Dinsos Jatim Godok Konsep Zero Pengemis

PengemisPemprov Jatim, Bhirawa
Untuk mempercepat penyusutan pengemis di Jatim, Dinsos Jatim tengah menggodok konsep agar Jatim zero pengemis. Dua daerah yang rencananya akan menjadi pilot project, yakni di Kabupaten Sumenep dan Kabupaten Kediri.
Konsep Jatim zero pengemis ini sudah telah terus dimatangkan Dinsos,bahkan mereka juga tak sungkan untuk belajar ke Kabupaten Banyuwangi yang telah menerapkan program zero pengemis. Di Kabupaten yang dikomandani Azwar Anas itu, tak satupun ada pengemis di jalanan.
Salah satu langkahnya Pemerintah Kabupaten bekerjasama dengan Satuan Polisi Pamong Praja serta Kepolisian untuk menangkap anak-anak ataupun pengemis yang ada di jalanan. Mereka yang terjaring kemudian dibawa ke tempat rehabilitasi.
Selanjutnya bagi anak yang masih sekolah akan dibina dan disekolahkan. Mereka akan diikutkan kejar paket hingga lulus.  “Prinsipnya anak-anak tidak boleh dijalanan harus sekolah,” kata Kepala Dinas Sosial Jatim, Sukesi, Selasa (19/1).
Salah satu cara itu yang akan digunakan oleh Dinas Sosial dalam menghapus pengemis dan kampong pengemis di Jatim, “Kita ubah branding desanya dulu, kemudian penduduknya kita latih program padat karya, kalau di Sumnep itu potensi alamnya sih tanaman singkong mungkin nanti salah satunya bisa buat keripik singkong,” katanya.
Saat ini, Jatim masih terbebani keberadaan Kampung Pengemis. Jumlahnya juga tidak sedikit di Kabupaten Sumenep  saja, dalam satu Kecamatan saja ada 3500 warga yang berprofesi sebagai pengemis.
Salah satunya di Dusun Pragaan Daya, Kecamatan Pragaan Kabupaten Sumenep. Kepala Dinas Sosial Provinsi Jatim Sukesi didampingi Kabid Rehsos Indera Istianto megatakan, jumlah 3500 warga yang mengemis itu sudah  turun dari sebelumnya 7000 orang.
Pekerjaan mengemis bagi mereka sudah dilakukan secara turun temurun. Berbagai alasan mereka utarakan untuk melandasi kebenaran pekerjaan yang diluar kebiasaan itu, salah satunya adalah mencari berkah, hingga menjadi kearifan lokal yang turun temurun.
Bahkan kearifan lokal yang mereka tanamkan secara turun menurun itu juga berlaku bagi orang luar yang memasuki kehidupan mereka lewat jalan menikah. Bagi mereka yang ingin menikahi anaknya, maka terlebih dahulu diwajibkan ‘mengemis’ hingga jangka waktu tertentu.
Dalam praktiknya, calon pengantin, selain diwajibkan mengemis di lingkungan kecamatan, mereka juga diimbau pergi ke luar kecamatan bahkan kabupaten. Tak pandang berwajah tampan atau cantik.
Calon pengantin tersebut berpakaian ala pengemis, dan mereka berjalan dari lorong kampung yang satu ke lorong kampung lain. Dari rumah satu ke rumah yang lain. Dari perkantoran yang satu ke perkantoran lainnya.
Seiring waktu, lanjut Sukesi, keberadaan pengemis di Kecamatan Pragaan terus menyusut, dari 7000 orang turun separohnya menjadi 3500 orang. “50 persen sudah mulai bergeser, mereka adalah kalangan anak-anak muda yang mengeyam pendidikan,” katanya. [rac]

Tags: