Dindik Tulungagung Kaji Kemungkinan Full Day School

Proses belajar mengajar yang berlangsung di luar kelas membuat siswa lebih santai dan menyenangkan. [adit hananta utama]

Proses belajar mengajar yang berlangsung di luar kelas membuat siswa lebih santai dan menyenangkan. [adit hananta utama]

Tulungagung, Bhirawa
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tulungagung berencana untuk menjajaki atau mengkaji kemungkinan pelaksanaan program sekolah sehari penuh (full day school) dengan menjaring aspirasi siswa, guru serta wali siswa.
“Yang jelas kami tidak akan terburu-buru. Semua akan dikaji lebih dulu, baik kesiapan dari siswa, guru, prasarana dan lainnya,” kata Kabid Pendidikan Dasar Dindik Tulungagung Iswanto di Tulungagung, Kamis (15/9).
Ia tidak memastikan apakah wacana tersebut bakal diujicobakan di sekolah-sekolah Tulungagung.
Menurut Iswanto, lembaganya sejauh ini belum mendapat panduan juklak/juknis (petunjuk pelaksanaan/teknis) program full day school  yang digulirkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy.
“Kami tak bisa memberikan penjelasan ataupun komentar terkait itu karena memang belum ada petunjuk dari pusat,” ujarnya.
Iswanto mengatakan, wacana pemadatan jam pelajaran pada lima hari kerja Senin-Jumat berdampak pada durasi jam sekolah/pelajaran untuk siswa dan guru.
Konsekuensi dari program itu sekolah harus menyiapkan sarana prasarana untuk para siswa, misal seperti sarana para siswa beristirahat, seperti menyediakan di mana anak akan beristirahat, bantal ataupun lainnya.
“Jika pun nantinya terealisasi, kami tak akan terburu-buru. Harus dipastikan sekolah siap, murid siap, orang tua atau wali murid siap, dan juga dukungan semua pihak,” ujarnya.
Namun, kendati belum ada kebijakan resmi terkait full day school, sejumlah wali siswa menyampaikan keberatannya, dengan alasan sudah ada jadwal pembelajaran keagamaan di luar sekolah, jarak rumah dengan sekolah yang jauh maupun faktor psikologis siswa itu sendiri.
“Anak saya itu juga mengaji Diniyah. Biasanya berangkat jam dua siang (14.00). Jika terealisasi full day school  atau Sabtu libur itu bisa-bisa kekurangan pendidikan agamanya,” kata Siti Masrikah, salah satu wali murid SD swasta di Kecamatan Kedungwaru Tulungagung.
Hal senada juga diungkapkan Ruroh, salah satu wali murid lainnya. Dia beranggapan jika wacana tersebut cukup menjadi pro kontra di masyarakat. Meski banyak manfaat di balik dua hari libur tersebut, namun tampaknya tidak cocok dengan daerah desa.
“Kalau anak masih SD mungkin bisa diatur. Namun, kalau sudah baligh atau tingkat SMP/SMA. Anak nantinya akan mempunyai banyak kesempatan bermain di luar daripada dengan keluarganya,” kata Ruroh, wali murid di wilayah Kecamatan Sendang. [wed]

Tags: