Dinkes Jatim Pelototi Pelayanan Kesehatan Tradisional Tak Berizin

Dinkes Jatim, Bhirawa
Dinas Kesehatan (Dinkes) Jawa Timur terus memelototi penyedia jasa pengobatan tradisional yang telah menjamur akhir-akhir ini. Dari data yang dikantongi ada sebanyak 16 ribu Penyehat Tradisional (Hattra) yang ada di Jatim. Banyaknya jumlah Hattra tersebut rupanya masih belum diimbangi dengan kepatuhan dalam mengurus izin melalui Surat Terdaftar Penyehat Tradisional (STPT).
Hal ini diungkapkan Kepala Bidang (Kabid) Pelayanan Kesehatan Dinkes Jatim dr Dian Islami MKes kepada Bhirawa, Senin (6/8) kemarin. Menurutnya, dari total 16 ribu Hattra se-Jatim, hanya 4,8 persen yang telah memiliki STPT.
“Kami sudah mengidentifikasi laporan dari Dinas Kesehatan yang ada di kabupaten/kota. Dari total Hattra yang sudah memiliki STPT hanya 4,8 persen, ini kan sedikit sekali,” ungkapnya.
Padahal, lanjut dr Dian, para penyedia jasa pengobatan tradisional harus memiliki STPT dan memiliki izin dari Dinkes. Untuk memilikinya pun ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. “Kemudian mereka (Hattra, red) harus mengurus ke PTSA (Pelayanan Terpadu Satu Atap) kabupaten/kota atau dikeluarkan oleh Dinkes setempat. STPT berlaku sampai 2 tahun dan bisa diperpanjang,” jelasnya.
Menurutnya, aturan ini berlaku setelah muncul Permenkes No 61 Tahun 2016 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional Empiris. Tujuannya, agar pemerintah dapat mengawasi dan membina penyedia jasa pengobatan tradisional.
Oleh sebab itu, tambah dr Dian, Dinkes Jatim telah membentuk tim Pelaksanaan Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian (Binwasdal). Tim ini pun sudah ada Surat Keputusan (SK) dari Gubernur Jawa Timur dan juga SK dari Kepala Dinkes Jatim.
“Ini untuk pengawasan dan pengendalian serta penertiban. Kami tidak sendiri, tapi dibantu dengan lintas sektoral mulai dari pihak kepolisian hingga OPD,” imbuhnya.
Di Surabaya yang kini mulai menjamur pelayanan kesehatan tradisional, dr Dian memastikan bahwa Kota Surabaya paling aktif dalam melakukan pengawasan dan pengendaliannya. “Kota Surabaya sangat aktif. Jadi, mereka juga sudah membina, memberikan teguran. Itu kan mata pencaharian mereka juga. Jadi tidak semata-mata langsung menutup,” ulasnya.
Kalau memang ada spanduk besar dan papan nama, kata dia, pihaknya meminta untuk menurunkannya. “Mungkin tidak bisa langsung semua berhenti saat itu, butuh proses dan kami akan terus mengawal proses ini,” pungkasnya. [geh]

Tags: