Diduga Ada Penyelwengan Program Tanam Mangrove Desa Pangkahkulon Gresik

Sejumlah warga mengadu kepada Perangkat Desa Pangkahkulon terkait program tanam mangrove. [kerin ikanto/bhirawa]

Gresik,Bhirawa
Program tanam mangrove di Desa Pangkah Kulon, Kecamatan Ujungpangkah rupanya sisakan masalah. Salah satunya adanya dugaan penyelewengan Hak Orang Kerja (HOK) yang dilakukan oleh pengurus Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas).

Itu sebabnya, Pemerintahan Desa (Pemdes) Pangkahkulon Kabupaten Gresik merasa kecewa dengan pihak terkait yang melakukan program tanam mangrove di wilayahnya yang menjadi masalah tersebut.

Program Padat Karya Tanam Mangrove (PKPM) ini sebenarnya sebagai upaya Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) akibat Covid-19 tersebut dilaksanakan oleh Badan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL) Solo.

Kepala Desa Pangkahkulon Ahmad Fauron mengatakan, memang awalnya program tersebut masuk izin melalui desa. Namun, ketika selesai, tidak ada pemberitahuan kepada pemerintah desa.”Jadi kami sangat menyayangkan, program ini baik tapi menyisakan masalah. Seharusnya ya kan koordinasi sehingga bisa diselesaikan,” katanya.

Saat awal pekerjaan dijelaskan Fauron, sosialisasi lewat desa penendatanganan kontrak dengan kelompok masyarakat pengawas (Pokmaswas) yang disaksikan oleh kepala desa. Pada saat pekerjaan selesai dan serahterimah ke kelompok pemerintah desa tidak dilibatkan maupun tak diberi tahu. Terkait HOK yang diduga diselewengkan, pihaknya sudah memanggil pengurus untuk diklarifikasi.

“Ini kan lucu, padahal maksud saya perlu evaluasi. Desa sudah memangil ketua dan pengurus, tapi masih belum ada jawaban. Kita agendakan ke kantor lagi biar gak ada masalah,” ungkap dia.

Salah satu pekerja, Choirul Rozi menceritakan jika awalnya ia dimintai KTP oleh salah satu pengurus Pokmaswas Pangkahkulon. Ia dijanjikan mendapatkan uang Rp 1,4 Juta asalkan mau dibuatkan rekening. Tanpa harus bekerja menanam mangrove.

Rozi mengungkapkan, setelah selesai ia hanya diberikan Rp 900 ribu, itupun dibayar dua kali yakni Rp 400 ribu lalu Rp 500 ribu. Ia kaget, ternyata tak seperti yang dijanjikan sebelumnya. “Ya dijanjikan akan diberi 1,4 juta. Saya hanya dibuatkan rekening Bank BRI, lalu semuanya buku rekening dan juga ATM dibawa oleh pengurus,” katanya.

Rozi menyatakan, tak hanya dia yang dijadikan pekerja fiktif. Ternyata ada masyarakat yang dijadikan pekerja namun hanya diberikan Rp 500 ribu, atau bahkan ada yang tidak diberikan.

“Katanya hanya buat uang bensin saja. Kan kami (Pekerja fiktif) tidak berkeja apa-apa, cuma setor KTP lalu dibuatkan rekening oleh pengurus Pokmaswas,” ungkap dia.

Dalam melancarkan akal bulusnya, setelah oknum pekerja fiktif tandatangan pembuatan Buku Rekening dan ATM di Bank BRI. Kemudian, pengurus Pokmaswas mengganti seluruh Pin ATM dengan kode yang sama.

Dari RAB, satu pekerja itu seharusnya mendapatkan Rp 100 ribu per hari. Dengan kalkulasi pekerjaan selama 70 hari. Dan, uang tersebut masuk ke dalam rekening sebesar Rp 7 Juta.

“Saya diajak ke Bank BRI, hanya tanda tangan saja. Pas keluar dari bank, buku rekening dan ATM dibawa pengurus Pokmaswas. Dan baru keesokan harinya saya diberi uang. Pertama 400 ribu, kedua Rp 500 ribu, total Rp 900 ribu,” ungkap dia, menambahkan. [eri]

Tags: