Diknas Kota Surabaya Berikan Insentif GPK

Guru Pendamping KhususDindik Surabaya, Bhirawa
Meningkatkan komitmen bagi Guru Pendamping Khusus (GPK) di sekolah-sekolah inklusif. Para guru GPK ini merupakan pendamping anak berkebutuhan khusus yang diterima di sekolah inklusif.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya Ikhsan mengatakan, tambahan uang insentif ini akan disediakan untuk GPK setiap bulan mulai tahun ini. Nilai yang diterima sebesar Rp 500 ribu per bulan untuk mendukung biaya transport guru.
“Yang jelas tahun ini pasti dimulai. Tapi tetap akan kami bicarakan dulu di PAK (Perubahan Anggaran Keuangan) dengan tim DPRD,” ungkap Ikhsan, Minggu (26/7).
Ikhsan mengakui, tugas GPK di sekolah inklusi lebih besar. Sebab, menangani anak-anak berkebutuhan khusus membutuhkan kesabaran dan ketelatenan ekstra. Karena itu mereka patut mendapat apresiasi berupa tambahan insentif.
“Dengan adanya insentif ini, kita berharap bisa memicu semangat para guru untuk melayani anak-anak berkebutuhan khusus lebih baik lagi,” tutur dia.
Disinggung terkait deklarasi kota inklusif, Ikhsan mengaku tetap belum ada rencana melakukannya. Dia lebih memilih untuk mengembangkan pendidikan inklusif secara matang dulu sebelum benar-benar melakukan deklarasi. Sekedar diketahui, di Jatim baru ada 11 daerah yang telah mendeklarasikan diri sebagai daerah inklusif. Surabaya tidak termasuk di dalamnya.
Meski demikian, Ikhsan mengakui layanan pendidikan inklusif di Surabaya telah cukup memadahi. Saat ini, di Surabaya sudah ada 50 sekolah inklusi jenjang SD, 20 jenjang SMP, 2 SMAN inklusi dan 2 SMKN inklusi.
Selain itu, Tahun ini, Dinas Pendidikan (Diknas) Kota Surabaya juga menunjuk seluruh SMKN di Surabaya untuk menerima siswa inklusif atau siswa berkebutuhan khusus dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2015 jalur khusus. Sehingga tak hanya SMKN 8 dan SMKN 4 saja untuk sekolah inklusi.
Salah satu guru inklusi di SMPN 39 Sri Setyoningsih mengaku, mendidik siswa berkebutuhan khusus bukan hanya sekedar mengajar di sekolah. Karena mengurus anak-anak dengan ragam ketunaan yang bervariasi ini membutuhkan rasa empati yang tinggi.
“Kalau yang benar-benar punya hati pasti yang ada itu hanya rasa empati. Tidak peduli mau dibayar semahal apapun. Karena kan mereka yang berkebutuhan khusus ini juga anak bangsa,” terangnya.
Berbagai kategori anak berkebutuhan khusus. Beberapa dia sebutkan, seperti tuna grahita, lambat belajar, tuna rungu, tuna daksa dan jenis ketunaan lainnya. Masing-masing membutuhkan cara mendidik yang berbeda.
Salah satu yang paling penting adalah mengajarkan kemandirian dalam diri mereka. Jika tidak bisa mandiri dan melakukan kesalahan seperti buang air kecil sembarangan, maka petugas di sekolah wajib membenarkan.
“Tidak mungkin kita menutup mata kan. Belum lagi kalau siswa yang nggak dijemput, pasti kami mengantar mereka pulang,” ungkapnya. Di SMPN 39 sendiri ada sekitar 15 siswa inklusi, dan ada 6 GPK. [tam]

Tags: