Dindik Rancang Formulasi Tingkatkan IPM

Dalam Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia Dindik Jatim adakan FGD dengan berbagai pihak untuk mencari formulasi. [trie diana]

Butuh Regulasi Kesetaraan Pendidikan Bagi Pesantren
Dindik Jatim, Bhirawa
Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim melakukan Forum Grup Diskusi (FGD) dengan berbagai pihak, Selasa (10/3). Diantaranya Perguruan Tinggi Negeri (PTN), Dewan Pendidikan Jatim, Kemdikbud, Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim dan stakeholder Dindik Jatim. Kegiatan ini dilakukan untuk mencari formulasi dan strategi dalam peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Menurut Kepala Dindik Jatim, Wahid Wahyudi, forum diskusi ini dilakukan untuk mencari strategi dalam pembangunan IPM. Apalagi kini Jatim masih berada di level 15 dari 34 provinsi. Memang secara nilai bisa dikatakan naik. Dari 70.77 menjadi 71.50. Tapi rangkingnya masih tetap sama. Sehingga meminta masukan dari para stakeholder pendidikan.
Pasalnya, persoalan pendidikan di Jatim tidak luput dari pendidikan non-formal seperti pesantren. Selain itu, tenaga kerja yang dimiliki Dunia Usaha Dunia Industri (DUDI) yang mayoritas lulusan SD dengan usia rata-rata 30 tahun. Yang dimungkinkan pengetahuannya setara dengan tingkat tertentu.
“Selama ini untuk kejar paket C harus menunggu tiga tahun. Maka kami kepada Mendikbud dalam Konteks Merdeka belajar seyogyanya perlu regulasi baru tidak perlu harus (menunggu) tiga tahun untuk mendapatkan sertifikat C. Tapi bisa digunakan assesment di pesantren yang kemampuanya setara SMP/SMA,” papar Wahid.
Maka, tegas Wahid, jika pihaknya membutuhkan adanya regulasi untuk kesetaraan penduduk yang memiliki kemampuan setara. Atau memformalkan pendidikan yang belum formal. Agar realita di lapangan ini betul-betul bisa dihandel datanya oleh BPS. Sehingga IPM di Jatim ada lompatan sesuai kondisi lapangan.
Dindik Jatim juga menggandeng beberapa Perguruan Tinggi (PT). Seperti Institute Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) dan Universitas Negeri Surabaya (Unesa) untuk melakukan kerjasama. Di bidang sertifikasi diploma 1 bagi SMK yang mempunyai program pendidikan empat tahun.
“Kami sedang menjajaki kerjasama dengan beberapa PT. Yang siap membantu ada dua yakni ITS dan Unesa. Jadi apa kompetensi yang ada di Unesa atau ITS mereka akan bekerjasama dengan sekolah. Karena masa belajar empat tahun ini kan setahun terakhir siswa full melakukan magang di industri jadi seharusnya kemampuanya sudah setara Diploma 1. Dan (kerjasama) ini sedang kita godok kerangkanya,” jabarnya.
Sementara itu, Kepala BPS Provinsi Jatim, Dadang Hardiwan mengungkapkan, ada beberapa parameter yang dinilai dalam dimensi pendidikan untuk peningkatan IPM di Jatim. Yakni harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah. Untuk rata-rata lama sekolah, angka di Jatim mencapai 7,59 atau setara dengan SMP kelas I semester dua. Sedangkan untuk harapan lama sekolah berada di angka 13,16 atau setara D1.
“Dipertemuan kali ini memberikan gambaran yang berkiatan dengan IPM di Jatim. Dari hasil 2019 IPM kita bertumbuh sekitar 1.3. Pergerakan IPM kita sudah hampir bagus. Hanya saja kita ingin kan perbaikan setiap tahunnya,” papar dia.
Dadang menjelaskan, jika dilakukan penyetaraan untuk kejar paket A, B, C melalui assesment hal itu tentu harus berstandart dan diakui nasional. Sedangkan bagi SMK dengan masa pendidikan empat tahun, menyerahkan teknis pelaksanaan dan skema kepada Dindik Jatim. Begitupun terkait pendidikan pesantren BPS juga telah memetakan pesantren dengan pendidikan formal.
“Disinilah peran Dinas Pendidikan untuk mengkomunikasikan secara nasional (dengan Kemdikbud). Agar terobosan yang dilakukan berstandar dan diakui. Karena penilain IPM ini membandingkan kabupaten satu dengan yang lain. Provinsi satu dengan yang lain dan membandingkan (capaian) IPM antar negara juga. Jadi tidak bisa hanya melihat di satu daerah saja,” tandasnya. [ina]

Tags: