Dindik Jatim Kembangkan Program Vokasional Luar Biasa

Dari kiri, Sekretaris Aprisindo Ali Mas’ud, HRD Manajer PT Wangta Agung Suryanto, Kepala Dindik Jatim Dr Saiful Rachma dan Kabid PKLK Dindik Jatim Ninik Astuti Dewantari melihat langsung proses pelatihan menjahit siswa ABK di SLB Pembina Malang.

Jadi Pioner di Indonesia, Gandeng Industri Latih Keterampilan ABK
Surabaya, Bhirawa
Penguatan vokasional menjadi konsep pendidikan yang khas bagi Provinsi Jatim. Tidak hanya untuk SMK, jenjang pendidikan SMA juga diperkuat dengan vokasional melalui konsep double track. Kini, pendekatan vokasional juga diberlakukan bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) pada jenjang pendidikan luar biasa.
Pengembangan program vokasional bagi ABK ini bahkan telah berjalan mulus melalui kerjasama yang melibatkan tiga sektor sekaligus. Ketiganya ialah, Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI).
Kepala Dindik Jatim Dr Saiful Rachman mengungkapkan, program vokasional bagi ABK ini mendapat dukungan kuat oleh industri sepatu di Jatim. Para siswa dilatih langsung oleh tutor dari industri sekaligus diuji kompetensinya. Akhirnya, pihak industri juga langsung memberi kesempatan siswa untuk mendapat lapangan pekerjaan.
“Ini program yang istimewa. Orangtua dan guru yang selama ini telah bersabar mendidik anak-anaknya mendapat angin segar bahwa anak-anak mereka juga bisa mencari penghidupan sendiri,” tutur Saiful saat memberi pengarahan dalam pelatihan peningkatan mutu keterampilan bagi peserta didik berkebutuhan khusus di SLB Pembina Malang, Rabu (15/11).
Saiful mengakui, kerjasama dengan Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Jatim adalah langkah awal. Ke depan, pihaknya berharap ada perluasan kerjasama dengan sektor industri yang lain. Harapannya, serapan tenaga kerja ABK di Jatim semakin tinggi. “Kita ingin ada kesempatan kerja yang lebih luas bagi ABK. Contohnya dengan bekerjasama dengan sektor industri perhotelan,” tutur Saiful.
Sekretaris Aprisindo Jatim Ali Mas’ud menuturkan, penguatan vokasional bagi siswa ABK baru berjalan di Jatim. Para siswa dilatih keterampilan menjahit sepatu menggunakan mesin jahit standar pabrik. Kendati demikian, dasar keterampilan menjahit ini juga bisa digunakan untuk memproduksi tas dan produk lainnya.
Sebelumnya, lanjut Ali, Provinsi Jawa Tengah juga mengusulkan program semacam ini. Namun, program itu terkendala peralatan yang sesuai standar industri. “Di Jawa Tengah permintaannya hanya untuk delapan siswa. Itupun mesin jahitnya masih lama. Padahal industri sudah memakai mesin jahit high speed,” tutur Ali.
Ali mengungkapkan, setiap industri memiliki kewajiban satu persen dari total karyawan adalah karyawan berkebutuhan khusus. Namun, khususnya untuk industri persepatuan pihaknya siap menerima berapa pun jumlah siswa ABK yang akan masuk. “Semakin banyak jumlahnya semakin baik. Tapi ini juga perlu dukungan orangtua. Karena umumnya orangtua ABK tidak tega berpisah dengan anaknya,” kata Ali.
Kabid Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Dindik Jatim Ninik Astuti Dewantari menambahkan, dalam pelatihan tersebut terdapat 50 siswa ABK dan 25 guru pendamping. Mereka adalah ABK yang mengalami ketunaan seperti tuna rungu, tuna wicara dan tuna grahita. “50 anak ini kita latih ini sengaja dicari yang sudah siap kerja. Mereka berasal dari beberapa kabupaten/kota se Jatim yang akan langsung ditempatkan kerja di perusahaan sepatu setelah mengikuti pelatihan ini,” tutur Ninik.

Industri Siap Tampung Berapapun Jumlah ABK
Program vokasional bagi siswa luar biasa ini secara langsung dipantau PT Wangta Agung. Perusahaan sepatu yang berlokasi di Surabaya itu berkomitmen memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi ABK yang ingin bekerja di sana.
HRD Manajer PT Wangta Agung Suryanto mengungkapkan, saat ini di perusahaannya telah ada 55 karyawan difabel. 35 di antaranya ialah tuna rungu dan 20 lainnya tuna daksa. “Ini sudah komitmen perusahaan. Bahkan perusahaan senang, karena produktifitas ABK ternyata lebih tinggi dari pada karyawan umumnya,” tutur Suryanto.
Prosduktifitas karyawan difabel itu diakui cukup beralasan. Sebab, mereka jauh lebih berhati-hati, disiplin dan pastinya tidak banyak ngomong. “Misalkan kita target 100 sepatu per jam, mereka bisa membuat 110 per jam,” tandas Suryanto.
Suryanto berharap 50 siswa yang dilatih bersama Dindik Jatim ini seluruhnya mau bekerja di tempatnya. Dari sisi upah dan karir, pihaknya memastikan tidak akan ada diskriminasi dalam perusahaan. “Yang penting kemauannya dulu. Kalau masalah keterampilan, sebenarnya ketika mau masuk perusahaan juga akan kita latih lagi dan terus didampingi,” tutur Suryanto.
Kepala Badan Diklat Industri Yogyakarta Kemenperin Tevi Dwi Kurniawati menegaskan, tahun ini merupakan tahun pertama pelaksanaan program. Ke depan, pihaknya ingin Dindik Jatim kembali menyiapkan peserta untuk dilatih sekaligus diuji keterampilannya.
“Peserta ini akan lulus dengan sertifikat pelatihan dan sertifikat kompetensi, jika lulus. Sertifikat kompetensi ini berlaku sampai tiga tahun,” kata Tevi.
Program ini, lanjut dia, merupakan konsep three in one. Sebab, selain dilatih, siswa juga disertifikasi dan langsung ditempatkan kerja. “Tahun depan kita siapkan anggarannya. Dindik Jatim silahkan cari pesertanya, dan industri yang menyiapkan lapangan pekerjaannya,” pungkas Tevi. [tam]

Tags: