Dindik Jatim Incar Pengelolaan Anggaran BOS SMA/SMK

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Saiful Optimistis Anggaran Pendidikan Meningkat Lagi
Dindik Jatim, Bhirawa
Penurunan anggaran pendidikan tampaknya sudah membuat galau Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim. Hal ini mendorong instansi di bawah kepemimpinan Dr Saiful Rachman itu berupaya keras mencari tambahan anggaran. Khususnya ketika pengelolaan SMA/SMK resmi beralih ke tangan provinsi.
Salah satu yang menjadi incara Dindik Jatim untuk menambah kekuatan anggaran pendidikan Jatim ialah Bantuan Operasional Sekolah (BOS) pendidikan menengah SMA/SMK. Selama ini, Saiful mengaku pengelolaan anggaran BOS SMA/SMK masih di tangan pusat. Jika dana tersebut didekonsentrasikan ke Jatim, maka otomatis akan menambah kekuatan anggaran pendidikan Jatim yang saat ini turun dari Rp 4,75 triliun menjadi Rp 4,6 triliun.
“Kita berharap demikian. Rencana ini sudah kita bicarakan pada Wakil Gubernur Jatim dan akan segera kita usulkan ke pusat,” tutur Saiful saat dikonfirmasi, Kamis (8/10).
Saat ini, Saiful mengaku hampir seluruh siswa SMA/SMK telah mendapat kucuran dana BOS. Kecuali sekolah-sekolah yang memang sengaja menolak. Nilainya Rp 1,2 juta per siswa per tahun. “Kalau ini kita kelola, anggaran akan meningkat,” tutur dia.
Selain meningkatkan kekuatan anggaran, dalam hal pengelolaan diyakininya akan lebih efektif dibanding saat ditangani langsung oleh pusat. “Kita sudah berpengalaman dalam mengelola BOS SD/MI dan SMP/MTs. Jadi tidak sulit untuk mengelola BOS SMA/SMK,” tandasnya.
Terkait pengelolaan SMA/SMK sebagai akibat implementasi UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, Saiful mengaku perlu perencanaan yang serius. Baik terkait anggaran maupun peta pendidikan di Jatim. Seluruh sumber anggaran sudah harus terhitung sebelum pengelolaan resmi ditangani Dindik Jatim. “Sumber pendanaan mulai dekonsentrasi APBN, APBD provinsi maupun APBD kabupaten/kota harus terhitung. Dari APBD provinsi sendiri pasti juga akan ditingkatkan. Tidak mungkin gubernur memberi beban besar tanpa ditunjang dengan anggaran yang cukup,” tutur Saiful.
Sekolah-sekolah yang kualitasnya di bawah standar harus mendapat prioritas utama dalam penerimaan bantuan agar bisa meningkatkan mutunya. “Untuk sekolah yang sudah bagus, tetap akan kita perhatikan. Tapi yang diutamakan harus sekolah-sekolah yang standar pendidikannya masih rendah,” tutur mantan Kepala Badan Diklat Jatim ini.
Pada badan akreditasi,  terdapat data terkait standardisasi pendidikan. Dari situ, Dindik Jatim bisa mengurai kekurangan sekolah terletak pada standar yang mana.
Kabid Pendidikan Menengah Pertama-Menengah Atas Dindik Jatim Bambang Sudarto menambahkan, pada periode Januari-Juni ini pencairan BOS telah digulirkan sebesar Rp 278,9 miliar. Anggaran tersebut disalurkan pusat langsung kepada 1.373 lembaga dengan jumlah siswa sebanyak 464.989 peserta didik. “Pencairan BOS SMA dilakukan dalam dua kali setahun atau per semester. Sehingga pada periode Januari-Juni siswa baru menerima Rp 600 ribu,” ungkap Bambang.
Dari besaran anggaran tersebut, setiap tahun SMA Jatim mendapat kucuran BOS Rp 557,9 miliar. Total bantuan yang diterima siswa ialah sebesar Rp 1,2 juta per tahun. “Kalau untuk pencairan periode Juli-Desember kita belum mendapat laporannya dari pusat,” tambah dia. Sementara untuk SMK, jumlah penerima BOS mencapai 671.453 siswa. Dari jumlah penerima tersebut, maka total anggarannya akan mencapai Rp 805,7 miliar untuk dua periode pencairan.
Bambang pun mengakui pengelolaan BOS SMA akan lebih efektif jika dikelola oleh provinsi. Sejumlah kelebihannya antara lain, pengawasan yang lebih mudah terjangkau. Selain itu, jika ada permasalahan di sekolah juga akan lebih mudah diatasi. Misalnya pencairan yang masih nyantol karena syarat adiministratif.
Sementara itu, anggota Komisi E DPRD Jatim Suli Daim mengungkapkan keprihatinannya terkait penurunan anggaran pendidikan tahun depan. Seharusnya pendidikan bisa menjadi prioritas program pemerintah dalam kondisi seperti apapun. “Kalaupun mau menurunkan anggaran SKPD lain silakan. Tapi setidaknya jangan pendidikan dan kesehatan. Dua bidang itu karena langsung bersentuhan dengan kebutuhan masyarakat,” ungkap Suli.
Apalagi pada 2016 mendatang akan terjadi transisi pengelolaan SMA/SMK dari kabupaten/kota ke provinsi. Logikanya, lanjut Suli, tanpa mengelola sekolah saja tahun ini anggarannya bisa Rp 4,75 miliar. Tapi kenapa saat provinsi akan mengelola pendidikan anggarannya justru turun? “Kita akan segera koordinasi dengan eksekutif. Khususnya Dinas Pendidikan terkait anggaran yang dipangkas di pos apa saja,” pungkas dia. [tam]

Tags: