Dinkes Kab.Jember Tetapkan Sembilan Desa

Foto Ilstrasi

(Runner Up se-Jatim Jumlah Penderita TBC)
Kab.Jember, Bhirawa
Kabupaten Jember merupakan daerah endemis penyakit menular Tubercolusis (TBC). Berdasarkan data di Dinas Kesehatan Kab. Jember, Kabupaten Jember menduduki urutan kedua di Jawa Timur jumlah penderita TBC. Hal ini diungkapkan oleh Dyah Kusworini, S.KM, M.Si dari Dinas kesehatan kabupaten Jember saat menjadi pembicara di acara semiloka dengan tema Penguatan Kapasitas Deda Dalam Upaya Pencegahan dan Penanggulangan TBC di Kabupaten Jember yang diselenggarakan oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Jember,  Kamis (30/3). “Indonesia menempati urutan ke dua dalam kasus TBC, Jawa Timur berada diurutan kedua dan Jember berada urutan ke dua juga dalam jumlah penderita TBC,” ujar Dyah.
Di hadapan 100 peserta yang terdiri dari mahasiswa, perangkat desa dan beberapa dinas terkait ini Dyah memaparkan, Jember diketahui sebagai daerah endemis TBC yang menjadi masalah kesehatan sampai saat ini. “Kondisi ini ditujukkan dengan adanya penemuan kasus di wilayah kerja puskesmas sekitar Kabupaten Jember.  Oleh karena itu Dians Kesehatan telah menetapkan sembilan Puskesmas yang menjadi sasaran program ujung tombak pemberantas TBC di antaranya puskesmas Sumberbaru, Gumukmas, Semboro, Silo, Ledokombo, dan Mumbulsari,” ujarnya kemarin.
Sementara, Dekan FKM Universitas Jember Irma Prasetyowati mengatakan, masalah penyakit TBC merupakan masalah klasik yang belum juga usai hingga saat ini. TBC termasuk dalam kategori penyakit menular yang kronis. Oleh karenanya, diperlukan peran serta masyarakat untuk mengurangi masalah ini.
“Minimnya informasi yang dimiliki mengenai penulran TBC dan mudahnya dalam penularan, membuat TBC lebih sulit dikendalikan penyebarannya. Oleh karena itu perlu adanya penyuluhan atau sosialisasi dengan melibatkan semua elemen masyarakat,” ujar Irma.
Untuk itu tandas Irma, lembaganya terus melakukan sosialisasi pada masyarakat khususnya masyarakat pedesaan. Karena menurut Irma, masyarakat desa cenderung lebih mudah tertular. “Biasanya warga desa itu tidak mengerti mana yang batuk TBC atau hanya batu biasa. Padahal penularan TBC sangat mudah, sering berbicara langsung dengan penderita TB sudah bisa menjadi jalan penularan TBC,” ujarnya.
Selama ini ulas Irma, FKM Universitas Jember telah memiliki tiga desa binaan dalam pencegahan TBC. “Kami ada masyarakat binaan di Kecematan Kalisat, Kecamatan Balung dan kecamatan Pakusari. Ditiga desa tersebut, kami memberikan penyuluhan agar masyarakat bisa mengenali gejala TBC, bagaimana pencegahannya dan bagaimana cara pengobatannya bagi mereka yang positif TBC,” pungkasnya.
Sementara itu, Selviya Nina perwakilan Aisyiyah Jember mengatakan, sejak tahun 2004 Aisyiyah telah melakukan program penanggulangan TBC. Sejak tahun 2004 Aisiyah aktif dalam pencarian suspek TBC dengan metode investigasi kontak pasien TBC Positif. “Kami terjun langsung pada masyarakat. Kerabat, teman atau saudara dari pasien TB positif kami datangi untuk memastikan bahwa mereka tidak sedang terjangkit TBC karena tertular,” imbuh Nina.
Nina juga mengatakan, pendampingan bagi para penderita TBC juga sangat dibutuhkan. Proses pengobatan yang memakan waktu selama enam bulan menjadi alasannya. “Setiap hari pasien TBC wajib minum obat selama enam bulan. Jika mereka kemudian menghentikan minum obatanya maka dampaknya bakterinya akan resisten pada obat sehingga pengobatan berikutnya akan semakin berat,” pungkasnya. [efi]

Tags: