Dilema Pengangkatan Jaksa Agung dari Partai

Surya Paloh Sepakat Syarat Presiden Jokowi. (Ifoed/Indopos)PILIHAN Presiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap HM Prasetyo sebagai Jaksa Agung, mengundang kritik dari banyak pihak. Status Prasetyo yang politikus, memantik polemik. Pengangkatan politikus Nasdem yang sebelum diangkat menjadi Jaksa Agung masih berstatus anggota DPR RI ini, dianggap salah satu bukti bahwa Jokowi tak bisa lepas dari bagi-bagi kekuasaan. Ini antitesis dari apa yang sejak awal diyakinkannya kepada masyarakat: koalisi tanpa syarat.
Meski Prasetyo pernah menjadi pejabat karir sebagai Jaksa Agung Muda bidang Pidana Umum, namun “bau” partai dalam dirinya, menjadikan para lawan politik Jokowi memiliki bahan untuk menyudutkannya.
Kamis (20/11) lalu Jokowi melantik HM Prasetyo sebagai Jaksa Agung menggantikan pelaksana tugas Andhi Nirwanto. Sebagai aparat hukum, lelaki kelahiran Tuban itu bukan orang baru. Dia sarat pengalaman. Prasetyo mengawali karirnya dari bawah. Dengan latar belakang intelejen yang dimilikinya, Prasetyo berkarir “keliling” Indonesia dengan jabatan di kejaksaan yang tak jauh dari intelejen hingga menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi di beberapa daerah seperti di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Sulawesi Selatan, sebelum menjadi Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejagung (2005-2006) dan Direktur Upaya Hukum Eksekusi dan Eksaminasi Kejagung. Setelah pensiun Prasetyo masuk partai, dan terakhir terpilih menjadi anggota DPR RI masa bakti 2014-2019 dari daerah pemilihan Jawa Tengah.
Namun, latar belakang yang tunak di bidang kejaksaan itu tak lantas membuatnya bisa diterima dengan tangan terbuka oleh para lawan politik Jokowi. Bahkan dari internal PDIP sendiri, ada yang kurang puas, jika tak mau dikatakan menolak. Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Trimedya Panjaitan, mempertanyakan pengangkatan Prasetyo. Menurutnya, Prasetyo bukan pilihan terbaik karena ketika menjadi Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum 2005-2006, tak memiliki prestasi yang cemerlang. Dia cenderung biasa saja.
Dalam usianya yang sudah menua, 67 tahun, orang juga mempertanyakan apakah mampu secara fisik Prasetyo bekerja siang-malam membenahi Kejaksaan Agung di dalam, maupun memberantas korupsi secara luas bersama KPK.
Memilih pejabat hukum dari kalangan partai memang sebuah perjudian. Apalagi, ditengarai, pertemuan Jokowi dengan Ketua Umum Nasdem Surya Paloh sebelum keputusan pengangkatan Prasetyo, berpengaruh pada keputusan Jokowi. Jokowi dianggap mengingkari apa yang dikatakan bahwa dia akan menempatkan orang-orang profesional di posisi yang seharusnya memang berurusan langsung dengan kemaslahatan masyarakat banyak.
Jaksa Agung adalah salah satu posisi yang sangat signifikan dalam proses hukum. Siapa yang memegang jabatan tersebut seharusnya orang yang bebas kepentingan. Seorang politikus diyakini tak bebas kepentingan. Keterikatan kuatnya dengan partai akan membuatnya berada dalam dilema saat harus menyelesaikan konflik yang berhubungan dengan orang-orang partainya.
Inilah yang membuat Abraham Samad, Ketua KPK, meyakini bahwa pilihan terhadap Prasetyo sangat tidak tepat dan akan mengangganggu jalannya pemberantasan kejahatan korupsi di masa depan.
Namun, Jokowi sudah mengambil keputusan. Dan kita lihat nanti, apakah keraguan orang terbukti.

                                                                                                     ————– 000 ————–

Tags: