
Presiden ACFE Indonesia Chapter, Dr Hery Subowo CFE memberikan kenang-kenangan kepada Ketua BPK RI, Dr Isma Yatun CSFA CFrA, dan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa disela acara sesi keynote speech NAFC 2023.
Surabaya, Bhirawa
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Dr Isma Yatun CSFA CFrA, memberikan apresiasi yang tinggi kepada Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) Indonesia Chapter yang selalu konsisten memfasilitasi berbagai kegiatan fraud awareness. Diantaranya dengan mengadakan pelatihan, diskusi, sertifikasi dan workshop termasuk konferensi.
Apresiasi itu diberikan Isma, saat menjadi keynote speaker National Anti Fraud Conference (NAFC) 2023, yang digelar di Double Tree by Hilton, Surabaya, Kamis (14/9). Pada NAFC 2023 ini, mengambil tema ‘Jer Basuki Mawa Beya’. Isu-isu yang dibahas merupakan isu terkini yang perlu mendapat perhatian para auditor, investigator dan berbagai pihak yang berkepentingan.
Sesi keynote speaker ini berlangsung istimewa. Sebab selain Kepala BPK RI yang menjadi keynote speaker, juga dihadiri Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, yang mendengarkan sesi paparan hingga selesai. Sepanjang paparan Kepala BPK RI, Gubernur Khofifah terlihat serius mendengarkan materi yang mengulas soal fraud dan korupsi.
“Dalam arti luas, fraud dapat mencakup segala aktivitas yang menggunakan penipuan sebagai modus operandi, utamanya untuk memperoleh keuntungan yang tidak sah. Fraud ini menjadi fenomena global yang membayangi seluruh organisasi, baik pemerintah maupun swasta diseluruh dunia tanpa memandang status sosial dan ekonomi,” kata Isma.
Menurut dia, fraud sangat merugikan. Tidak hanya melemahkan institusi, tapi juga mengancam keamanan dan reputasi negara. Salah satu jenis kecurangan dan paling umum dan menimbulkan kerugian besar di dunia adalah occupational fraud. “Fraud ini yang dilakukan pihak internal suatu organisasi yang mempekerjakan mereka, baik itu pegawai, manajer dan para eksekutifnya,” jelasnya.
Occupational fraud, kata Isma, sangat lazim terjadi karena organisasi apapun yang dimiliki karyawan, sampai dibatas tertentu, harus mempercayakan akses maupun kendali atas asetnya, sehingga sangat rentan dimanfaatkan oleh para fraudsters. Untuk itulah mengapa tidak ada satupun organisasi yang kebal dari jenis fraud.
ACFE Report to the Nations melaporkan, lanjutnya, korupsi adalah skema occupational fraud yang paling sering terjadi diseluruh dunia. Baik itu di Asia, Eropa, Afrika, Amerika atau Australia. “Prosentasi kasus korupsi dari total seluruh kasus occupational fraud baik disektor publik atau privat mengalami kenaikan 17 persen dibanding satu dekade lalu,” ungkapnya.
Secara khusus, dalam kesempatan itu Isma meminta kepada para profesional anti fraud yang hadir diacara konferensi ini, untuk memperbarui pemahamannya atas perkembangan isu fraud yang kian kompleks. Termasuk upaya pendeteksian pembuktian untuk memahami motif dan tindakan yang kian canggih.
“Besar harapan saya pada momen ini menjadi buildong block untuk menanggulangi korupsi secara holistik, komprehensif, sinergi dan kolaboratif. Sudah saatnya turut berjuang dalam pemberantasan korupsi. Semoga konferensi ini memperluas wawasan dan mengembangkan networking pemerhati, penggiat dan praktisi fraud,” pungkasnya.
Sementara itu, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, mengajak ACFE Indonesia Chapter untuk berkolaborasi dalam upaya menghindarkan ASN Jatim dari perilaku fraud. Salah satu bentuknya, Gubernur Khofifah akan secara khusus mengundang ACFE untuk menjadi narasumber khusus dalam program ASN Belajar. Dengan demikian, diharapkan para speaker ACFE bisa berbagi materi tentang perilaku kecurangan (fraud).
“Sebagai asosiasi yang menyediakan pendidikan dan pelatihan anti fraud, kami ingin berkolaborasi agar ke depan ACFE bisa turut serta menjadi narasumber dalam program ASN Belajar untuk menghindarkan ASN di Jatim dari perilaku fraud,” katanya.
Tak hanya itu, ajakan tersebut juga dikatakan Gubernur Khofifah sebagai wujud sinergi dan kolaborasi yang solid dari para stakeholders. Utamanya, dalam menguatkan pencegahan fraud dan pendeteksian melalui rancangan internal control dan implementasi fraud control yang memadai.
“Momentum ini dapat menjadi building blocks untuk menanggulangi korupsi secara holistik, komprehensif, sinergis dan kolaboratif sebagaimana tema konferensi kali ini yang mengambil motto dari pemerintah daerah Jawa Timur ‘Jer Basuki Mawa Beya’ (tidak akan pernah ada keberhasilan tanpa pengorbanan),” tegasnya.
Lebih lanjut, Khofifah mengatakan, ACFE sangat tepat menjadi narasumber program ASN Belajar sehingga ASN juga akan mendapat ilmu mengenai pengembangan kompetensi pegawai di lingkungan pemerintah.
“Dengan adanya wacana ini, saya berharap ASN memperbarui terus-menerus pemahamannya mengenai perkembangan potensi fraud . Termasuk upaya pendeteksian dan pembuktian memahami motif dan tindakan yang kian canggih,” jelasnya.
Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam keynote speech-nya, menyampaikan strategi anti-fraud sektor publik melalui Manajemen Risiko Pembangunan Nasional (MRPN) sesuai Peraturan Presiden No.39 tahun 2023. Dari aspek edukasi, pengembangan sertifikasi profesional di bidang manajemen risiko fraud tidak kalah pentingnya dibanding pengembangan pembelajaran audit investigatif.
Sementara dari aspek metodologi, katanya, perlu pengembangan metode assurance dan consulting terkait investigasi, pengembangan kolaborasi dengan APIP lain untuk integrated fraud risk assurance, serta penerapan digital forensic dan data analytics.
“Keberhasilan pembangunan nasional yang melibatkan lintas kementerian dan lembaga menjadi sangat dipengaruhi kualitas delivery kolektif dari lembaga-lembaga yang terlibat. Konsekuensinya, akan ada shared-risk yang harus dikelola bersama. Pengabaian risiko dari satu pihak, dapat mengancam keberhasilan pembangunan secara kolektif,” ujarnya.
Sedangkan Ketua Dewan Audit OJK, Sophia Wattimena, melalui recorded keynote speech-nya menyampaikan strategi anti-fraud melalui pemanfaatan teknologi untuk mendukung efektivitas manajemen resiko yang memerlukan pemantauan berkala, assesment yang handal, serta kolaborasi para pemangku kepentingan yang ada. “Kemampuan mengidentifikasi resiko yang muncul dan merespon dengan cepat dapat menentukan ketahanan organisasi dalam era digital,” katanya.
Di Indonesia, 80% perusahaan pernah mengalami fraud sehingga perlu upaya pencegahan. Teknologi dapat mencegah fraud dengan penggunaan big data pada manajemen risiko dan predictive intelegent untuk membuat proyeksi dan identifikasi permasalahan yang lebih terstruktur.
“Dengan big data dapat dilakukan automated monitoring secara real-time sehingga dapat memberikan respon yang lebih pro aktif, efisien, dan efektif serta dapat melakukan fraud mitigation sehingga proses kerja akan lebih cepat dan biayanya jadi lebih rendah, ” katanya.
Presiden ACFE Indonesia Chapter, Dr Hery Subowo CFE mengatakan, tema NAFC 2023 adalah ‘Jer Basuki Mawa Beya’. Dalam kaitannya dengan kegiatan anti fraud, semboyan tersebut secara tepat menggambarkan bahwa fraud adalah, sesuatu yang sangat sulit diberantas dan untuk mencapai kondisi berhasilnya mengurangi fraud, maka semua pihak harus secara bersama-sama mengerahkan seluruh daya.
“NAFC 2023 ini membahas berbagai aspek anti fraud yang mutakhir. Termasuk perkembangan teknologi maupun berbagai hal baru yang mempengaruhi terjadinya fraud maupun cara mencegah dan mendeteksinya,” tandasnya. [iib]