Dindik Jatim dan Kemenperin Kolaborasi Buat Modul Penyelarasan

(Industri dan SMK Belum Sinkron)
Dindik Jatim, Bhirawa
Salah satu poin instruksi presiden tentang revitalisasi SMK ialah dilakukannya penyelarasan dunia industri dengan pendidikan kejuruan. Sayang, baik pihak sekolah maupun industri merasa belum sinkron dengan program keahlian yang tengah diselaraskan.
Seperti diungkapkan Kabid Pembinaan SMK Dindik Jatim Dr Hudiyono. Pihaknya menjelaskan, beberapa industri yang ditunjuk oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendampingi SMK masih belum sinkron dengan program keahlian yang ada, begitu pun sebaliknya.
Semisal, lanjut Hudiyono,  PT Semen Gresik yang ditunjuk mendampingi SMK dengan program keahlian otomotif. Atau SMKN 1 Kamal yang memiliki program keahlian otomotif namun didampingi perusahan dok kapal.
“Karenanya kita perlu melakukan tindak lanjut dari hasil link and match SMK dan industri yang sudah dilakukan oleh Kemenperin,” tutur Hudiyono dalam diskusi link and match kurikulum SMK dengan Industri, Rabu (19/4).
Menurut Hudiyono, tindak lanjut penyelarasan itu dilakukan dengan membuat modul pembelajaran yang langsung melibatkan guru produktif SMK dan industri.Dalam program link and match ini, sedikitnya ada 234 SMK dan 50 industri yang terlibat di Jatim. Dari jumlah tersebut, targetnya akan menghasilkan modul penyelarasan untuk 18 program keahlian.
“Dari 142 program keahlian, kolaborasi yang bisa diakomodir untuk dunia indsutri ada 36 program. Dari jumlah itu, Jatim sedang mengembangkan 18 modul yang akan digunakan untuk acuan program penyelarasan secara nasional,” tutur Hudiyono.
Dengan adanya modul penyelarasan ini, Hudiyono berharap kurikulum SMK dengan industri dapat disinkronkan. Dengan begitu, lulusan SMK akan lebih mudah masuk dalam dunia industri. “Masih ada sektor lain yang sedang kita kembangkan di luar industri. Seperti sektor pariwisata, pertanian dan kesehatan,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala Pusdiklat Industri Kemenperin Mujiyono menjelaskan, pihak industri dapat menyesuaikan program keahlian yang bisa didampingi di SMK. Semisal dari sisi perkantoran atau kompetensi yang lain. Karena itu, satu SMK tidak selalu didampingi satu industri.
“Bisa satu SMK didampingi lebih dari satu industri. Sebab, satu SMK bisa jadi memiliki program keahlian yang bermacam-macam,” ungkap Mujiyono.
Dalam kesempatan itu, Mujiyono mengungkapkan alasan perlunya link and match SMK dengan industri. Diantaranya ialah terkait kurikulum pendidikan, guru dan sarana prasarana. Kurikulum pendidikan kejuruan dikatakannya, belum sesuai dengan dunia industri. Dia mencontohkan program keahlian kimia industri, ada 12 kompetensi yang dibutuhkan industri namun tidak ada dalam mapel kejuruan SMK. Selain itu, Mujiyono mengaku sarana prasarana SMK tertinggal dua generasi dibanding industri. Saat ini, industri telah menggunakan sistem otomasi dan sedang mengarah ke generasi empat yang menggunakan sistem digital.
“Kelemahan SMK juga terletak pada proporsi guru produktif yang kurang. Dari total 302 ribu guru SMK, hanya 22 persen diantaranya adalah guru produktif,” tutur dia. Idealnya, lanjut Mujiyono, guru produktif SMK setidaknya ada 60 persen dan 40 persen guru normatif serta adaptif.tam

Tags: