Dihalangi Masuk Kabinet, Partai Amanah Nasional Ngondhok

Kanan kekiri, Ujang Komarudin, Tengah Abdul Kadir Karding, Kiri Saleh Daulay

Jakarta, Bhirawa.
Partai Amanah Nasional (PAN) kecewa pada sikap partai koalisi pendukung Presiden Jokowi. Yang menolak PAN ikut masuk bergabung dalam pemerintahan, memenuhi tawaran Presiden Jokowi. Pada periode pertama pemerintahan Presiden Jokowi, ada seorang Menteri kader PAN. Demikian halnya, pada periode kedua ini, PAN berniat masuk lagi, memenuhi ajakan Presiden Jokowi.
“Pertama saya mau mengkritik Parpol koalisi yang menolak kehadiran PAN dalam pemerintahan Jokowi jilid 2 Bukankah pengangkatan Menteri itu hak prerogratif Presiden. Kenapa Parpol koalisi yang menolak kehadiran PAN. Lucunya yang ribut justru Parpol koalisi pendukung,” papar anggota MPRRI Saleh Partaonan Daulay (PAN) dalam diskusi 4 Pilar MPRRI dengan tema “Peran MPR dalam Memperkuat Sistem Presidensial”, Jumat sore (5/7) Nara sumber lain,anggota MPR Abdul Kadir Karding (PKB) dan pakar politik dari Uns Al-Azhar Dr Ujang Komarudin
Menurut Saleh Daulay, sistem Presidensial sekarang ini sudah sangat kuat. Kekuasaan Presiden Indo nesia sangat besar. Dari sisi legislasi, dalam pembuatan UU, kewenangan Presiden 50%. Banyak RUU yang harus di take over pada periode beri kutnya, karena pada periode sebelum nya gak bisa selesai. Contoh, RUU Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang tidak rampung pada periode lalu. Hanya karena persoalan lambang yang gak ada kesepakatan antara DPR dengan pemerintah. Demikian halnya dalam anggaran, kewenangan pemerintah lebih besar, walaupun DPR punya hak budgeting.
“Kewenangan Presiden sekarang ini sudah sangat besar. Presiden bisa membuat UU lewat Perpu. Begitu Perpu berjalan beberapa waktu, akhirnya akan otomatis menjadi UU,” jelas Saleh Daulay.
Ujang Komarudin menyatakan, sistem Presidensial negara kita membuat Presiden sangat power full. Kekuasaan ditangan Presiden membuat Parlemen dalam kontek tertentu sangat sulit bekerjasama dengan eksekutif. Banyak UU yang tidak terealisasi atau tak terselesaikan karena pemerintah tidak tanggap. Dalam kontek power full membuat legislatif kesulitan dalam mengawasi dan mengontrol jalannya pemerinta han.
“Dengan kewenangan yan power full, Presiden bisa melakukan apapun. Seperti hak prerogatif dalam menentu kan Menteri, Presiden gak bisa di ganggu gugat,” jelas Ujang Komar.
Dikatakan Ujang, rumah besar Indonesia bukan hanya mempersoal kan hubungan antara legislatif dengan eksekutif. Hubungan ini harus sama sama diperkuat untuk mensejahterakan rakyat. Ketika negara stabil, ketika politiknya stabil, ekonomi juga akan berjalan bagus. Hubungan pemerintah dengan legisla tif jika bagus tentu program-program pemerintah juga jalan. Sehingga kesejahteraan rakyat, dipentingkan.
Abdul Kadir Karding melihat, posisi MPR saat ini hanya melantik bdan memberhentikan Presiden jika melanggar hukum. Kedepan MPR harus diperkuat, misalnya dengan mengembalikn wewenang merancang GBHN. Menurut Abdul Karding, kekuatan legislatif sudah seimbang dengan eksekutif. Jika dikehendaki penguatan MPR, maka harus meng-amandemen UUD 45. [ira]

Tags: