Diikuti Ratusan Peserta, UINSA Gelar Webinar Kebangsaan

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Sunan Ampel Surabaya menggelar Webinar Kebangsaan bertema Pancasila dan Tantangan Radikalisme Agama, Rabu (30/9) lalu.

Mengenang Peristiwa Pemberontakan G30S/PKI
Surabaya, Bhirawa
Gerakan 30 September atau lebih dikenal menjadi G30S/PKI menjadi peristiwa kelam sejarah Bangsa Indonesia. Mengenang peristiwa berdarah itu tahun 1965 itulah, sehingga Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Sunan Ampel Surabaya menggelar Webinar Kebangsaan bertema Pancasila dan Tantangan Radikalisme Agama, Rabu (30/9) lalu.
Webinar Kebangsaan mendapat perhatian dari banyak pihak hingga jumlah peserta mencapai 654. Tercatat ada dari Universitas Bengkulu, IAIN Palopo, UIN Antasari Banjarmasin, UIN Alauddin Makasar, IAIN Ponorogo, UPNV Jakarta dan beberapa siswa SMA dan SMK.
Dekan Fisip, Prof Akh Muzakki mengungkapkan, banyaknya peserta ini menandakan respon positif, karena ternyata masih banyak anak muda yang ingin mendalami materi kebangsaan. Karenanya pihaknya pun mengungdang narasumber yang merupakan cendekiawan muslim Indonesia dan banyak memproduksi gagasan tentang Pancasila dan kebangsaan, Yudi Latif MA PhD
“Dalam webinar ini peserta bisa belajar dan sharing bersama secara langsung dengan beliau. Keahlian dan kepakaran Yudi Latif tak diragukan, sudah banyak buku karya beliau yang menjelaskan dan mengoperasionalkan nilai – nilai Pancasila baik secara historis maupun aplikasinya dalam konteks kekinian,” ungkap dia.
Karenanya, perlu ditanamkan kepada generasi muda sekarang adalah rasa cinta tanah air dan bangsa. Sebab, hal ini tidak bertentangan dengan nilai agama. Dalam tradisi Islam, mencintai negara itu sebagian dari iman atau hubbub al-wathan min al-iman.
Yudi berharap melalui webinar ini dapat memberikan imun dan asupan gizi demi memajukan dan meningkatkan nalar etis, nalar literasi dan nalar ilmiah kepada generasi muda calon pemimpin Indonesia di masa mendatang.
Dalam paparannya, Yudi Latif mengingatkan, Indonesia memiliki keragaman dari berbagai sisi. Mulai dari keragaman agama, budaya, etnis, bahasa dan tingkat kesejahteraan.
“Maka disinilah letak arti penting Pancasila, yakni sebagai perekat dari berbagai keragaman tadi. Jika sekarang tantangan yang muncul adalah dari pemikiran dan gerakan radikalisme agama, maka ada yang salah dengan penerapan nilai-nilai Pancasila di Indonesia,” tegasnya.
Lebih lanjut, Yudi menyebut radikalisme agama terjadi karena adanya fanatisme buta pemeluk agama, yang menganggap hanya pemahaman keagamaannya yang paling benar dan yang lain salah. Selain itu Pluralisme di Indonesia ini belum sepenuhnya mengembangkan nilai – nilai multiculturalism, sehingga tidak ada ruang – ruang perjumpaan dan lupa akan kodrat kita yang beragam tadi.
“Dalam konteks ini, lembaga pendidikan harus mampu menanamkan dan membiasakan kepada siswanya untuk memiliki sikap toleransi,” jabarnya
Di samping itu, masih adanya permasalahan dalam demokrasi Indonesia, sehingga pengambilan keputusan di ruang – ruang formal seharusnya tidak selalu dimaknai dengan suara terbanyak.
“Para pendahulu mengajarkan tentang arti penting musyawarah, ini harus dipahami,” lanjutnya.
Pembangunan di Indonesia, tambahnya, dewasa ini tidak kemudian mampu mensejahterakan mayoritas, hanya kelompok minoritas elit yang diuntungkan dalam pembangunan. Ini yang justru memperlebar ketimpangan, sehingga menyemai bibit – bibit radikalisme di Indonesia.
Dalam pandangan lain, Ainur Rofiq Al-Amin, pemateri lainnya menyatakan, radikalisme merupakan orang/kelompok yang mencoba membenturkan antara Pancasila dengan Alquran. Serta kelompok yang mencoba untuk memisahkan diri dari NKRI juga bisa disebut sebagai kelompok radikal.
“Maka saya mengundang kepada para simpatisan HTI dan kelompok radikal lain untuk diskusi dan dialog secara terbuka dengan saya. Saya siap buatkan kopi dan melakukan diskusi,” tutur Ainur Rofiq. [ina]

Tags: