Dindik Abaikan Peredaran Buku di Pasaran

Buku di PasaranDindik Surabaya, Bhirawa
Peredaran bebas buku kurikulum 2013 di pasaran tampaknya tak menarik bagi Dinas Pendidikan (Dindik) Surabaya. Buktinya, buku yang semestinya tidak boleh diperjualbelikan itu tetap saja beredar di toko buku. Pihak Dindik bahkan tak memberikan respon apapun terkait hal tersebut.
Kepala Dindik Surabaya Ikhsan mengatakan, dirinya tengah fokus terhadap distribusi buku yang sampai saat ini belum rampung, khususnya untuk jenjang SD. Dia hanya menginstruksikan kepala sekolah agar melarang orang tua murid membeli buku di luar sekolah. Dia juga meminta para orang tua untuk sedikit bersabar menunggu proses distribusi selesai.
“Kita sekarang fokus saja untuk distribusi buku ke sekolah-sekolah. Kalau buku sudah diterima siswa maka kejadian murid beli buku di luar tidak akan terjadi,” dalihnya, Kamis (21/8).
Terkait langkah yang akan mereka tempuh dengan merebaknya buku ilegal, Ikhsan tidak bisa berbuat banyak. Dirinya justru menanyakan apakah benar pihak penerbit resmi yang benar-benar mengedarkan buku yang kini nangkring di toko buku itu.
Karena berdasarkan koordinasinya dengan pihak penerbit resmi yang menangani distribusi di wilayah Surabaya, mereka baru mencetak sampai tema dua. Sedangkan buku yang beredar di toko bahkan sudah selesai sampai tema lima.
“Coba dicek saja, apa benar percetakan sudah cetak sampai tema itu. Karena saat kami konfirmasi katanya tema dua itu saja masih baru mau dicetak,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dindik Jatim Dr Harun MSi mengakui bahwa peredaran buku merata hampir di seluruh wilayah Jatim. Padahal, seharusnya pihak percetakan yang diberi wewenang oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk mencetak, hanya boleh menjual ke sekolah. Penerbit tidak boleh mencetak buku tersebut jika ditujukan untuk dijual ke masyarakat secara bebas.
Tidak hanya itu, harga buku pun telah ditentukan oleh Kemendikbud. Harga ecerah tertinggi (HET) untuk masing-masing buku adalah Rp 8 ribu. Sedangkan yang terjadi, buku tersebut di pasaran dijual dengan harga dua kali lipat bila dibanding harga yang seharusnya.
“Kami sudah melaporkan masalah ini, dan memetakan persoalan yang terjadi di Jatim. Besok (hari ini) kami akan mengumpulkan kabupaten/kota untuk menindaklanjuti buku illegal ini,” tegas Harun
Menurut Harun, masyarakat yang membeli buku di toko sebenarnya tidak bisa disalahkan. Sebab, alasan mereka membeli buku tersebut karena terdesak kebutuhan. Ini karena anak-anak mereka sudah mulai masuk sekolah sejak pertengahan Juli lalu.
Namun buku yang dibutuhkan belum juga sampai di sekolah atau sudah sampai tapi jumlahnya kurang. “Sehingga, demi keefektifan belajar banyak orang tua murid yang memilih untuk membeli saja di luar sekolah,” lanjut dia.
Meski tak bisa disalahkan, Harun menilai hal ini seharusnya tidak terjadi meski kondisi di lapangan tidak sesuai harapan.  Yaitu buku telat didistribusikan dan tidak merata jumlahnya.  “Kami sudah sediakan solusi. Pakai CD saja atau difotokopi. Membeli di luar sekolah itu melanggar aturan,” tutur mantan Kepala Disparta Jatim itu.
Khusus untuk persoalan ini, Harun menegaskan jika Dindik Jatim meminta Kemendikbud agar menetapkan prosedur yang jelas. Karena untuk mengatasi hal ini , dindik di daerah termasuk provinsi, tidak memiliki wewenang untuk menindak.
“Yang memegang kontrak itu adalah LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah)  langsung pihak penerbit. Jadi kita tidak bisa berbuat banyak,” pungkas dia. [tam]

Tags: