Dindik Jatim: Sekolah Lima Hari Efektif untuk SMA/SMK

Ribuan alim ulama, pimpinan ponpes, pengurus NU, lembaga pendidikan Ma’arif NU dan persatuan guru NU Kabupaten Pasuruan saat melakukan aksi protes di halaman gedung DPRD Kabupaten Pasuruan, Rabu (14/6). [hilmi husain]

Ulama Pasuruan Tolak Keras, Ribuan Madin-Ma’arif Terancam Tutup
Dindik Jatim, Bhirawa
Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah masih menjadi kontroversi di masyarakat. Khususnya terkait jam belajar yang diperpanjang selama delapan jam selama lima hari. Di tengah banyaknya pesimisme, Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim justru optimistis hal tersebut akan efektif diberlakukan.
Kepala Dindik Jatim Saiful Rachman mengatakan, kebijakan ini akan cocok untuk siswa SMA/SMK. Karena siswa SMA dapat menambah jam untuk pengayaan masuk perguruan tinggi.  Sementara untuk SMK, siswa akan lebih terbiasa dengan jam kerja di industri. Hal itu secara langsung akan melatih siswa SMK saat mengikuti magang. “Kalau SMA dan SMK tidak masalah, apalagi SMK juga menyesuaikan jam kerja diperusahaan yang pulang jam 4,” tuturnya, Rabu (14/6).
Apalagi di Jatim, lanjut dia, tidak banyak sekolah yang pararel. Kalaupun  sekolah yang digabung dengan diniyah juga tetap bisa berjalan. Apalagi diniyah termasuk pendidikan karakter. Kalau di kepulauan, sekolah SMA dan SMK juga menyesuaikan standarnya.
“Di tingkat nasional memang sudah ada permendikbud, jadi kami ya sudah melaksanakan juga tingkat SMA dan SMK. Tapi kalau tingkat SD dan SMP harus dipertimbangkan sarana prasarana dan aspek lainnya, “tegasnya.
Dari segi guru, menurutnya bisa menuntaskan kewajiban mengajar guru. Jadi guru tidak perlu menuntaskan jam belajar dengan menambah jam mengajar di sekolah lain.
Sementara itu, pakar pendidikan Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Prof Mustaji  mengungkapkan sistem sekolah lima hari saat ini belum bisa diterapkan secara nasional. Apalagi karakteristik pendidikan dan wilayah di Indonesia cukup beragam. Menurutnya untuk  wilayah perkotaan seperti Surabaya atau daerah dengan perekonomian kelas menengah ke atas  yang butuh libur,  Sabtu dan Minggu memang cukup efektif.
“Kalau yang di daerah yang butuh kehadiran guru tiap hari kurang efektif. Di daerah pedesaan apalagi, di wilayah yang madrasahnya bergabung dengan sekolah diniyah. Nantinya akan sulit mendapatkan siswa,”jelasnya.
Dikatakannya, sekolah madrasah sudah khawatir akan rencana tersebut. Jadi penerapan sekolah lima hari memang bisa diterapkan untuk sekolah yang memang sudah siap secara struktural. Namun, sistem ini tidak bisa dipaksakan pada sekolah yang sistem kultural dan strukturalnya tidak siap. “Kalau menurut saya yang tidak siap ya biarkan seperti saat ini yang sistemnya 6 hari sekolah,” lanjutnya.
Sistem ini juga akan mempengaruhi pembelajaran di kepulauan atau daerah terpencil. Akses belajar yang jauh juga akan menjadi kekhawatiran jika siswa harus pulang sore. Ia melihat pendidikan harus dilihat dari karakteristik kebutuhan belajar siswa. Bukan hanya keefektifan jam bekerja Aparatur Sipil Negara. “Saya lebih melihat karakteristik belajar anak. Jadi kalau karakteristik anak berbeda, layanan juga harus berbeda,”pungkasnya.

Tags: