Didemo, BPRS Mengelak Soal Hapus Tagih

Sumenep, Bhirawa
Sejumlah aktivis mahasiswa yang tergabung dalam Front Aksi Mahasiswa Sumenep (FAM’S),  kembali melakukan aksi unjuk rasa di kantor BPRS Bhakti Sumekar, Kamis (13/3) kemarin. Aksi tersebut merupakan aksi kedua mereka sebelumnya,  unjuk rasa di Kantor Bupati dan DPRD setempat. Tuntutan mereka juga sama, menganggap kebijakan BPRS terkait hapus tagih itu berindikasi memperkaya diri sendiri dan orang lain. Koordinator aksi, Hazmi menilai pengelolaan BPRS itu sudah tidak sehat. Salah satu bukti, hapus tagih yang dilakukannya sebagai bentuk tindak pidana korupsi, sebab merupakan bentuk memperkaya diri dan orang lain. Hal itu dapat merugikan para nasabah yang sudah percaya terhadap BUMD tersebut.
“Kami lihat, BPRS terindikasi melakukan memperkaya diri dan orang lain dengan kebijakan hapus tagih itu,” teriak Hazmi, korlap aksi, Kamis (13/03).
Menurutnya, dengan indikator adanya tindak pidana korupsi itu, bupati sebagai pemegang saham harus bertindak tegas terhadap para petinggi di BPRS itu. Sebab, jika dibiarkan akan dipastikan akan berdampak negatif pada BPRS sendiri, karena kepercayaan nasabah akan hilang.
“Ini menguji ketegasan Bupati yang seharusnya bisa mengontrol pengelolaan BPRS. BPRS ini sebagai BUMD yang dipercaya banyak pihak, untuk itu kepercayaan itu jangan hilang karena tindakan para pengelolanya,”ujarnya.
Sementara itu, Pjs Direktur BPRS Bhakti Sumekar, Novi Sujatmiko menyatakan, terkait tuduhan mahasiswa mengenai hapus tagih, pihaknya mengaku sama sekali tidak pernah melakukan. Di perbankan ini ada dua hal yang bisa dilakukan jika terjadi emergency mengenai nasabah, yakni hapus tagih dan hapus buku.
“Namun sejak berdirinya BPRS hingga detik ini kami tidak pernah melakukan hapus tagih, kalau hapus buku kami memang melakukan. Tolong bedakan, hapus tagih dengan hapus buku,” jawabnya.
Novi menjelaskan, yang dimaksud hapus tagih itu, semua nasabah yang bersangkutan dibebaskan dari tagihan yang merupakan tanggungannya, sedangkan hapus buku itu, nasabah tetap mempunyai kewajiban untuk membayar tagihannya,  tapi tidak dibatasi waktu.
“Kami tetap lakukan penagihan pada nasabah yang masuk daftar hapus buku hingga membayar, hanya saja nasabah bebas jatuh tempo atau BPRS tetap menagihnya sampai kapanpun,” urainya.
Ia menambahkan, kebijakan hapus buku itu untuk menjaga performen BPRS tetap bagus, tetap dipercaya oleh masyarakat dan bank lain sehingga BPRS tetap berjalan sesuai harapan masyarakat.
“Kami lakukan hapus buku itu untuk menjaga performen BPRS saja, tidak sampai mengurangi modal yang ada,” terangnya.
Lebih lanjut Novi memaparkan, pada tahun 2012, aktiva produktif yang dihapus buku sebesar Rp12. 764 miliar dan tahun 2013 sebesar Rp11.432 miliar. “Jumlah dari tahun sebelumnya sudah ada penurunan, artinya sudah ada nasabah yang membayar tagihannya,” pungkasnya.  [sul]

Tags: