Rachmat Harsono yang juga Presiden Direktur PT Samator ini, karakter generasi milenial yag lahir dan berkembang dalam budaya global seringkali melupakan sejarah bangsanya, imbas rasa nasionalisme dan kebangsaan tidak terbangun secara kuat.

Menanggapi hal tersebut Mendikbud Nadhiem Makarim mengakui memang ada beberapa karakter generasi milenial yang kurang bagus seperti tidak sabaran, dan cenderung pragmatis, namun pada sisi lain ada sisi baik dari generasi milenial yakni dari aspek integritas yang lebih baik.

“Mereka berkembang dalam situasi ketika pendidikan antikorupsi mulai diperkuat. Selain itu, para generasi milenial ini juga lebih mengedepankan nilai. Misalnya, mereka bekerja tidak sekadar memburu uang tetapi juga mempertimbangkan kesempatan untuk berkembang d dalamnya,” jelas Nadhiem lagi.

Dalam dialog interaktif yang dipandu moderator dosen komunikasi UPN Veteran Surabaya Dr Zainal Abidin ini, Nadhiem juga merespon pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peserta melalui chat box zoom meeting’s yang salah satunya adalah mempertanyakan soal Program Guru Penggerak.

Menurut Nadhiem untuk menjadi guru penggerak bukan semata aspek kepandaian dan ketrampilan dalam mengajar, tetapi yang penting adalah aspek kepemimpinan dan daya juangnya untuk menjadi guru yang mnggerakkan lingkungannya.

“Jadi guru penggerak bukan hanya pandai mengajar tetapi juga bisa menjadi aktor dalam menggerakkan lingkungannya untuk menuju ke arah yang lebih baik,” tegas Nadhiem lagi. (why)

Tags: