Dilema di Ujung Ramadan

Ani Sri Rahayu

Oleh:
Ani Sri Rahayu
Dosen dan Trainer Universitas Muhammadiyah Malang

Selama bulan Ramadan, hari-hari terasa sangat cepat berjalan. Suasana religius dan damai begitu terasa. Hari-hari yang telah kita lewati telah menggoreskan catatan dalam lembaran-lembaran amal kita. Kita tidak tahu catatan hitam atau putihkah yang akan kita genggam nanti.
Hanya saja kita boleh berharap, kalaupun ada lembaran-lembaran amal kita yang hitam semoga Allah menghapusnya hingga menjadi putih kembali. Melalui firmannya Allah sebutkan: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (amalan) dari orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Ma-idah: 27). Semoga capaian dan penguatan rohani selama Ramadan akan membekali kita di hari- hari dan bulan mendatang.
Kini kita memasuki penghujung Ramadan. Muncul perasaan gembira bercampur sedih setiap hendak berpisah dengan Ramadan yang agung dan mulia. Ramadan menjumpai kita menebarkan janji-janji rahmat dan ampunan Ilahi. Lega, sedih, dan haru bercampur menjadi satu. Rasanya ingin menangis dan tersenyum berpisah dengan Ramadan.
Merujuk dari Ibnu Rajab mengenai perpisahan dengan bulan Ramadan berkata: “Para ulama salafush sholih biasa bersungguh-sungguh dalam menyempurnakan amal dan bersungguh-sungguh ketika mengerjakannya. Setelah itu, mereka sangat berharap amalan tersebut diterima dan khawatir bila tertolak. Merekalah yang disebutkan dalam ayat ‘Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang penuh khawatir, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka’ (QS. Al Mu’minun: 60).”
Oleh karena itulah, mengingat kesempatan bertemu dengan bulan Ramadan adalah anugerah. Melalui berpuasa kita melakukan transendensi diri, dari segala lumuran kotoran kekhilafan dan karat-karat dosa. Melalui kesempatan bulan Ramadan inilah sebagai bulan gerakan pemberdayaan iman dan penguatan takwa, penyegaran batin, peningkatan amal kebajikan, dan pelipatgandaan pahala bagi kaum muslim yang mengamalkan ibadat puasa dengan ikhlas, baik, dan benar.
Itulah sebabnya Nabi Muhammad SAW sangat gembira dengan datangnya bulan suci Ramadan dan beliau merasa sangat sedih ketika akan berpisah dengan bulan Ramadan yang suci ini. Ramadan bagi muslim merupakan momentum untuk melakukan muhasabah, introspeksi, koreksi diri, dan rekonstruksi mental. Mari kita memanfaatkan waktu yang tersisa ini dengan sebaik-baiknya.**

Rate this article!
Dilema di Ujung Ramadan,5 / 5 ( 1votes )
Tags: