Dindik Jatim Minta Sekolah Buat Terobosan

Sikapi Heterogenitas Imbas Pemberlakuan Zonasi
Surabaya, Bhirawa
Dinas Pendidikan (Dindik) Jawa Timur siapkan program khusus bagi SMA negeri Di Jawa Timur pasca adanya zonasi. Hal itu penting dilakukan untuk mensikapi input dari siswa yang berbeda dari sebelumnya. Misalnya dari input siswa yang pintar, kemudian sekolah mendapatkan input heterogen. Mengingat adanya penerapan zonasi, artinya tidak ada lagi sekolah favorit ataupun sekolah pinggiran. Siswa dengan tingkat kemampuan intelektual tinggi, sedang, rendah, bisa mendaftar ke sekolah mana saja. Asalkan, jarak sekolah dekat dengan rumah. Karena itu, guru atau sekolah juga harus mempersiapkan diri dengan situasi tersebut.
Diungkapkan Kabid SMA Dindik Jatim, Ety Prawesti, jika pihaknya meminta kepala sekolah untuk menyasun terobosan (langkah) yang harus dilakukan oleh sekolah ke depannya. Apakah siswa dengan nilai UN yang terbilang jelek akan di “godok” lagi di kelas khusus. Terkait hal itu Ety juga menuturkan jika uneg-uneg tentang PPDB zonasi sudah disampaikan kepada utusan Kemendikbud. Terutama agar PPDB zonasi di tahun mendatang bisa berjalan lebih lancar. Dan yang penting memang menyikapi input siswa.
“Dengan adanya kondisi siswa yang heterogen, maka sekolah juga tidak bisa berdiam diri. Sekolah harus semakin berinovasi dalam sistem pembelajaran. Terkait hal itu, kepala sekolah memegang peran penting untuk hal ini,” ungkap dia.
Langkah tersebut perlu diambil untuk menjaga agar siswa bisa menyerap pembelajaran dengan baik. Yakni sesuai dengan kemampuan intelektual yang dimiliki siswa. Hal serupa juga berlaku di SMA yang menerapkan sistem satuan kredit semester (SKS). Di SMAN 5 Surabaya, misalnya. Sekolah tersebut baru satu tahun ini menerapkan SMA SKS. “Itu juga harus dibuat terobosan,” jelasnya.
Ety mengakui, kesiapan guru sangat diperlukan. Khususnya dalam menghadapi beragamnya siswa. Sebab, menyiapkan mental siswa juga tidak mudah. Terutama terkait anggapan yang kemungkinan muncul tentang anak pintar dan tidak pintar. Jangan sampai siswa merasa minder. “Paling tidak, siswa juga harus memahami kondisi lingkungan,” katanya.
Sementara itu, Ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur Prof Akh Muzakki mengatakan, tantangan pasca zonasi dalam pembelajaran memang tidak bisa dielakkan. Karena itu, pada momen masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS), sekolah harus mengusung hospitality atau keramahan. “Ini penting sebagai kesan pertama. Bukan hanya bagi siswa, tapi juga orang tua,” terangnya.
Keramahan di sekolah juga bisa mempercepat proses adaptasi siswa baru dengan lingkungan sekolah yang baru. Penyesuaian yang cepat, akan menjadi modal penting bagi siswa untuk merasa nyaman. Sehingga, siswa juga bisa mengikuti pembelajaran dengan baik.
Terkait apakah sekolah perlu menyediakan kelas khusus atau tidak, guru besar Sosiologi Pendidikan UIN Sunan Ampel Surabaya itu menyebut agar sekolah bisa menjadikan negara maju sebagai referensi.
“Proses pembelajaran tidak disendirikan. Karena pembelajaran tidak sekadar akademik, tapi juga sosialisasi diri,” tuturnya. Karena itu, proses pembelajaran tidak perlu dipisah. Harapannya, sosialisasi siswa di sekolah bisa terbangun. Siswa juga terbiasa hidup dengan kondisi yang beragam. Meski begitu, sekolah memang penting menyediakan pembelajaran tambahan. Terutama kepada siswa yang dirasa memiliki kemampuan intelektual kurang. “Karena semua anak punya potensi,” katanya. Adapun siswa dengan intelektual yang tinggi, ujar dia, sudah memiliki kemampuan akselerasi mandiri yang bagus. Sehingga lebih mudah mengikuti pembelajaran. [ina]

Tags: