Diaspora dan Nasionalisme

Syaprin ZahidiOleh :
M. Syaprin Zahidi, M.A.
Dosen Pada Prodi Ilmu Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang dan Peneliti di Maycomm

Perhatian publik dalam beberapa hari ini fokus pada dua kejadian yang memiliki benang merah sama yaitu aspek kewarganegaraan. Dua kejadian tersebut adalah pencopotan Menteri ESDM Arcandra Tahar karena memiliki kewarganegaran Amerika Serikat (AS) dan pembatalan Gloria Natapradja Hamel sebagai salah satu anggota pengibar bendera Merah Putih karena masih memiliki paspor ganda dari Ayahnya yang berkebangsaan Perancis. Walaupun, pada akhirnya Gloria diberikan kesempatan sebagai salah satu anggota pasukan penurunan bendera merah putih.
Hal yang menarik menurut penulis dalam konteks kejadian ini yaitu aspek regulasi (Undang-undang Kewarganegaraan) yang perlu mendapatkan sorotan utama saat ini. Karena, Dalam pandangan penulis Arcandra yang seorang pengusaha dan lama tinggal di AS tentunya sudah memiliki kehidupan yang tenang dan berkecukupan. Namun, rasa nasionalismenyalah yang mendorongnya menerima “pinangan” Jokowi untuk menjadi Menteri ESDM. Begitu pula dengan Gloria yang melewati berbagai macam tes untuk bisa menjadi anggota paskibraka tentunya itu menunjukkan rasa nasionalismenya yang tinggi pula.
Dua Kejadian ini mendorong perhatian penulis pada “nasib” dari para diaspora Indonesia di luar negeri “term” diaspora sendiri dapat dimaknai sebagai eks warga negara Indonesia yang telah tinggal di luar negeri dan menjadi warga negara asing namun mereka memiliki karir yang luar biasa cemerlang di luar negeri. Populasi diaspora Indonesia di luar negeri bisa dikatakan hampir menyamai jumlah penduduk Swedia dan Austria bahkan hampir 48% diaspora Indonesia di AS memiliki kualitas diatas sarjana yang menunjukkan mereka adalah orang-orang pintar. Menjadi lumrah menurut penulis ketika pada akhirnya mereka lebih memilih berkarir diluar negeri karena disana memang mereka lebih dihargai dan diberikan fasilitas untuk mengembangkan kreativitasnya dimana kondisi tersebut sangat sulit terwujud di Indonesia.
Namun, jangan ditanyakan rasa nasionalisme mereka karena mereka sangat berkontribusi besar dalam pembangunan bangsa Indonesia. Sebagai contoh, pada tahun 2016 ini sejumlah diaspora Indonesia yang tergabung dalam Tim Akademisi Diaspora USA menjalankan program transformasi sistem pendidikan tinggi dalam rangka mengurangi kesenjangan pembangunan antara Papua dan Propinsi lain. Tim ini dipimpin oleh Ida Wenefrida Utomo. Profesor Bidang Bioteknologi di Lousiana State University.
Ida sendiri merupakan eks warga negara Indonesia yang telah menetap di AS sejak tahun 1989 dan kemudian menjadi warga negara AS. Ia sendiri mengungkapkan bahwa tim tersebut dibentuk dalam rangka  untuk mempercepat kemajuan Universitas Cendrawasih dan Univeristas Papua. Ida mengatakan apa yang Ia lakukan ini merupakan bentuk dari rasa nasionalismenya (cinta tanah air) yang tinggi. Walaupun, diakui olehnya belum ada pikirannya untuk kembali menjadi warga negara Indonesia.
Dalam era Globalisasi ini menjadi hal yang lumrah bagi sebuah negara dalam memberikan “kebijakan khusus” kepada para diasporanya. Karena, tidak dapat dipungkiri peran diaspora dalam memajukan “tanah leluhurnya” sangatlah vital. Sebagaimana studi yang dilakukan oleh Gugus Tugas Imigrasi dan Kewarganegaraan pada tahun 2014 yang menyimpulkan bahwa negara-negara seperti Pakistan, Bangladesh, Sri lanka, India serta Filipina mengeluarkan berbagai kebijakan khusus pada para diasporanya sehingga mereka dapat berkontribusi pada peningkatan Gross National Product negaranya. Hasil Penelitian yang sama dihasilkan juga oleh Penelitian Universitas Ottawa yang menyebutkan diaspora melalui kebijakan khusus “tanah leluhurnya” akan memberikan dampak positif pada peningkatan perekonomian negar asal mereka.
“Kebijakan khusus” yang dimaksud adalah penerapan dwikewarganegaraan kepada para diaspora. Bagi Dino Patti Djalal (Chairman IDN Global) kebijakan tersebut bisa menjadi “jalan pulang” bagi para diaspora dalam memajukan Indonesia terutama untuk meningkatkan daya saing bagi Indonesia di tingkat global. Kebijakan khusus tersebut dapat menjadi win-win solution bagi para diaspora sehingga mereka dapat memiliki hak seperti warga negara yang lain misalnya mendirikan perusahaan, membeli properti dan lain-lain. Di sisi lain Pemerintah akan memperoleh keuntungan melalui kontribusi mereka di berbagai bidang.
Menurut penulis kebijakan tersebut menjadi penting dan jika disetujui oleh pemerintah maka secara pribadi penulis mendukungnya dengan beberapa alasan diantaranya adalah diera globalisasi dan keterbukaan pasar bebas ini peran dari para diaspora sangat penting karena dapat menjadi perantara bagi alih teknologi yang cepat dan murah karena mereka sudah paham betul pada proses pengembangan teknologi itu. Disisi lain dengan diberikannya dwikewarganegaraan kepada para diaspora maka pemerintah pada akhirnya akan memiliki landasan legal untuk memanfaatkan keahlian mereka dalam rangka memajukan Indonesia.
Kita harus belajar dari negara-negara yang terbukti sukses dalam menerapkan kebijakan dwikewarganegaraan. beberapa negara tersebut antara lain adalah Malaysia dan Korea Selatan. Malaysia sejak tahun 2001 telah aktif dan berupaya untuk memanggil pulang para diasporanya melalui program dwikewarganegaraan dan pulang kampung serta memberikan kemudahan pajak bagi mereka. Korea Selatan bahkan lebih progresif dalam konteks kebijakannya untuk memanggil pulang para diasporanya yaitu dengan menerapkan status bebas pajak untuk beberapa keahlian.
Bisa kita bayangkan jika pada akhirnya Pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan dwikewarganegaraan ini. Potensi keuntungan yang dihasilkan tentunya akan sangat massif. Di era Jokowi ini perlahan-lahan arah menuju kebijakan itu sedikit menemui titik terang dengan statement beliau yang mengungkapkan ingin merangkul diaspora Indonesia untuk ikut membangun Indonesia. Statement Jokowi tersebut juga tidak bertepuk sebelah tangan karena Presiden Indonesian Diaspora di AS, Herry Utomo menyambut baik keinginan Jokowi tersebut karena menurutnya di era Jokowi elit politik Indonesia sangat concern pada pengembangan teknologi sehingga hal ini membuat para diaspora Indonesia di luar negeri terpanggil untuk ikut membantu kemajuan Indonesia melalui keahlian mereka masing-masing.
Akhirnya menurut Penulis kartu AS dari kemungkinan penerapan kebijakan dwikewarganegaraan tersebut tentunya ada ditangan pemerintah. Kita berharap Pemerintah dapat mengambil kebijakan terbaik bagi para diaspora Indonesia di luar negeri.

                                                                                                                    ——- *** ——–

Rate this article!
Diaspora dan Nasionalisme,5 / 5 ( 1votes )
Tags: