Dindik Jatim Sesalkan Surabaya Tolak UN CBT SMP

Pelaksanaan-UN-CBT-di-salah-satu-sekolah-di-Surabaya.

Pelaksanaan-UN-CBT-di-salah-satu-sekolah-di-Surabaya.

Dindik Jatim, Bhirawa
Ujian Nasional (UN) jenjang SMP/MTs kembali akan dilaksanakan dengan dua metode sekaligus. Yakni Paper Based Test (PBT) dan Computer Based Test (CBT). Namun jumlah sekolah penyelenggara UN CBT jenjang SMP/MTs ini jauh tak sebanding dengan SMA/SMK.
Di Jatim, hanya 11 sekolah yang akan mengikuti ujian semi online ini. Sebelas sekolah itu tak satu pun berasal dari Surabaya. Ini karena sejak awal Kota Surabaya di bawah kepemimpinan Wali Kota Tri Rismaharini sudah menolak UN CBT untuk jenjang SMP. Hal ini tak urung membuat Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim Dr Saiful Rahman merasa kecewa. “Seharusnya Surabaya bisa menjadi pelopor UN CBT. Dari segi sarana dan prasarana Surabaya paling siap,” kata Saiful dihubungi, Rabu (29/4).
Seperti diketahui, sebelas sekolah penyelenggara UN CBT di Jatim itu antara lain SMPN 4 Kediri, MTsN 2 Kediri, SMPN1 Gresik, SMP Muhammadiyah 12 Gresik, SMPN 1 Lamongan, SMPN 1 Mejayan Madiun, SMPN 1 Geger Madiun, SMPN 1 Singosari Malang, SMPN 4 Kepanjen Malang, SMPN 2 Pandaan Pasuruan dan SMPN 1 Lumajang. Surabaya menolak lantaran hasil UN akan digunakan sebagai penentu Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA/SMK.
Saiful menegaskan, perubahan metode UN dari PBT ke CBT merupakan usaha positif pemerintah pusat yang harus didukung semua elemen, baik provinsi maupun kabupaten/kota. Alasan hasil UN SMP akan digunakan sebagai penentu PPDB tidak bisa diterima. Karena setiap level pemerintahan memiliki kebijakan masing-masing. Seperti kurikulum dan evaluasi pendidikan (UN,red) itu masuk wilayah pemerintah pusat. Jadi semua level harus ikut menyukseskan.
“Kita ini NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) bukan negara Surabaya,” tegas dia.
Mantan Kepala Badan Diklat Jatim ini mengungkapkan, Surabaya tidak boleh terus menerus menolak UN CBT jenjang SMP/MTs. Tahun depan, penolakan ini tidak boleh terjadi kembali.
Hal senada juga diungkapkan Ketua Dewan Pendidikan Surabaya Martadi. Menurutnya, Surabaya harus segera mempersiapkan diri untuk mengejar ketertinggalan melaksanakan UN CBT jenjang SMP/MTs tahun depan. Tahun ini, sebenarnya Surabaya mendapat tiga sekolah untuk melaksanakan UN CBT. Hal ini dikhawatirkan akan menimbulkan ketidaksetaraan nilai UN antara PBT dan CBT. Jika sudah demikian, Dindik Surabaya akan kesulitan menghadapi protes orangtua yang ingin anaknya lolos PPDB.
“Kita bisa memahami alasan Dindik Surabaya.  Kalau hasil peserta UN CBT buruk akan menjadi alasan protes dari wali murid karena PPDB akan murni memakai nilai UN,” kata dia.
Namun demikian, jika terus khawatir dengan persoalan ini tidak akan ada akhirnya. “Kalau tahun depan nilai UN dipakai PPDB lagi apa tidak mau menggelar UN CBT lagi. Mau sampai kapan?,” sebutnya.
Karena itu, Martadi berharap Surabaya lebih dini mempersiapkan UN CBT untuk tahun depan. Bisa Jadi UN CBT untuk SMP ini dilakukan melalui testing center. Artinya, dilakukan secara terpadu di beberapa wilayah. Sekolah yang tidak siap menggelar bisa bergabung dengan sekolah yang sudah siap.
“Pelaksanaan UN CBT SMA/SMK kemarin relatif sudah baik. Itu semestinya bisa menjadi pelajaran untuk UN CBT SMP/SMA,” pungkas dia. [tam]

Tags: