Dinas Perpustakaan, Menuju Literasi yang Lebih Baik

Romi Febriyanto S

Oleh :
Romi Febriyanto S

Kasi Pembinaan dan Pengembangan Perpustakaan pada Dinas Arsip dan Perpustakaan Kabupaten Sragen
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menegaskan dirinya akan mendorong pemerintah daerah (pemda) untuk mengurusi eksistensi perpustakaan di masing-masing wilayah administrasinya. Bahkan Tito berwacana membentuk Dinas Perpustakaan di tingkat pemda. Mendagri akan mendorong supaya masalah perpustakaan ini menjadi urusan wajib yang harus dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Meskipun dianggap wajib, tapi bukan pelayanan dasar. Tapi wajib dalam ilmu pemerintahan. Mendagri akan membuat peraturan untuk mendukung pemda membuat Dinas Perpustakaan, mulai dari tingkat kabupaten/kota hingga desa. Dia juga meminta akan meminta desa menyisihkan anggaran untuk membuat perpustakaan. Kecamatan juga didorong untuk membuat, dianggarkan oleh kabupaten. Karena kecamatan tidak punya anggaran. Demikian berita yang ditulis oleh detik.com pada tanggal 25 Februari 2020.
Perpustakaan sudah sejak lama menjadi urusan wajib pemerintah bukan pelayanan dasar. Narasi bukan pelayanan dasar inilah yang menjadikan beberap pemerintah daerah di tanah air masih belum merasa wajib untuk mengurus perpustakaan dengan baik. Artinya, ketika pemerintah daerah tidak mengurusi perpustakaan dengan baik pun tidak akan pernah ada masyarakat yang protes. Saya sendiri sampai sekarang belum pernah mendengar pemerintah daerah didemo warganya gara-gara gedung perpustakaan milik pemerintah daerah tidak layak. Saya juga belum pernah mendengar warganet alias para netizen berisik di media sosial gara-gara perpustakaan umum di kota/kabupaten mereka tinggal sangat memperihatinkan.
Berbeda halnya dengan kesehatan yang merupakan urusan wajib pemerintah sekaligus merupakan pelayanan dasar bagi masyarakat. Salah sedikit saja dalam memberikan layanan kesehatan para netizen akan demo besar-besaran di dunia maya. Jalan rusak dan dilanda banjir juga akan memicu gelombang hujatan dan caci-maki di dunia maya. Mengapa ? Masyarakat hari ini merasa tidak dapat hidup dengan baik tanpa kesehatan yang baik. Mereka juga tidak akan merasa hidup dengan baik tanpa jalan yang mulus dan bebas banjir.
Bagaimana tentang perpustakaan ? Masyarakat akan merasa baik-baik saja meskipun perpustakaan umum di desa tempat mereka tinggal, di kecamatan tempat mereka tinggal, dan di kabupaten/kota tempat mereka tinggal sedang tidak baik-baik saja. Gedung perpustakaan umum “ala kadarnya”, koleksi buku “itu-itu saja”, dan para penunggu perpustakaan yang belum gila membaca tidak menarik perhatian mereka untuk berteriak.
Ada juga sih sebenarnya yang berteriak tetapi suara mereka nyaris tak terdengar. Siapa mereka? Mereka adalah “kaum radikal” pecinta perpustakaan, pecinta buku,dan penggemar literasi. Jumlah mereka memang masih sedikit sekaligus dibandingkan “kaum moderat” yang juga mencintai perpustakaan,buku dan literasi.”Kaum moderat’ ini sangat mencintai perpustakaan meskipun gedung perpustakaan belum baik dan meskipun koleksi buku belum berkembang. Mereka “nrimo ing pandum” menikmati perpustakaan apa adanya.
Urusan wajib bukan pelayanan dasar menjadikan banyak pemerintah daerah mendirikan perpustakaan umum sekedar untuk menggugurkan kewajiban saja. Memberikan dukungan anggaran yang memadai, dukungan sumber daya manusia yang berkompeten, dan sarana-prasarana yang lengkap nyaris tidak pernah menjadi niat baik. Mereka mendirikan dinas perpustakaan biar tidak dianggap tidak suka membaca saja. Padahal dukungan anggaran, sumber daya manusia, dan sarana-prasarana adalah bukti utama bahwa pemerintah daerah seratus persen mencintai perpustakaan.
Menurut data Kemendagri sampai hari ini 34 provinsi sudah membentuk dinas perpustakaan meski ada yang masih digabung dengan dinas yang lain. Sementara, dari 514 Kabupaten/Kota, sudah 491 kabupaten/kota memiliki dinas kelembagaan. Namun dari 491 kabupaten/kota, baru 33 yang memiliki kelembagaan perpustakaan sendiri. Sisanya, 458 kabupaten/kota memiliki dinas perpustakaan yang digabung dengan dinas lain. Dari 7.094 kecamatan, 1.685 atau 23 persen-nya sudah ada perpustakaan. Artinya, masih banyak sekali yaitu lebih dari 5.000 kecamatan yang tidak memiliki tempat untuk membaca yang disediakan oleh pemerintah. Untuk di tingkat desa, dari 83.481 desa, sudah 33.929 desa memiliki tempat untuk membaca. Sudah mencapai 44 persen, sisanya masih 56 persen yang belum (Kompas, 27 Februari 2020).
Dorongan Menteri Dalam Negeri untuk memajukan dunia literasi di negeri tercinta ini semoga direspon dengan baik oleh pemerintah daerah di tanah air. Respon nyata bukan respon basa-basi. Semoga! [*]

Tags: