Diduga Menjiplak, Mahasiswa Lamongan Tolak Raperda

Demo menolak Raperda berlangsung ricuh. [Alimun Hakim]

Lamongan, Bhirawa
Mahasiswa dari beberapa elemen menggelar demonstrasi menolak Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Rencana Induk Pembangunan Industri (RIPI) serta Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Bagian Wilayah Perencanaan (BWP).
Sayangnya aksi yang dilakukan para aktivis yang terdiri dari beberapa gabungan organisasi yakni PMII, GMNI, HMI serta Forum Nasional Mahasiswa Lamongan (Fornasmala) berahir ricuh.
Para demonstran awalnya mendatangi gedung Pemkab Lamongan, karena tidak berhasil menemui Bupati Lamongan, mereka meneriakkan agar orang nomor satu di Lamongan tersebut segera mencabut tiga Raperda yaitu RTRW, RIPI serta RDTR BWP Paciran.
Mahasiswa pun kemudian bergeser menuju Gedung DPRD Lamongan untuk menemui Bupati serta Ketua DPRD Lamongan.
Koordinator Aksi, A. Nasir Falahuddin mengatakan, penolakan Raperda tersebut didasari sejumlah kejanggalan dalam naskah Raperda, diantaranya adanya indikasi penjiplakan terhadap Raperda kabupaten lain.
“Kita sudah mengkaji raperda RTRW, Raperda RIPI, Raperda RDTR BWP Paciran, dimana Raperda ini sudah cacat hukum dan kami juga menemukan beberapa redaksi yang ini merupakan menjiplak atau plagiat terhadap Raperda kabupaten lain, dimana itu Kabupaten Sukoharjo,” kata Falahuddin, Kamis(23/7).
Mengenai penyusunan Raperda, kata Falahuddin, juga tidak sesuai dengan wilayah kondisi kultur di wilayah Kabupaten Lamongan.
“Dimana di dalam Raperda juga menyebutkan bahwa Sukorame ini menjadi daerah rawan banjir dan Kalitengah menjadi wilayah yang tidak pernah kekeringan. Di Raperda juga mencantumkan Solokuro jadi wilayah rawan banjir,” tuturnya.
Kemudian Raperda dalam Pasal 25 pada ayat B, kata Falahuddin, dijelaskan tempat pengelolaan dan penimbunan akhir limbah B3 berada di Kecamatan Brondong. “Ini jelas tidak bisa dibiarkan, karena Kecamatan Brondong banyak lahan pertanian yang produktif. Yang paling tidak rasional adalah ketika naskah akademik yang kami terima penjelasannya kurang detail dan tidak jelas dengan Raperda RTRW. Kami anggap ini tidak serius,” katanya.
Lebih lanjut Falahuddin menjelaskan, ketika Raperda tidak sesuai dengan kondisi kultur wilayah Kabupaten Lamongan, maka kebijakan-kebijakan dalam pembangunan tidak akan tepat sasaran.
“Maka kami dari aliansi mahasiswa Lamongan melawan, kami berupaya bagaimana tuntutan kita ini bisa tertandatangani oleh Bupati Lamongan dan Ketua DPRD Lamongan, sehingga Raperda ini dicabut dan tidak dibahas lagi, dikembalikan kepada tim penyusun, agar dibahas perlahan disesuaikan dengan kultur kondisi wilayah Kabupaten Lamongan,” ucap Falahuddin.
Mahasiswa pendemo akhirnya sempat ditemui oleh Ketua DPRD Lamongan, Abdul Ghofur. Pimpinan DPRD inj meminta sejumlah perwakilan mahasiswa masuk ke Gedung DPRD Lamongan untuk membahas apa yang menjadi tuntutan mahasiswa.
Di depan ratusan aktivis ,Abdul Ghofur memaparkan, kalau Raperda masih proses. “Kami juga masih ingin mendengar aspirasi dari teman-teman. Ini masih proses, nanti masukan dari teman-teman ini akan kita bahas bersama,” kata Ghofur, di hadapan mahasiswa.
Ghofur memastikan bahwa industri memang harus diatur, sebab kalau tidak diatur, pembangunan industri akan liar. “Tapi Raperda ini belum diputuskan, baru sebatas dibahas. Ditolak atau tidak kan dalam pembahasan di dalam nanti. Jadi mari perwakilan mahasiswa masuk ke dalam untuk kita bahas bersama,” ucap Ghofur, yang sesaat kemudian meninggalkan para mahasiswa.
Namun ajakan Ghofur ditolak oleh mahasiswa, mereka tetap pada pendiriannya untuk menolak Raperda itu.
Tak lama kemudian aksi tersebut berubah menjadi ricuh antara petugas kepolisian dengan mahasiswa. Alhasil , aksi demonstrasi penolakan Raperda yang digelar mahasiswa Lamongan itu pun berakhir tanpa hasil. Sebelum membubarkan diri, mahasiswa pendemo mengancam untuk kembali menggelar aksi serupa, sebab tuntutan mereka masih belum terpenuhi. [aha]

Tags: