Dijerat dengan pasal korupsi, Oknum Kades dan Mantan Kades Dipenjara

kades Wahyu Nurhadi, Kades Desa Gondang Kecamatan Pace ditahan Polres Nganjuk karena tertangkap tangan saat menerima suap dari pengusaha tambang.(ristika/bhirawa)

Nganjuk, Bhirawa
Peringatan bagi kades (kepala desa) atau mantan kades yang melakukan tindak pidana korupsi, ancaman penjara akan menjerat mereka yang melanggar. Setidaknya mantan Kades Sugihwaras Kecamatan Prambon Heri Indriyanto (50) dan Wahyu Nurhadi (32), Kades Desa Gondang Kecamatan Pace kini mendekam di balik jeruji besi.
Heri Indriyanto sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Nganjuk, atas dugaan korupsi APBDes tahun 2017. Heri Indriyanto dijebloskan ke Rumah Tahanan (Rutan) Klas II-B Nganjuk.
Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasipidsus) Kejari Nganjuk Eko Wahyu Prayitno mengatakan tersangka telah dipanggil pertama kali, namun yang bersangkutan tidak datang. Berikutnya, pada panggilan yang kedua, yang bersangkutan bersedia datang untuk diperiksa sebagai tersangka.
“Setelah menjalani pemeriksaan, langsung ditahan,” ujar Eko Wahyu, yang memimpin proses penahanan terhadap sang mantan kades.
Eko Wahyu menerangkan, penyelewengan uang negara dilakukan oleh tersangka Heri, saat masih aktif menjabat Kades Sugihwaras. Yakni, dengan merekayasa proyek fisik APBDes 2017. Item pekerjaan proyek yang diselewengkan ada dua, yaitu pavingisasi di salah satu dusun di Desa Sugihwaras dan pengerasan jalan.
Proyek tersebut dikerjakan tidak sesuai prosedur. Antara lain dengan melakukan mark-up nilai anggaran, hingga pelaksanaannya yang dikerjakan sendiri oleh tersangka selaku kades saat itu. Dari penyelewengan proyek fisik bernilai pagu Rp 980 juta tersebut, Eko menyebut kerugian negara sebesar Rp 651 juta.
Laporan dugaan korupsi mantan Kades Sugihwaras dilakukan pada akhir Desember 2018 lalu oleh sejumlah warga. Salah satunya adalah kegiatan proyek infrastruktur pavingisasi, di Dusun Nglimbir, Desa Sugihwaras.
Sementara itu Wahyu Nurhadi ditangkap Polres Nganjuk karena diduga melakukan pemerasan terhadap pengusaha tambang galian tanah. Wahyu Nurhadi, diamankan satuan tindak pidana korupsi (Sattipikor) Polres Nganjuk. Dari tangan tersangka, Polisi mengamankan uang senilai Rp 19,7 juta dalam amplop warna coklat dan surat permohonan sosialosasi tambang.
Kapolres Nganjuk, AKBP Handono Subiakto menjelaskan, kasus dugaan pemerasan tersebut diawali dari salah satu pengusaha tambang di wilayah desa Genjeng Kecamatan Loceret Kabupaten Nganjuk yang memintan izin angkutan tambang melewati jalan Desa Gondang Kecamatan Pace Kabupaten Nganjuk. Untuk itu, pengusaha tambang mengajukan permohonan sosialisasi kepada warga yang terdampak kegiatan angkutan tambang melalui Kades Gondang.
“Tersangka sebagai Kades tidak memberikam izin sosialisasi apabila tidak diberi kompensasi sebesar Rp 100 juta,” kata Handono Subiakto.
Selanjutnya, jelas Handono, pengusaha tambang sepakat atas kompensasi yang diminta tersangka, namun pembayaran dilakukan dua kali masing-masing sebesar Rp 50 juta. Dari kesepakatan tersebut akhirnya dibuat perjanjian dalam pertemuan di salah satu rumah makan di Kota Nganjuk.
Hingga akhirnya, menurut Handono, utusan pengusaha tambang tersebut bertemu dengan tersangka di salah satu rumah makan dan menyerahkan uang kompensasi. Akan tetapi, uang kompensasi yang diserahkan ke tersangka senilai Rp 19,7 juta dan sisa kekurangan akan dibayar pekan kedepan. “Saat uang diterima tersangka itulah tim Tipikor Polres Nganjuk datang dan langsung mengamankan tersangka beserta barang bukti. Dimana pejabat Pemerintahan dengan memanfaatkan jabatanya untuk mendapatkan keuntungan jelas melanggar undan-undang pidana korupsi,” ucap Handono Subiakto.
Saat ini Polres Nganjuk telah memeriksa 9 orang saksi, termasuk pengusaha tambang galian tanah. Dan tersangka dijerat Pasal 12 huruf e dan atau pasal 11 UURI Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UURI Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Sementara tersangka, Wahyu Nurhadi mengatakan, dirinya tidak sendirian dalam meminta kompensasi tersebut. Melainkan bersama tim perangkat Desa Gondang. Yang mana nantinya uang kompensasi tersebut rencananya untuk pengadaan tiga motor trail KLX sebagai penunjang operasional kerja. “Jadi saya tidak sendirian dalam meminta kompensasi. Dan ada tim dari perangkat desa,” tutur Wahyu Nurhadi yang mengenakan baju oranye saat di Mapolres Nganjuk.
Terkait kasus tersebut, Prayogo Laksono selaku kuasa hukum Kades Gondang menilai proses penangkapan anggota Polres Nganjuk tidak prosedural. Sebab penangkapan tersangka tidak disertai oleh surat perintah penangkapan dan penetapan kliennya sebagai tersangka dinilai masih sangat prematur.
Menurut Prayoga, jika pasal yang disangkakan terhadap kliennya adalah korupsi atau pungli dengan unsur pemaksaan, harus bisa dibuktikan terlebih dahulu sebelum menetapkan tersangka. “Jika pihak Polisi menjerat tersangka dengan pasal tindak pidana korupsi , seharusnya juga menetapkan pelaku pemberi atau penyuapnya sebagai tersangka pula,” kata Prayogo Laksono.
Dalam hal ini, Prayogo Laksono menilai ada skenario polisi mengkriminalisasi kliennya. Apalagi pelapornya oknum polisi dari Unit Pidkor Polres Nganjuk. Prayogo berupaya untuk penangguhan penahan terhadap kliennya. Jika penangguhan penahanan itu tidak di setuji, Prayogo akan melakukan upaya hukum melalui gugatan pra peradilan.(ris)

Tags: