Dindik Jatim Kaji Penambahan SMK Migas

SMK MigasDindik Jatim, Bhirawa
Target peningkatan jumlah SMK di Jatim terus digenjot hingga memenuhi target perbandingan 70 : 30 dengan SMA. Salah satunya ialah dengan mendirikan Unit Sekolah Baru (USB) di beberapa daerah berpotensi yang membutuhkan serapan tenaga kerja dalam jumlah besar seperti migas.
Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim Dr Saiful Rachman mengatakan, daerah yang memiliki potensi migas adalah Sumenep. Potensi pengeboran minyak di wilayah itu cukup tinggi. Terutama di wilayah laut lepas. Selain Sumenep, wilayah yang memiliki potensi migas adalah Sidoarjo.
“Sidoarjo potensinya besar juga, tapi tidak harus membangun sekolahan,” katanya.
Saiful mengatakan, untuk mendirikan SMK migas harus melalui kajian yang tepat. Terutama pada kelayakan, hingga menimbang baik dan buruknya SMK tersebut bagi daerah yang bersangkutan. Dengan begitu, tidak asal membangun SMK. Di Sumenep misalnya, sinergi dan kematangan rencana bersama pihak-pihak terkait harus diperkuat lebih dulu.
Ketika kewenangan SMA/SMK sudah beralih ke pemerintah provinsi pada 2017, maka pematangan rencana pendirian SMK akan lebih mudah. Termasuk dengan izin dari gubernur. Sebab, selama ini, potensi migas di Sumenep cukup diakui. Potensi migas Sumenep turut mendukung migas di Blok Cepu. “Potensinya memang bagus, salurannya juga jelas,” katanya.
Meski begitu, mantan kepala Badan Diklat Jatim itu mengaku bahwa banyak hal yang harus dipersiapkan untuk mendirikan SMK migas. Selain kerjasama dengan banyak pihak, kebutuhan tenaga pengajar juga harus diperhatikan. Orang-orang yang potensial baik praktisi maupun profesional harus disiapkan. Sebab, dalam migas dibutuhkan sumber daya manusia yang memiliki standar tinggi dan bersertifikasi internasional.
Karena itu, pihaknya belum mengarah pada anggaran pendirian SMK migas. Namun, jika dikalkulasi, dana yang dibutuhkan untuk mendirikan satu SMK mencapai Rp 15 miliar. “Itu SMK umum, bukan SMK migas, bisa lebih kalau untuk SMK migas,” katanya. Apalagi, peralatan praktiknya juga lebih spesifik.
Dia menilai, SMK migas di Bojonegoro juga belum sepenuhnya optimal. Sebab, dalam operasional masih dibantu oleh ekspatriat migas yang ada di sana. Perusahaan belum membantu optimal. “Jadi pendirian SMK migas memang masih perlu re-engineering,” tutur mantan kepala SMKN 4 Malang itu.
Adapun di Sidoarjo, Saiful mengakui potensi migas juga cukup besar. Namun, dia menilai belum sampai pada tahap harus membangun SMK migas. Potensi migas di sana, jelas dia, bisa diperkuat dengan membuka jurusan baru di SMK yang sudah ada. Yakni, jurusan migas di SMK perkapalan. “Jurusan migas bisa dibuka lantaran masih satu rumpun,” katanya.
Kabid Pendidikan Menengah Kejuruan Dindik Jatim Dr Hudiyono menambahkan, hasil evaluasi yang dilakukan terhadap SMKN 5 Bojonegoro sebagai penyelenggaran program keahlian migas sangat baik. Hal itu diukur dari antusiasme peserta didik baru terhadap sekolah yang baru beroperasi dua tahun terakhir.
“Sekarang baru dibuka angkatan kedua. Tapi daya tampung sudah over load dan banyak pendaftar siswa baru yang tertolak. Itu artinya kepercayaan masyarakat cukup tinggi,” kata Hudiyono. Selama ini, kata Hudiyono, kebutuhan tenaga untuk perusahaan migas justru diisi oleh orang-orang dari luar Jatim bahkan warga negara asing.
Tingginya antusiasme masyarakat, lanjut Hudiyono, perlu ditanggapi serius dengan menambah daya tampung SMK Migas. Baik dengan menambah ruang kelas baru di SMKN 5 Bojonegoro atau pendirian USB SMK Migas di daerah-daerah lain. “Untuk fisik saja anggarannya bisa menghabiskan Rp15 miliar. Sedangkan peralatannya juga cukup mahal,” kata dia.
Hudiyono juga mengakui, selain fasilitas praktikum yang berbiaya tinggi, kerjasama dengan perusahaan migas harus mendapat dukungan kuat dari kepala daerah. “Perusahaan migas umumnya tidak berkenan membuat MoU tertulis dengan SMK. Tapi untuk dukungan tempat magang, mereka masih bisa menyediakan,” pungkas Hudiyono. [tam]

Tags: